25 C
Medan
Saturday, July 6, 2024

KPK Dukung Pembatalan Pengadaan Pin Emas DPRD

Pin Emas-Ilustrasi
Pin Emas-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pin atau lencana emas sebenarnya bukan termasuk barang yang menjadi hak anggota DPRD. Hal ini berbeda dengan pakaian dinas, yang memang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD.

Di PP tersebut, tak ada satu pun pasal yang mengatur mengenai pemberian pin emas. Sementara, untuk pakaian dinas, secara jelas diatur di pasal Pasal 21. Ayat (1) pasal 21 menyebutkan, “Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan pakaian dinas”. Berikutnya, pasal (2), bunyinya, “Standar satuan harga dan kualitas bahan pakaian dinas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah”.

Dengan acuan PP tersebut, langkah Walikota Medan Dzulmi Eldin yang memerintahkan Seketaris Dewan DPRD Medan Azwarlin agar membatalkan pengadaan pin emas untuk para wakil rakyat Kota Medan hasil pileg 9 April 2014, tidak melanggar aturan. Bahkan patut diapresiasi. Deputi Pencegahan KPK Iswan Hilmi, secara tidak langsung membenarkan langkah yang diambil Dzulmi Eldin.

Iswan mengatakan, memang sudah semestinya penggunaan uang rakyat tidak sembarangan dan mengacu pada ketentuan yang berlaku.”Kalau mau menjadi bangsa yang beradab, ya harus sesuai aturan,” ujar Iswan kepada koran ini kemarin. Namun, Iswan mengaku, pihaknya belum pernah mengeluarkan surat edaran kepada para kepala daerah yang berisi larangan membelanjakan uang APBD untuk pembelian pin emas anggota dewan.

“Saya belum pernah menangani itu (soal pin emas anggota DPRD, red). Gak tahu kalau yang lain ya,” ujar dia. Sementara itu, pimpinan KPK yang membidangi pencegahan, belum satu pun yang berhasil dimintai konfirmasi soal kabar adanya Surat Edaran KPK yang melarang kepala daerah menganggarkan pembelian pin emas anggota DPRD. Baik Busyro Muqadas maupun Adnan Pandu Praja, ponselnya tidak aktif.

 

HARGA TURUN JADI RP9 JUTA

Anggaran pengadaan lencana emas atau pin untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) sebesar Rp1,2 miliar yang diusulkan oleh pemerintah, mendapat banyak tanggapan miring dari masyarakat. Hal ini dikawatirkan akan menjadi kebiasaan buruk sebagai tanda perkenalan dengan jalan ‘suap’ untuk melancarkan segala urusan.

Meski begitu, nampaknya pimpinan DPRD Sumut tetap menyatakan pengadaan barang sebagai simbol kemewahan wakil rakyat tersebut merupakan kewajaran. Selama harga yang dikeluarkan sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan atau standarisasninya. Selain itu, hal ini juga telah menjadi semacam kebiasaan pemerintah sebagai bentuk penghargaan bagi anggota legislatif.

Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut H Ajib Shah, untuk pengadaan dua buah lencana emas tersebut, kemungkinan besar akan mengalami penurunan seiring dibukanya tender dan penyesuaian antara standarisasi dan harga yang berlaku dipasaran. Sehingga jika ada indikasi terjadinya mark up di situ, bisa dilihat dan dibandingkan apakah benar dan sesuai dengan standarnya.

“Kita akan lihat nanti apakah standard yang ditetapkan itu sudah sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Jika nanti tidak sesuai akan kita evaluasi. Tetapi kemungkinan harganya akan turun di bawah itu (Rp12 juta),” katanya, Kamis (28/8).

Senada dengan hal itu, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga mengatakan, pengawasan lebih baik difokuskan kepada kesesuaian daripada persoalan harga yang besar.

Sebab pemberian lencana emas ini sudah menjadi kebiasaan setiap periodesasi baru anggota dewan. Sehingga kemungkinan untuk merubah kebiasaan ini, cukup sulit. Apalagi sampai membatalkan rencana pengadaan dari bahan dasar emas seperti dilakukan oleh Pemrintah Kota (pemko) Medan.

“Saya fikir untuk membatalkannya itu sulit, karena sudah dianggarkan. Kalau sudah dianggarkan kan berarti masuk APBD. Jika dibatalkan nanti seolah APBD itu tidak terencana dengan baik. Sekarang bagaimana kita mengawasi kesesuaian harganya supaya tidak ada upaya mark up, atau bahkan terdengar saja kalau bisa jangan. Kita akan ingatkan itu pemenang tender nanti,” sebutnya.

Begitu juga rekannya, Muhammad Affan yang tidak mempersoalkan lagi tingginya harga yang berdasarkan pengajuan anggaran pengadaannya berada pada peringkat pertama tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Sehingga yagn paling tepat menurutnya hanya mengawasi bilamana pin tersebut sudah ada dan diberikan kepada anggota dewan. Sedangkan saat ini, pihaknya mengisyaratkan hanya menunggu hasil lelang melalui laman lpse.sumutprov.go.id dengan sistem online.

“Nanti setelah ada lencananya, baru kita bisa lihat sesuai nggak antara berat, jenis dan harganya. Kalau tidak sesuai, baru kita evaluasi,” ujarnya. Sementara saat dikofirmasi, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan mengatakan kemungkinan penurunan harga pengadaan lencana emas tersebut akan sampai pada angka Rp900 Juta-an. Dengan demikian, harga dua lencana untuk satu anggota dewan menjadi Rp9 juta-an. Harga ini diperkirakan berkurang hampir Rp3 juta. Kelebihan anggaran tersebut kemudian akan dikembalikan ke kas Pemprov Sumut.

“Gambaran saya itu nanti turunnya ke Rp9 jutaan. Kalau kita hitung harga emas sekarang itu, untuk 16 gram (dua pin) berkisar mencapai Rp8 juta. Tetapi kan ada pajak dan upah untuk pemenangn tender. Jadi pasti lebih lah dari situ. Mereka kan wajar dapat untung,” ujarnya.

Sedangkan ditanya soal dasar pengadaan pin dari emas tersebut, Randiman hanya mengatakan mereka mengajukan rencana itu karena kebiasaan di periode sebelumnya. Sedangkan untuk pemanfaatannya sendiri, pihaknya tidak memperhatika itu, sebab mereka tidak mau mengambil langkah diluar dari kebiasaan pemerintah selama ini kepada anggota parlemen. “Kita tidak melihat itu, memang dari sononya begitu. Itu kan kebijakan yang lama (sebelumnya). Sudah seperti itu, saya cuma menjalankan seperti yang lalu saja,” kilahnya.

Sedangkan disinggung mengenai pembatalan lencana emas oleh Pemko Medan berdasarkan surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti diberitakan, Randiman mengaku akan menjalankan apa yang diperintahkan. Namun sampai saat ini diakuinya belum ada surat seperti yang dimaksud, sehingga proses tender yang sedang berjalan, tidak akan dihentikan. “Belum ada surat dari KPK. Kalau ada nanti ya kita akan ikuti itu, bisa dibatalkan (tendernya),” tukasnya. (sam/deo)

Pin Emas-Ilustrasi
Pin Emas-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pin atau lencana emas sebenarnya bukan termasuk barang yang menjadi hak anggota DPRD. Hal ini berbeda dengan pakaian dinas, yang memang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD.

Di PP tersebut, tak ada satu pun pasal yang mengatur mengenai pemberian pin emas. Sementara, untuk pakaian dinas, secara jelas diatur di pasal Pasal 21. Ayat (1) pasal 21 menyebutkan, “Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan pakaian dinas”. Berikutnya, pasal (2), bunyinya, “Standar satuan harga dan kualitas bahan pakaian dinas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah”.

Dengan acuan PP tersebut, langkah Walikota Medan Dzulmi Eldin yang memerintahkan Seketaris Dewan DPRD Medan Azwarlin agar membatalkan pengadaan pin emas untuk para wakil rakyat Kota Medan hasil pileg 9 April 2014, tidak melanggar aturan. Bahkan patut diapresiasi. Deputi Pencegahan KPK Iswan Hilmi, secara tidak langsung membenarkan langkah yang diambil Dzulmi Eldin.

Iswan mengatakan, memang sudah semestinya penggunaan uang rakyat tidak sembarangan dan mengacu pada ketentuan yang berlaku.”Kalau mau menjadi bangsa yang beradab, ya harus sesuai aturan,” ujar Iswan kepada koran ini kemarin. Namun, Iswan mengaku, pihaknya belum pernah mengeluarkan surat edaran kepada para kepala daerah yang berisi larangan membelanjakan uang APBD untuk pembelian pin emas anggota dewan.

“Saya belum pernah menangani itu (soal pin emas anggota DPRD, red). Gak tahu kalau yang lain ya,” ujar dia. Sementara itu, pimpinan KPK yang membidangi pencegahan, belum satu pun yang berhasil dimintai konfirmasi soal kabar adanya Surat Edaran KPK yang melarang kepala daerah menganggarkan pembelian pin emas anggota DPRD. Baik Busyro Muqadas maupun Adnan Pandu Praja, ponselnya tidak aktif.

 

HARGA TURUN JADI RP9 JUTA

Anggaran pengadaan lencana emas atau pin untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) sebesar Rp1,2 miliar yang diusulkan oleh pemerintah, mendapat banyak tanggapan miring dari masyarakat. Hal ini dikawatirkan akan menjadi kebiasaan buruk sebagai tanda perkenalan dengan jalan ‘suap’ untuk melancarkan segala urusan.

Meski begitu, nampaknya pimpinan DPRD Sumut tetap menyatakan pengadaan barang sebagai simbol kemewahan wakil rakyat tersebut merupakan kewajaran. Selama harga yang dikeluarkan sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan atau standarisasninya. Selain itu, hal ini juga telah menjadi semacam kebiasaan pemerintah sebagai bentuk penghargaan bagi anggota legislatif.

Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut H Ajib Shah, untuk pengadaan dua buah lencana emas tersebut, kemungkinan besar akan mengalami penurunan seiring dibukanya tender dan penyesuaian antara standarisasi dan harga yang berlaku dipasaran. Sehingga jika ada indikasi terjadinya mark up di situ, bisa dilihat dan dibandingkan apakah benar dan sesuai dengan standarnya.

“Kita akan lihat nanti apakah standard yang ditetapkan itu sudah sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Jika nanti tidak sesuai akan kita evaluasi. Tetapi kemungkinan harganya akan turun di bawah itu (Rp12 juta),” katanya, Kamis (28/8).

Senada dengan hal itu, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga mengatakan, pengawasan lebih baik difokuskan kepada kesesuaian daripada persoalan harga yang besar.

Sebab pemberian lencana emas ini sudah menjadi kebiasaan setiap periodesasi baru anggota dewan. Sehingga kemungkinan untuk merubah kebiasaan ini, cukup sulit. Apalagi sampai membatalkan rencana pengadaan dari bahan dasar emas seperti dilakukan oleh Pemrintah Kota (pemko) Medan.

“Saya fikir untuk membatalkannya itu sulit, karena sudah dianggarkan. Kalau sudah dianggarkan kan berarti masuk APBD. Jika dibatalkan nanti seolah APBD itu tidak terencana dengan baik. Sekarang bagaimana kita mengawasi kesesuaian harganya supaya tidak ada upaya mark up, atau bahkan terdengar saja kalau bisa jangan. Kita akan ingatkan itu pemenang tender nanti,” sebutnya.

Begitu juga rekannya, Muhammad Affan yang tidak mempersoalkan lagi tingginya harga yang berdasarkan pengajuan anggaran pengadaannya berada pada peringkat pertama tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Sehingga yagn paling tepat menurutnya hanya mengawasi bilamana pin tersebut sudah ada dan diberikan kepada anggota dewan. Sedangkan saat ini, pihaknya mengisyaratkan hanya menunggu hasil lelang melalui laman lpse.sumutprov.go.id dengan sistem online.

“Nanti setelah ada lencananya, baru kita bisa lihat sesuai nggak antara berat, jenis dan harganya. Kalau tidak sesuai, baru kita evaluasi,” ujarnya. Sementara saat dikofirmasi, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan mengatakan kemungkinan penurunan harga pengadaan lencana emas tersebut akan sampai pada angka Rp900 Juta-an. Dengan demikian, harga dua lencana untuk satu anggota dewan menjadi Rp9 juta-an. Harga ini diperkirakan berkurang hampir Rp3 juta. Kelebihan anggaran tersebut kemudian akan dikembalikan ke kas Pemprov Sumut.

“Gambaran saya itu nanti turunnya ke Rp9 jutaan. Kalau kita hitung harga emas sekarang itu, untuk 16 gram (dua pin) berkisar mencapai Rp8 juta. Tetapi kan ada pajak dan upah untuk pemenangn tender. Jadi pasti lebih lah dari situ. Mereka kan wajar dapat untung,” ujarnya.

Sedangkan ditanya soal dasar pengadaan pin dari emas tersebut, Randiman hanya mengatakan mereka mengajukan rencana itu karena kebiasaan di periode sebelumnya. Sedangkan untuk pemanfaatannya sendiri, pihaknya tidak memperhatika itu, sebab mereka tidak mau mengambil langkah diluar dari kebiasaan pemerintah selama ini kepada anggota parlemen. “Kita tidak melihat itu, memang dari sononya begitu. Itu kan kebijakan yang lama (sebelumnya). Sudah seperti itu, saya cuma menjalankan seperti yang lalu saja,” kilahnya.

Sedangkan disinggung mengenai pembatalan lencana emas oleh Pemko Medan berdasarkan surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti diberitakan, Randiman mengaku akan menjalankan apa yang diperintahkan. Namun sampai saat ini diakuinya belum ada surat seperti yang dimaksud, sehingga proses tender yang sedang berjalan, tidak akan dihentikan. “Belum ada surat dari KPK. Kalau ada nanti ya kita akan ikuti itu, bisa dibatalkan (tendernya),” tukasnya. (sam/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/