Kredit Rp118 Miliar Salah Prosedur di BNI
MEDAN-Hingga saat ini tindak pidana khusus (Pidsus) Kejatisu masih berusaha memanggil Direktur PT Bahari Dwi Kencana, Boy Hermansyah. Tapi, hingga saat ini penerima kredit yang melanggar standar operasional prosedur (SOP) dari BNI Cabang Pemuda Medan itu tak diketahui keberadaannya.
‘’Kita belum mengetahui dimana keberadaan yang bersangkutan. Kita juga sudah malayangkan tiga kali surat pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Namun tidak juga kunjung mau datang ke Kejatisu untuk dimintai keterangannya,” beber Asintel Kejatisu, Mansyur SH MH kepada wartawan, Rabu (27/7).
Namun demikian, sambung Mansyur, pihaknya akan terus berupaya menghadirkan Direktur PT Baharin Dwi Kencana itu untuk segera dimintai keterangannya soal kucuran kredit yang melanggar SOP dari Bank Niaga Indonesia Cabang Pemuda Medan senilai Rp129 miliar.
‘’Etika yang bersangkutan tidak ada. Kita akan memanggil secara paksa. Untuk segera datang dimintai keterangannya,” tegas Mansyur.
Ketika disinggung status hukum Boy Hermansyah sendiri, Mansyur mengatakan bahwa Direktur PT Bahari Dwi Kencana itu masih sebatas saksi.
‘’Memang masih saksi, tidak tertutup kemungkinan mengarah menjadi tersangka. Bahkan bisa saja yang bersangkutan langsung ditahan saat diperiksa mengingat etika baik datang untuk memenuhi panggilan penyidikan saja dia tidak ada,” ungkap Mansyur.
Sementara itu Kasi Produksi Sarana Intelijen (Prosarin) Intel Kejatisu Ronald Bakkara SH mengatakan, mereka kesulitan untuk memanggil Boy Hermansyah sehingga mereka akan memanggil secara paksa.
‘’Kasus itu sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Sekarang ini kita bersama-sama pidsus mengusut kasus tersebut, kendala kita Boy Hermansyah sendiri mangkir dipanggil, sudah beberapa kali kita melayangkan panggilan dan melayang surat panggilan baik ke perusahaan yang bersangkutan ataupun kekediamannya,” beber Bakkara.
Proses pemeriksaan perkara kasus dugaan korupsi pengucuran kredit oleh BNI 46 sebesar Rp133 miliar kepada Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana pada akhir Desember 2010 lalu, sudah berlangsung beberapa bulan.
Terungkapnya kasus penyimpangan dalam pencairan kredit setelah pihak kejaksaan mendapatkan laporan bahwa permohonan pencairan dana yang diajukan oleh PT Bahari Dwi Kencana, yang bergerak dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada 8 November 2010 silam kepada PT BNI 46 Cabang Medan sebesar Rp133 miliar. Penyidik menduga bahwa proses dan izin kelengkapannya tidak benar, tapi permohonan tersebut tetap diproses serta dianalisa pada Sentra Kredit Menengah (SKM) BNI 46 wilayah Medan.
Proses selanjutnya maka pihak BNI mengeluarkan Memorandum Analisa Kredit (MAK), pada MAK tersebut menyebutkan bahwa permohonan pinjaman wajar dipertimbangkan, maka tahap berikutnya permohonan peminjaman dikirim ke PT BNI 46 Pusat di Jakarta.
Setelah pengajuan diproses pada BNI 46 Pusat di Jakarta, maka pihak bank menyetujui permohonan kredit sebesar Rp129 miliar, dari pengajuan permohonan pemimjaman sebesar Rp133 miliar, namun bisa dilakukan kalau semua persyaratan sudah dipenuhi oleh pihak pemohon kredit dari PT Bahari Dwi Kencana yang bergerak dalam perusahaan pengelolaan kelapa sawit di Sumatera Utara.
Akan tetapi berdasarkan fakta yang diperoleh, pencairan permohonan pinjaman sudah dikucurkan sebesar Rp118 miliar yang dikeluarkan pada Desember 2010 lalu dengan kontrak perjanjian pembayaran selama 59 bulan, padahal seluruh persyaratan belum dipenuhi oleh PT Bahari Dwi Kencana.(rud)