30 C
Medan
Wednesday, May 8, 2024

Sidang Virtual 14 Mantan DPRD Sumut: Terima ‘Uang Ketok’ Rp400 Juta-Rp700 Juta

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 14 mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, menjalani sidang perdana secara virtual di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/12). Mereka didakwa menerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, berkaitan pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2015. Nominal suap Rp400 juta-Rp700 juta per orang.

SIDANG VIRTUAL: Suasana dakwaan 14 anggota DPRD Sumut  periode 2009-2014 dan 2014-2019 yang digelar secara virtual di Jakarta dan Medan, Senin (14/12). Para terdakwa menerima uang suap dengan nominal Rp400 juta-Rp700 juta per orang.agusman/sumut pos.
SIDANG VIRTUAL: Suasana dakwaan 14 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 yang digelar secara virtual di Jakarta dan Medan, Senin (14/12). Para terdakwa menerima uang suap dengan nominal Rp400 juta-Rp700 juta per orang.agusman/sumut pos.

Ke 14 mantan anggota DPRD Sumut yakni terdakwa Nurhasanah, Jamaluddin, Ahmad Husen, Sudirman Halawa, Ramli, Irwansyah, Megalia Agustina, Idah Budi Ningsih, Samsul Hilal, Muliani, Robert Nainggolan Layari Sinukaban, Japorman Saragih, dan Rahmad Pardamean Hasibuan.

Dalam dakwaannya Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ronald Ferdinan Worotikan menyampaikan, para terdakwa yang merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 mempunyai tugas dan wewenang antara lain: membentuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi bersama Gubernur, membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai APBD Provinsi yang diajukan oleh Gubernur.

Kemudian, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD Provinsi, meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan melaksanakan tugas wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bahwa para terdakwa dalam menjalankan tugas selaku anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 sampai dengan 2019, telah beberapa kali menerima uang secara bertahap dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut. Uang diterima melalui Muhammad Alinafiah, Hamami Sul Bahsyan, dan Ahmad Fuad Lubis terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2015.

Berkaitan perkara suap tersebut, total nominal suap uang ketok yang diterima secara bertahap oleh masing-masing terdakwa yakni, Nurhasanah Rp472 juta, Jamaluddin Rp497 juta, Ahmad Husen Rp752, Sudirman halawa Rp417, Ramli Rp497, Irwansyah Rp602 juta, Megalia Agustina Rp540 juta, Idah Budi Ningsih Rp452 juta, Samsul Hilal Rp477 juta, Muliani Rp452 juta, Robert Nainggolan Rp427 juta, Layari Sinukaban Rp377 juta, Japorman Saragih Rp427 juta, dan Rahmad Pardamean Hasibuan Rp500 juta.

“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1dan Pasal 64ayat (1) KUHPidana,” kata penuntut umum KPK.

Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan kolega mereka yang telah dinyatakan bersalah dan dihukum, yakni: Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, Kamaluddin Harahap, Sigit Pramono Asri, Ajib Shah, Budiman Pardamean Nadapdap, Muhammad Afan, Zulkifli Effendi Siregar, Guntur Manurung, Zulkifli Husein, Parluhutan Siregar, Bustami HS, Rijal Sirait, Fadli Nurzal, Rooslynda Marpaung, Rinawati Sianturi, Tiaisah Ritonga, Rahmiana Delima Pulungan, Abdul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Muhammad Faisal, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu.

Kemudian Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, Tahan Manahan Panggabean, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, dan Taufan Agung Ginting.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pemberian uang dilakukan setelah ranperda tentang P-APBD Provinsi Sumut TA 2013 disetujui pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Sumut, termasuk para terdakwa, sekitar Oktober-November 2013. Pemberian uang dilakukan di ruangan Bendahara Sekwan, Muhammad Alinafiah, atau di ruangan masing-masing Anggota DPRD lainnya.

Alinafiah membagikan uang kepada seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut sesuai catatan pembagian uang dari Wakil Ketua DPRD Sumut, Kamaluddin Harahap. “Anggota DPRD, termasuk Terdakwa masing-masing (mendapatkan) sejumlah Rp50.000.000; Banggar DPRD masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp10.000.000; Sekretaris fraksi masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp10.000.000; Ketua fraksi,masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp15.000.000; Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp75.000.000; dan Ketua DPRD mendapat tambahan sejumlah Rp200.000.000,” jelas JPU.

Selanjutnya, untuk pengesahan APBD 2014, Gatot Pujo Nugroho melakukan pertemuan dengan pimpinan DPRD Sumut. Kamaluddin dan Wakil Ketua DPRD Sumut, Sigit Pramono Asri, menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1.000.000.000.000 untuk seluruh anggota DPRD Sumut setelah persetujuan ranperda tentang APBD Provinsi Sumut TA 2014. Sekda Nurdin Lubis keberatan. Kamaluddin menyampaikan agar proyek itu diganti dengan uang tunai yang harus diserahkan pada Desember atau setidaknya diberikan “uang ketok” terlebih dahulu. Gatot setuju.

Akhirnya disepakati proyek senilai Rp1.000.000.000 diganti menjadi uang tunai sebesar Rp50.000.000.000 untuk seluruh anggota DPRD Sumut. Pembagiannya melalui Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD Provinsi Sumut mengambil gaji dan honor lain setiap bulannya.

Rinciannya, Ketua DPRD mendapat jatah Rp2.000.000.000; Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat Rp900.000.000 hingga Rp1.000.000.000; Ketua Fraksi masing-masing mendapat Rp700.000.000; Sekretaris Fraksi, masing-masing mendapat sejumlah Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah); Banggar DPRD masing-masing mendapat sejumlah Rp450.000.000; dan anggota DPRD masing-masing mendapat Rp350.000.000.

Namun setelah ditangani KPK, sejumlah terdakwa mantan anggota DPRD Sumut tersebut sudah ada yang mengembalikan kerugian negara atas perbuatannya. Nilai yang dikembalikan bervariasi mulai dari Rp300 juta-Rp400 juta.

“Karena pada intinya KPK melakukan penuntutan terhadap anggota DPRD Sumut agar ada pengembalian kerugian negara. Tentunya bagi yang kooperatif dan berinisiatif (mengembalikan), jaksa akan mencatat itu sebagai hal yang meringankan,” katanya.

Selanjutnya untuk terdakwa kedua, Robert Nainggolan menerima Rp427,5 juta, Layari Sinukaban Rp377,5 juta, Japorman Saragih Rp427,5 juta dan Rahmad Pardamean Hasibuan menerima total Rp500 juta.

Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan, menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Proses hukum terhadap ke-14 anggota DPRD Sumut ini merupakan gelombang keempat dalam kasus suap Gatot. Pada 3 gelombang sebelumnya, puluhan mantan anggota DPRD Sumut telah diadili. Seluruhnya disidang di Jakarta dan telah dinyatakan bersalah. Sebagian telah selesai menjalani hukuman.

Sementara Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah memberikan gratifikasi dengan total Rp 61,8 miliar kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan menjatuhinya hukuman 4 tahun penjara dan didenda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain kasus dugaan suap anggota DPRD Sumut, Gatot juga dibelit perkara tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan hibah 2012-2013. Dia telah dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Gatot juga sudah dijatuhi hukuman dalam perkara penyuapan hakim PTUN Medan. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhinya hukuman 3 tahun penjara. (gus/net)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 14 mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, menjalani sidang perdana secara virtual di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/12). Mereka didakwa menerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, berkaitan pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2015. Nominal suap Rp400 juta-Rp700 juta per orang.

SIDANG VIRTUAL: Suasana dakwaan 14 anggota DPRD Sumut  periode 2009-2014 dan 2014-2019 yang digelar secara virtual di Jakarta dan Medan, Senin (14/12). Para terdakwa menerima uang suap dengan nominal Rp400 juta-Rp700 juta per orang.agusman/sumut pos.
SIDANG VIRTUAL: Suasana dakwaan 14 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 yang digelar secara virtual di Jakarta dan Medan, Senin (14/12). Para terdakwa menerima uang suap dengan nominal Rp400 juta-Rp700 juta per orang.agusman/sumut pos.

Ke 14 mantan anggota DPRD Sumut yakni terdakwa Nurhasanah, Jamaluddin, Ahmad Husen, Sudirman Halawa, Ramli, Irwansyah, Megalia Agustina, Idah Budi Ningsih, Samsul Hilal, Muliani, Robert Nainggolan Layari Sinukaban, Japorman Saragih, dan Rahmad Pardamean Hasibuan.

Dalam dakwaannya Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ronald Ferdinan Worotikan menyampaikan, para terdakwa yang merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 mempunyai tugas dan wewenang antara lain: membentuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi bersama Gubernur, membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai APBD Provinsi yang diajukan oleh Gubernur.

Kemudian, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD Provinsi, meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan melaksanakan tugas wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bahwa para terdakwa dalam menjalankan tugas selaku anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 sampai dengan 2019, telah beberapa kali menerima uang secara bertahap dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut. Uang diterima melalui Muhammad Alinafiah, Hamami Sul Bahsyan, dan Ahmad Fuad Lubis terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan pengesahan APBD Provinsi Sumut TA 2015.

Berkaitan perkara suap tersebut, total nominal suap uang ketok yang diterima secara bertahap oleh masing-masing terdakwa yakni, Nurhasanah Rp472 juta, Jamaluddin Rp497 juta, Ahmad Husen Rp752, Sudirman halawa Rp417, Ramli Rp497, Irwansyah Rp602 juta, Megalia Agustina Rp540 juta, Idah Budi Ningsih Rp452 juta, Samsul Hilal Rp477 juta, Muliani Rp452 juta, Robert Nainggolan Rp427 juta, Layari Sinukaban Rp377 juta, Japorman Saragih Rp427 juta, dan Rahmad Pardamean Hasibuan Rp500 juta.

“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1dan Pasal 64ayat (1) KUHPidana,” kata penuntut umum KPK.

Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan kolega mereka yang telah dinyatakan bersalah dan dihukum, yakni: Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, Kamaluddin Harahap, Sigit Pramono Asri, Ajib Shah, Budiman Pardamean Nadapdap, Muhammad Afan, Zulkifli Effendi Siregar, Guntur Manurung, Zulkifli Husein, Parluhutan Siregar, Bustami HS, Rijal Sirait, Fadli Nurzal, Rooslynda Marpaung, Rinawati Sianturi, Tiaisah Ritonga, Rahmiana Delima Pulungan, Abdul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Muhammad Faisal, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu.

Kemudian Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, Tahan Manahan Panggabean, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, dan Taufan Agung Ginting.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pemberian uang dilakukan setelah ranperda tentang P-APBD Provinsi Sumut TA 2013 disetujui pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Sumut, termasuk para terdakwa, sekitar Oktober-November 2013. Pemberian uang dilakukan di ruangan Bendahara Sekwan, Muhammad Alinafiah, atau di ruangan masing-masing Anggota DPRD lainnya.

Alinafiah membagikan uang kepada seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut sesuai catatan pembagian uang dari Wakil Ketua DPRD Sumut, Kamaluddin Harahap. “Anggota DPRD, termasuk Terdakwa masing-masing (mendapatkan) sejumlah Rp50.000.000; Banggar DPRD masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp10.000.000; Sekretaris fraksi masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp10.000.000; Ketua fraksi,masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp15.000.000; Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat tambahan sejumlah Rp75.000.000; dan Ketua DPRD mendapat tambahan sejumlah Rp200.000.000,” jelas JPU.

Selanjutnya, untuk pengesahan APBD 2014, Gatot Pujo Nugroho melakukan pertemuan dengan pimpinan DPRD Sumut. Kamaluddin dan Wakil Ketua DPRD Sumut, Sigit Pramono Asri, menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1.000.000.000.000 untuk seluruh anggota DPRD Sumut setelah persetujuan ranperda tentang APBD Provinsi Sumut TA 2014. Sekda Nurdin Lubis keberatan. Kamaluddin menyampaikan agar proyek itu diganti dengan uang tunai yang harus diserahkan pada Desember atau setidaknya diberikan “uang ketok” terlebih dahulu. Gatot setuju.

Akhirnya disepakati proyek senilai Rp1.000.000.000 diganti menjadi uang tunai sebesar Rp50.000.000.000 untuk seluruh anggota DPRD Sumut. Pembagiannya melalui Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD Provinsi Sumut mengambil gaji dan honor lain setiap bulannya.

Rinciannya, Ketua DPRD mendapat jatah Rp2.000.000.000; Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat Rp900.000.000 hingga Rp1.000.000.000; Ketua Fraksi masing-masing mendapat Rp700.000.000; Sekretaris Fraksi, masing-masing mendapat sejumlah Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah); Banggar DPRD masing-masing mendapat sejumlah Rp450.000.000; dan anggota DPRD masing-masing mendapat Rp350.000.000.

Namun setelah ditangani KPK, sejumlah terdakwa mantan anggota DPRD Sumut tersebut sudah ada yang mengembalikan kerugian negara atas perbuatannya. Nilai yang dikembalikan bervariasi mulai dari Rp300 juta-Rp400 juta.

“Karena pada intinya KPK melakukan penuntutan terhadap anggota DPRD Sumut agar ada pengembalian kerugian negara. Tentunya bagi yang kooperatif dan berinisiatif (mengembalikan), jaksa akan mencatat itu sebagai hal yang meringankan,” katanya.

Selanjutnya untuk terdakwa kedua, Robert Nainggolan menerima Rp427,5 juta, Layari Sinukaban Rp377,5 juta, Japorman Saragih Rp427,5 juta dan Rahmad Pardamean Hasibuan menerima total Rp500 juta.

Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan, menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Proses hukum terhadap ke-14 anggota DPRD Sumut ini merupakan gelombang keempat dalam kasus suap Gatot. Pada 3 gelombang sebelumnya, puluhan mantan anggota DPRD Sumut telah diadili. Seluruhnya disidang di Jakarta dan telah dinyatakan bersalah. Sebagian telah selesai menjalani hukuman.

Sementara Gatot Pujo Nugroho juga telah dinyatakan bersalah memberikan gratifikasi dengan total Rp 61,8 miliar kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan menjatuhinya hukuman 4 tahun penjara dan didenda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain kasus dugaan suap anggota DPRD Sumut, Gatot juga dibelit perkara tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan hibah 2012-2013. Dia telah dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Gatot juga sudah dijatuhi hukuman dalam perkara penyuapan hakim PTUN Medan. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhinya hukuman 3 tahun penjara. (gus/net)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/