25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Buruh Protes UMP & UMK, Pemprovsu: Silakan Gugat ke PTUN

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO: Buruh yang tergabung dalam FSPMI berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (5/11). Mereka meminta Gubsu merevisi UMP 2019 naik 20%.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana elemen buruh menggugat Surat Keputusan (SK) penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut dan UMK 2019 yang telah ditandatangani Gubernur Edy Rahmayadi, ditanggapi biasa saja oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Bahkan, Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara mengaku siap menghadapi gugatan tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Ya silahkan saja ajukan gugatan ke PTUN. Mana mungkin kami keberatan kalau mereka mau menggugat,” kata Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Sumut, Maruli Silitonga kepada Sumut Pos, Selasa (27/11).

Menurutnya, langkah hukum yang digagas Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut tersebut, sudah sesuai dengan jalur yang ada. Artinya, sebagai warga negara, jalur hukum merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan rasa keadilan. “Namun, apapun ceritanya, penetapan UMP dan rekomendasi UMK 2019 yang kami lakukan itu sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan,” kata Maruli yang juga Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Sumut ini.

Dikatakannya, kalaupun nantinya permohonan gugatan itu jadi disampaikan ke PTUN, pihaknya sudah memiliki dasar untuk menjawabnya yakni berdasarkan regulasi dan ketentuan yang berlaku. “Dan nantinya gugatan itu akan dihadapi Biro Hukum Pemprovsu. Sebab ketetapan itu langsung dari gubernur bukan Disnaker. Dan rekomendasinya dari Depeda provinsi, yang mana tidak wajib (rekomendasi UMK) disampaikan,” terangnya.

“Ya kalau memang mau digugat SK penetapan UMK itu, silahkan saja. Dan kita siap untuk memghadapinya,” pungkas Maruli.

Rencana elemen buruh mengajukan gugatan ke PTUN ternyata mendapat dukungan dari anggota DPRD Sumut, Juliski Simorangkir. Politisi PKPI ini menilai, langkah ini lebih elegan daripada buruh memaksa menggelar unjukrasa berkapanjangan yang belum tentu menjawab persoalan tuntutan kalangan pekerja itu. “Kita mendukung upaya yang dilakukan buruh untuk menunut upah yang lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Karena berunjukrasa selama ini, belum menunjukkan hasil yang maksimal,” ujar Juliski.

Menurutnya, berunjukrasa merupakan bagian dari proses demokrasi dan kebebasan berpendapat bagi setiap warga Negara. Namun juga perlu dipertimbangkan, sebagai profesi yang mulia, pekerjaan utama sebagai pekerja juga tidak boleh diabaikan atau menjadi persoalan baru bagi buruh itu sendiri.

Sehingga selain upaya demonstrasi, menempuh jalur hukum untuk menuntut upah yang lebih tinggi melalui lembaga terkait, adalah satu hal yang patut didukung. “Daripada nanti terus berunjukrasa dan mgnganggu pekerjaan, juga perlu ada upaya lain seperti menempuh jalur hukum. Jadi perjuangan buruh juga bisa terlihat lebih elegan,” katanya.

Pun begitu, politisi PKPI ini berharap agar langkah hukum yang diambil para buruh tersebut bisa diselesaikan dan diputuskan dengan seadil-adilnya. Begitu juga dengan melibatkan serta menghadirkan semua pihak terkait dalam hal ini. “Kita harapkan pengadilan bisa memanggil semua pihak untuk diminta keterangan dan mengevaluasi dasar-dasar penetapan UMP dan UMK 2019,” sebutnya lagi.

Untuk lembaga hukum, Anggota Komisi E DPRD Sumut inipun berharap pihak yang mengadili, bisa lebih jernih malihat persoalan tuntutan buruh ini. Terutama tidak hanya memihak atau menitiberatkan kepada kepentingan modal saja. Begitu juga tentang waktu, agar dapat diputuskan dengan segera.

Sebelumnya, sejumlah elemen atau serikat buruh di Sumut bakal melayangkan gugatan ke Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Medan atas SK penetapan UMP dan UMK tersebut. Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan pihaknya siap menjadi motor penggerak bagi elemen serikat buruh lain di Sumut dalam hal gugatan ke PTUN soal SK penetapan UMP dan UMK 2019. “Kami akan mulai (permohonan gugatan ke PTUN) pada Desember mendatang. Sebab saat ini kami masih mengumpulkan data-data dan alat bukti terkait regulasi sebagai materi gugatan,” katanya menjawab Sumut Pos, Senin (26/11).

Dalam minggu ini, kata dia, pihaknya juga akan mengundang elemen buruh yang lain untuk menyatukan visi dan persepsi agar sama-sama berjuang menggugat penetapan upah murah buruh di Sumut ke PTUN. “Jadi gambaran kita Desember nanti kita sampaikan gugatan tersebut. Sekitar empat elemen buruh lainnya akan ikut bergabung bersama kami untuk melakukan gugatan,” katanya.

Keterlibatan elemen buruh atau serikat pekerja lain, sambung dia, sangat penting dalam rangka menguatkan gugatan nantinya. Sebab kalau cuma FSPMI saja yang mengajukan permohonan gugatan, diakui Willy bahwa hal tersebut menjadi sia-sia.

Willy juga menilai serikat buruh kali ini tidak kompak sehingga menyebabkan upah murah buruh di Sumut terjadi. Bahkan dirinya mengaku sering menyampaikan pernyataan tentang upah murah melalui media massa, yang kepanasan justru serikat buruh sendiri. “Harusnya kan pengusaha yang kepanasan, jadi sebenarnya upah murah ini juga kemauan dari elemen buruh sendiri. Kita duga mereka ikut membackup pengusaha,” cibirnya.

Dalam rentang waktu yang ada ini, pihaknya akan coba mematangkan komitmen dan materi gugatan bersama elemen buruh lain tersebut. Bukan tak mungkin jika respon dari elemen buruh lain tidak sevisi seperti FSPMI, maka niat melakukan gugatan tidak akan terwujud. “Gak akan ada gunanya kalau cuma kami saja yang menggugat. Kalau nanti akhirnya kawan-kawan tidak mau ikut, tentu gugatan akan kami batalkan,” pungkasnya. (prn/bal)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO: Buruh yang tergabung dalam FSPMI berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (5/11). Mereka meminta Gubsu merevisi UMP 2019 naik 20%.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana elemen buruh menggugat Surat Keputusan (SK) penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut dan UMK 2019 yang telah ditandatangani Gubernur Edy Rahmayadi, ditanggapi biasa saja oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Bahkan, Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara mengaku siap menghadapi gugatan tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Ya silahkan saja ajukan gugatan ke PTUN. Mana mungkin kami keberatan kalau mereka mau menggugat,” kata Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Sumut, Maruli Silitonga kepada Sumut Pos, Selasa (27/11).

Menurutnya, langkah hukum yang digagas Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut tersebut, sudah sesuai dengan jalur yang ada. Artinya, sebagai warga negara, jalur hukum merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan rasa keadilan. “Namun, apapun ceritanya, penetapan UMP dan rekomendasi UMK 2019 yang kami lakukan itu sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan,” kata Maruli yang juga Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Sumut ini.

Dikatakannya, kalaupun nantinya permohonan gugatan itu jadi disampaikan ke PTUN, pihaknya sudah memiliki dasar untuk menjawabnya yakni berdasarkan regulasi dan ketentuan yang berlaku. “Dan nantinya gugatan itu akan dihadapi Biro Hukum Pemprovsu. Sebab ketetapan itu langsung dari gubernur bukan Disnaker. Dan rekomendasinya dari Depeda provinsi, yang mana tidak wajib (rekomendasi UMK) disampaikan,” terangnya.

“Ya kalau memang mau digugat SK penetapan UMK itu, silahkan saja. Dan kita siap untuk memghadapinya,” pungkas Maruli.

Rencana elemen buruh mengajukan gugatan ke PTUN ternyata mendapat dukungan dari anggota DPRD Sumut, Juliski Simorangkir. Politisi PKPI ini menilai, langkah ini lebih elegan daripada buruh memaksa menggelar unjukrasa berkapanjangan yang belum tentu menjawab persoalan tuntutan kalangan pekerja itu. “Kita mendukung upaya yang dilakukan buruh untuk menunut upah yang lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Karena berunjukrasa selama ini, belum menunjukkan hasil yang maksimal,” ujar Juliski.

Menurutnya, berunjukrasa merupakan bagian dari proses demokrasi dan kebebasan berpendapat bagi setiap warga Negara. Namun juga perlu dipertimbangkan, sebagai profesi yang mulia, pekerjaan utama sebagai pekerja juga tidak boleh diabaikan atau menjadi persoalan baru bagi buruh itu sendiri.

Sehingga selain upaya demonstrasi, menempuh jalur hukum untuk menuntut upah yang lebih tinggi melalui lembaga terkait, adalah satu hal yang patut didukung. “Daripada nanti terus berunjukrasa dan mgnganggu pekerjaan, juga perlu ada upaya lain seperti menempuh jalur hukum. Jadi perjuangan buruh juga bisa terlihat lebih elegan,” katanya.

Pun begitu, politisi PKPI ini berharap agar langkah hukum yang diambil para buruh tersebut bisa diselesaikan dan diputuskan dengan seadil-adilnya. Begitu juga dengan melibatkan serta menghadirkan semua pihak terkait dalam hal ini. “Kita harapkan pengadilan bisa memanggil semua pihak untuk diminta keterangan dan mengevaluasi dasar-dasar penetapan UMP dan UMK 2019,” sebutnya lagi.

Untuk lembaga hukum, Anggota Komisi E DPRD Sumut inipun berharap pihak yang mengadili, bisa lebih jernih malihat persoalan tuntutan buruh ini. Terutama tidak hanya memihak atau menitiberatkan kepada kepentingan modal saja. Begitu juga tentang waktu, agar dapat diputuskan dengan segera.

Sebelumnya, sejumlah elemen atau serikat buruh di Sumut bakal melayangkan gugatan ke Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Medan atas SK penetapan UMP dan UMK tersebut. Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan pihaknya siap menjadi motor penggerak bagi elemen serikat buruh lain di Sumut dalam hal gugatan ke PTUN soal SK penetapan UMP dan UMK 2019. “Kami akan mulai (permohonan gugatan ke PTUN) pada Desember mendatang. Sebab saat ini kami masih mengumpulkan data-data dan alat bukti terkait regulasi sebagai materi gugatan,” katanya menjawab Sumut Pos, Senin (26/11).

Dalam minggu ini, kata dia, pihaknya juga akan mengundang elemen buruh yang lain untuk menyatukan visi dan persepsi agar sama-sama berjuang menggugat penetapan upah murah buruh di Sumut ke PTUN. “Jadi gambaran kita Desember nanti kita sampaikan gugatan tersebut. Sekitar empat elemen buruh lainnya akan ikut bergabung bersama kami untuk melakukan gugatan,” katanya.

Keterlibatan elemen buruh atau serikat pekerja lain, sambung dia, sangat penting dalam rangka menguatkan gugatan nantinya. Sebab kalau cuma FSPMI saja yang mengajukan permohonan gugatan, diakui Willy bahwa hal tersebut menjadi sia-sia.

Willy juga menilai serikat buruh kali ini tidak kompak sehingga menyebabkan upah murah buruh di Sumut terjadi. Bahkan dirinya mengaku sering menyampaikan pernyataan tentang upah murah melalui media massa, yang kepanasan justru serikat buruh sendiri. “Harusnya kan pengusaha yang kepanasan, jadi sebenarnya upah murah ini juga kemauan dari elemen buruh sendiri. Kita duga mereka ikut membackup pengusaha,” cibirnya.

Dalam rentang waktu yang ada ini, pihaknya akan coba mematangkan komitmen dan materi gugatan bersama elemen buruh lain tersebut. Bukan tak mungkin jika respon dari elemen buruh lain tidak sevisi seperti FSPMI, maka niat melakukan gugatan tidak akan terwujud. “Gak akan ada gunanya kalau cuma kami saja yang menggugat. Kalau nanti akhirnya kawan-kawan tidak mau ikut, tentu gugatan akan kami batalkan,” pungkasnya. (prn/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/