Melihat Aktivitas Warga Medan Baru di Hari Raya Idul Adha
Praktik kerukunan umat beragama di Jalan S Parman Gang Pasir Lingkungan IX Medan Baru, sudah selayaknya di contoh. Bagaimana tidak? pemotongan sapi kurban Idul Adha berlangsung di sebuah kuil Hindu yang terdapat di kawasan tersebut. Praktik kurban ini pun sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.
Di kawasan padat penduduk ini, umat muslim yang tengah merayakan Idul Adha atau dikenal hari raya kurban, melakukan pemotongan hewan kurban tepat di depan Kuil Shri Bhatara.
Padahal, bagi umat Hindu sendiri, sapi merupakan hewan suci yang tidak boleh diperlakukan kasar apalagi memotongnya.
“Iya, bagi umat Hindu, sapi merupakan hewan suci. Dan kita mempersilahkan masyarakat muslim di sini untuk memotong sapi di depan kuil. Ini karena keberagaman umat beragama yang telah kita pertahankan sejak puluhan tahun lalu,” ujar Pengurus Kuil, Sethuraman (42).
Dijelaskannya, karena ini merupakan bagian dari agama muslim, pihaknya tidak mempermasalahkan pemotongan hewan kurban dilakukan di kuil. Untuk menjaga kesucian kuil, lanjutnya, sehari sebelum pemotongan sapi, pintu dan jendela kuil akan ditutup dengan kain atau papan. Setelah itu, lantai halaman dan dalam kuil akan di siram dengan air kunyit. “Kalau lantai halaman kita basuh. Tapi kalau dalam kuil, hanya kita beri percikan air kunyit saja,” sebut pria yang akrab disapa Ane ini.
Di kawasan ini, Mushala dan kuil terletak berdampingan, tepat dipinggir aliran Sungai Deli. Pemisah antara dua rumah ibadah ini hanyalah ruas jalan setapak.
“Pada tahun 1968, pertama kali Mushola dibangun, saat itu kuil belum ramung dikerjakan, masih sebatas rangka batu saja. Pada tahun 1972, kuil selesai dikerjakan. Sebelum Kuil itu selesai, kita sudah melakukan penyembelihan sapi disini,” ujar Kepala Lingkungan 9 Medan Baru, Misli Lubis (45).
Dirinya tidak mengetahui apa penyebab pemilihan tempat penyembelihan hewan kurban berlangsung di depan kuil. Sejak dirinya masih kecil, kegiatan ini sudah rutin dilakukan setiap tahunnya.
“Mungkin karena daerah ini luas, selain itu dekat sungai, jadi lebih praktis, dan efisien. Bahkan, kita pernah mencoba untuk melakukan penyembelihan sapi di tempat lain, tapi semua merasa asing, hingga akhirnya kembali lagi ke depan kuil,” tambahnya.
Walau ini merupakan bentuk toleransi beragama, ternyata kegiatan ini tidak mendapat perhatian dari petinggi daerah setempat. Terbukti, setelah bertahun-tahun kegitan itu berlangsung, sempat terhenti karena ketiadaan dana dan sumbangan dari para peserta kurban. Kegitan kurban ini baru kembali tumbuh pada pada 2005 lalu. “Kita tidak ada dana, jadi butuh donatur. Ini saja, karena ada beberapa yang bersedia menyumbang, salah satunya pak Vincent Wijaya,” lanjutnya.
Ketua Panitia Kurban, M Saleh Arifin, menyatakan, penyembelihan dilakukan disebuah tempat yang tidak jauh dari kuil. Sedangkan untuk pengulitan, dilakukan di halaman rumah ibadah. “Sebelum melakukannya, kita sudah komunikasi dulu dengan pengurus kuil. Kita juga nggak berhak nyelonong saja,” katanya.
Untuk Idul Adha tahun ini, kawasan ini memotong kurban sebanyak 3 ekor sapi dan 12 kambing. Dan menyediakan 425 kupon untuk masyarakat setempat. “Tetapi kalau ada sisa, biasanya akan kita bagikan yang membutuhkan walau dia bukan muslim. Karena, kita ingin menggalakkan kerukunan beragama,” ungkapnya. (Juli Ramadani Rambe)