30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Sumut Masih Endemis Difteri, Dewan Sarankan Gubsu Lokalisir Wabah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi disarankan segera memerintahkan seluruh jajaran untuk melokalisasi wabah difteri yang terjadi di wilayah Sumut. Hal ini penting dilakukan supaya jumlah pengidap penyakit tersebut tidak semakin bertambah.

“Kami pikir sebagai DPRD provinsi, kami mesti mengimbau gubernur segera memerintahkan seluruh jajaran atas kasus difteri yang baru-baru ini terjadi. Untuk segera melokalisasi wabah penyakit ini sehingga jumlah korban tidak bertambah,” ujar Anggota DPRD Sumut, Abdul Rahim Siregar menjawab Sumut Pos, Jumat (27/9), menyikapi bahwa Sumut masih endemis difteri.

Dalam hal ini menurutnya Dinas Kesehatan Sumut harus menjadi instansi terdepan, berkoordinasi dengan instansi terkait di seluruh kabupaten/kota se Sumut. Sehingga dengan demikian, wabah penyakit tersebut tidak semakin meluas penyebarannya.

“Masyarakat kabupaten/kota di Sumut adalah masyarakat Sumut juga. Bedanya Sumut tidak punya wilayah hanya garis koordinasi. Inilah yang mesti disinergikan sehingga penyakit difteri tidak semakin meluas menjangkit rakyat Sumut. Kami kira himbauan ini perlu menjadi atensi bagi gubernur dan pihak Pemprovsu.

Jika ada kabupaten dan kota terkait yang warganya terjangkit penyakit ini, maka sebaiknya segera disterilkan dengan cara lokalisasi lalu ditangani pihak-pihak berkompeten,” kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumut itu.

Diketahui, tiga mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) asal Malaysia diduga terserang bakteri difteri. Akibatnya, dari ketiga mahasiswi tersebut satu di antaranya meninggal dunia yaitu Nurul Arifah Ahmad Ali (20) yang sempat dirawat di RSUP Haji Adam Malik. Sedangkan dua orang lagi berinisial LW (21) dan U (21) yang merupakan teman satu kos Nurul, hingga kini masih dirawat intensif.

Menyikapi kondisi ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) melalui Dinas Kesehatan sudah melakukan langkah dan upaya tindak lanjut. Dinkes Sumut berkerja sama dengan tim Dinas Kesehatan Kota Medan, FK USU, RS USU dan RSUP H Adam Malik, telah melakukan penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) pada 22–25 September 2019 dengan melakukan tindakan antara lain; pengambilan specimen pada kontak erat di RSU HAM sebanyak 17 orang, dan kontak erat di FK USU dan RS USU sebanyak 107 orang;

Melakukan respon pemberian imunisasi pada KLB pada kotak erat dan teman kuliah sebanyak 774 orang, dengan rincian di FK USU sebanyak 325 orang, di RS USU sebanyak 310 orang, dan di tempat kos-kosan 139 orang; Spesimen suspek dan kontak erat sudah dikirim ke laboratorium Litbangkes Kementerian

Kesehatan RI, pada 23 September 2019 dan 24 September 2019; Monitoring dan evaluasi kasus suspek difteri, yaitu memberikan kekebalan komunitas yang optimal untuk mencegah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) mencapai

minimal 95%, sejak mulai dini, antara lain pemberian imunisasi (a) anak usia 0-11 bulan menggunakan vaksin DPT-HB-Hib, (b) anak usia 12-24 bulan menggunakan vaksin DPT-HB-Hib, (c) anak usia 5-7 tahun menggunakan vaksin DT, (d) anak usia lebih 7 tahun menggunakan vaksin Td.

“Edukasi tentang difteri kepada masyarakat, pengenal tanda awal difteri, segera ke pelayanan kesehatan bila ada tanda dan gejala nyeri tenggorok dan menggunakan masker, melakukan kebersihan diri yaitu mencuci tangan bagi setiap yang mengunjungi kasus/pasien maupun keluarga, dan keluarga pasien disarankan berkonsultasi kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi difteri di pelayanan kesehatan, dan jelaskan pentingnya imunisasi rutin lengkap untuk mencegah difteri dan mencegah PD3I,” papar Kadinkes Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan.

Menurut pihaknya, pencabutan status KLB (Kejadian Luar Biasa) difteri dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan kriteria jika wilayah tidak ditemukan lagi kasus difteri selama empat minggu sejak timbulnya gejala kasus terakhir dengan pertimbangan, masa penularan terpanjang selama 4 minggu.

Alwi mengungkapkan kasus penyakit difteri ternyata bukan hal yang baru khususnya di Sumut dan umumnya di Indonesia. Sebab, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium ini sudah terjadi setiap tahunnya. “Misalnya, tahun 2018 ada 17 kasus sedangkan tahun ini ada 12 kasus (Januari-September),” ujarnya.

Diutarakan Alwi, endemis difteri bukan hanya di Sumut saja tetapi juga di Indonesia. Menurutnya, karena tidak cukup serius terhadap wabah penyakit tersebut. “Padahal, difteri ini bisa dicegah dengan imunisasi. Namun, imunisasi ini menjadi persoalan di masyarakat kita lantaran ada kelompok yang menolak itu. Jadi, inilah akibatnya sehingga kita menjadi endemis, dan ini akan terus terjadi,” pungkasnya. (prn/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi disarankan segera memerintahkan seluruh jajaran untuk melokalisasi wabah difteri yang terjadi di wilayah Sumut. Hal ini penting dilakukan supaya jumlah pengidap penyakit tersebut tidak semakin bertambah.

“Kami pikir sebagai DPRD provinsi, kami mesti mengimbau gubernur segera memerintahkan seluruh jajaran atas kasus difteri yang baru-baru ini terjadi. Untuk segera melokalisasi wabah penyakit ini sehingga jumlah korban tidak bertambah,” ujar Anggota DPRD Sumut, Abdul Rahim Siregar menjawab Sumut Pos, Jumat (27/9), menyikapi bahwa Sumut masih endemis difteri.

Dalam hal ini menurutnya Dinas Kesehatan Sumut harus menjadi instansi terdepan, berkoordinasi dengan instansi terkait di seluruh kabupaten/kota se Sumut. Sehingga dengan demikian, wabah penyakit tersebut tidak semakin meluas penyebarannya.

“Masyarakat kabupaten/kota di Sumut adalah masyarakat Sumut juga. Bedanya Sumut tidak punya wilayah hanya garis koordinasi. Inilah yang mesti disinergikan sehingga penyakit difteri tidak semakin meluas menjangkit rakyat Sumut. Kami kira himbauan ini perlu menjadi atensi bagi gubernur dan pihak Pemprovsu.

Jika ada kabupaten dan kota terkait yang warganya terjangkit penyakit ini, maka sebaiknya segera disterilkan dengan cara lokalisasi lalu ditangani pihak-pihak berkompeten,” kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumut itu.

Diketahui, tiga mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) asal Malaysia diduga terserang bakteri difteri. Akibatnya, dari ketiga mahasiswi tersebut satu di antaranya meninggal dunia yaitu Nurul Arifah Ahmad Ali (20) yang sempat dirawat di RSUP Haji Adam Malik. Sedangkan dua orang lagi berinisial LW (21) dan U (21) yang merupakan teman satu kos Nurul, hingga kini masih dirawat intensif.

Menyikapi kondisi ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) melalui Dinas Kesehatan sudah melakukan langkah dan upaya tindak lanjut. Dinkes Sumut berkerja sama dengan tim Dinas Kesehatan Kota Medan, FK USU, RS USU dan RSUP H Adam Malik, telah melakukan penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) pada 22–25 September 2019 dengan melakukan tindakan antara lain; pengambilan specimen pada kontak erat di RSU HAM sebanyak 17 orang, dan kontak erat di FK USU dan RS USU sebanyak 107 orang;

Melakukan respon pemberian imunisasi pada KLB pada kotak erat dan teman kuliah sebanyak 774 orang, dengan rincian di FK USU sebanyak 325 orang, di RS USU sebanyak 310 orang, dan di tempat kos-kosan 139 orang; Spesimen suspek dan kontak erat sudah dikirim ke laboratorium Litbangkes Kementerian

Kesehatan RI, pada 23 September 2019 dan 24 September 2019; Monitoring dan evaluasi kasus suspek difteri, yaitu memberikan kekebalan komunitas yang optimal untuk mencegah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) mencapai

minimal 95%, sejak mulai dini, antara lain pemberian imunisasi (a) anak usia 0-11 bulan menggunakan vaksin DPT-HB-Hib, (b) anak usia 12-24 bulan menggunakan vaksin DPT-HB-Hib, (c) anak usia 5-7 tahun menggunakan vaksin DT, (d) anak usia lebih 7 tahun menggunakan vaksin Td.

“Edukasi tentang difteri kepada masyarakat, pengenal tanda awal difteri, segera ke pelayanan kesehatan bila ada tanda dan gejala nyeri tenggorok dan menggunakan masker, melakukan kebersihan diri yaitu mencuci tangan bagi setiap yang mengunjungi kasus/pasien maupun keluarga, dan keluarga pasien disarankan berkonsultasi kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi difteri di pelayanan kesehatan, dan jelaskan pentingnya imunisasi rutin lengkap untuk mencegah difteri dan mencegah PD3I,” papar Kadinkes Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan.

Menurut pihaknya, pencabutan status KLB (Kejadian Luar Biasa) difteri dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan kriteria jika wilayah tidak ditemukan lagi kasus difteri selama empat minggu sejak timbulnya gejala kasus terakhir dengan pertimbangan, masa penularan terpanjang selama 4 minggu.

Alwi mengungkapkan kasus penyakit difteri ternyata bukan hal yang baru khususnya di Sumut dan umumnya di Indonesia. Sebab, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium ini sudah terjadi setiap tahunnya. “Misalnya, tahun 2018 ada 17 kasus sedangkan tahun ini ada 12 kasus (Januari-September),” ujarnya.

Diutarakan Alwi, endemis difteri bukan hanya di Sumut saja tetapi juga di Indonesia. Menurutnya, karena tidak cukup serius terhadap wabah penyakit tersebut. “Padahal, difteri ini bisa dicegah dengan imunisasi. Namun, imunisasi ini menjadi persoalan di masyarakat kita lantaran ada kelompok yang menolak itu. Jadi, inilah akibatnya sehingga kita menjadi endemis, dan ini akan terus terjadi,” pungkasnya. (prn/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/