30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Horas Tondi Madingin, Sai Horas Ma Hita Sudena…

Foto: Ken Girsang/JPNN Menkumham Yasona H Laoly menjabat tangan mantan Menkumham Amir Syamsuddin, usai menerima buku hasil kinerja Kemenkumham selama lima tahun terakhir.
Foto: Ken Girsang/JPNN
Menkumham Yasona H Laoly menjabat tangan mantan Menkumham Amir Syamsuddin, usai menerima buku hasil kinerja Kemenkumham selama lima tahun terakhir.

Pantun selamat datang berbahasa Batak Toba tersebut mengalir mengawali serah terima jabatan (sertijab) Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) dari Amir Syamsuddin kepada Yasonna Hamonangan Laoly, yang dilaksanakan di aula lantai dasar Gedung Kemenkumham, Jakarta, Senin (27/10) malam.

 

Laporan: Ken Girsang

 

Pantun mengalir tak hanya menyapa di pembukaan acara. Bahkan mewarnai hampir seluruh bagian kegiatan yang dimulai tepat sekitar Pukul 20.00 WIB tersebut. Tak pelak, tawa Yasonna terus mengembang sepanjang acara, berbaur gelak tawa ratusan undangan lain.

Antara lain Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Suhardi Alius, mantan Menkumham Amir Syamsuddin, Andi Mattalatta, Patrialis Akbar dan mantan Wakil Menkumham, Denny Indrayana, serta politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy.

Karena itu begitu tiba giliran menyampaikan sambutan, suami Elisye Widya Ketaren ini juga tak mau kalah. Meski mengakui pantunnya tak terlalu bagus, ia tetap berucap. Apalagi sebelumnya, Amir Syamsuddin juga ikut membacakan masing-masing dua bait pantun di awal dan di akhir kata sambutan.

Amir secara terang-terangan mengakui, pantun-pantu yang ia bacakan karya pembawa acara sertijab, Amir Arsyad Nasution.

“Saya akan coba sampaikan pantun, walaupun kurang sempurna. Karena kalau tahu bisa pesan seperti pak Amir, saya juga akan buat kope’an (contekan,red). Burung Irian burung Cenderawasih, terbang tinggi jauh sekali. Cukup sekian dan terima kasih, semoga kita bertemu kembali,” ujarnya sesaat setelah menyampaikan sambutan.

Mengawali sambutan sebelumnya, putera Sumatera Utara berdarah Nias ini mengakui kalau dirinya begitu sangat berbahagia ketika ditunjuk menjadi Menkumham oleh Presiden Joko Widodo. Karena walau bagaimana pun, salah satu impian terbesar seorang politisi, menurutnya adalah menjadi seorang menteri. Karena itu ia begitu bersyukur dan siap mengemban amanah yang dipercayakan.

“Saya adalah orang yang berpikir tugas lembaga pemasyarakatan adalah membina. Filosofinya tidak lagi pemenjaraan. Karena itu benar kata pak Andi (mantan Menkumham Andi Matalatta, Red) seharusnya ujung pemberian hukuman ada di Hakim. Jadi kemkumham tidak jadi bulan-bulanan publik,” katanya.

Yasonna mengungkapkan pandangan tersebut menanggapi pemberian remisi pada para narapidana yang banyak dikecam masyarakat belakangan ini. Padahal di satu sisi, undang-undang mengatur adanya pemberian remisi. Karena itu mau tidak mau, Kemkumham-lah yang menerima banyak kecaman. Dinilai tidak mendorong tegaknya penegakan hukum.

“Sekarang ini sudah tiba saatnya kita meletakkan porsi hukum secara benar. Sangat tidak baik pejabat Kumham kalau pada saat yang sama dalam lembaga pemasyarakatan, kita tak menempatkan HAM. Saya ajak teman-teman, mari kerjasama dan kerja keras. Karena kami kabinet kerja. Presiden mengatakan, kerja. Makanya lewat Sekjen Kemkumham, hari ini langsung saya minta gelar sertijab. Besok (Selasa, Red) rapat. Mari kita singsingkan lengan untuk bekerja,” katanya.

Secara khusus pria kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah, 27 Mei 1953 lalu ini, mengucapkan terima kasih pada mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan mantan Wamen Denny Indrayana, terkait peningkatan kinerja Kemkumham ada.

“Saya berbisik dengan wamen apakah masih ada narkoba (di dalam lapas)? Untuk hal tersebut saya minta kerjasama dengan Kabareskrim. Demikian juga terkait over tahanan di lapas-lapas yang ada. Kita harus lakukan terobosan. Sudah tiba saatnya kalau pemakai, pusat rehabilitas mungkin lebih diutamakan. Apalagi mereka orang kecil yang menjadi korban sindikat,” katanya.

Apa yang dikemukakan Yasona, sejalan dengan pandangan mantan Menkumham Andi Mattalatta yang secara terbuka mengatakan sangat kasihan melihat pemberitaan. Di mana pejabat kemkumham terus digebuki, terutama para sipir atas pemberian remisi yang selama ini diberikan pada para narapidana.

Sipir menurutnya bertugas melakukan pembinaan. Karena itu kalau memang kebijakan menghilangkan remisi minta dilakukan, seharusnya ditujukan ke Hakim saat menjatuhkan hukuman.

“Ngomong ke hakim, karena yang bisa menghilangkan remisi itu hanya undang-undang, hakim dan perlakuan napi. Ini harus disosialisasikan ke masyarakat walaupun tidak populer. Karena bagi sebagian orang, penjahat harus di hukum seberat-beratnya. Ini perlu dijelaskan,” katanya.

Kepada istri Yasonna, Andi secara khusus berpesan tetap tabah dan mendukung penuh suaminya itu dalam menjalankan tugas tanggung jawab yang ada. Karena tanggung jawab sebagai seorang menkumham cukup berat dan harus bekerja 24 jam dalam sehari.

“Jangan kaget kalau tiba-tiba napi kabur tengah malam. Maka mau tak mau harus segera ditangani,” katanya.

Andi yakin, Yasona akan mampu menjalankan tugas dengan baik sebagai Menkumham yang ke-34, melihat latar belakang yang begitu luarbiasa.

Tidak semata karena Yasonna menyandang gelar doktor di bidang hukum dari North Carolina State University Raleight, Amerika Serikat. Tapi lebih karena Yasona terbukti telah mengabdikan ilmu yang dimiliki mulai dari mengajar sebagai dosen di Fakultas Hukum HKBP Nommensen, hingga mengabdi sebagai anggota DPR yang melahirkan perundang-undangan.

Pandangan senada juga dikemukakan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Bahkan saking kenal dekat dengan Yasona, Patrialis mengaku tak ingin mengingatkan hal-hal apa saja yang perlu segera dikerjakan.

“Kenapa saya sangat hafal nama beliau, karena beliau bukan teman baru. Persahabatan kita cukup panjang. Saya dulu lima tahun bersama pak Laoly (di DPR, Red). Sehingga saya tahu betul siapa itu pak Laoly. Jadi kalau hari ini beliau menjabat Menkumham, itu sangat tepat. Karena beliau paham terhadap apa yang akan dilakukan di Kumham ini,” katanya. (*)

Foto: Ken Girsang/JPNN Menkumham Yasona H Laoly menjabat tangan mantan Menkumham Amir Syamsuddin, usai menerima buku hasil kinerja Kemenkumham selama lima tahun terakhir.
Foto: Ken Girsang/JPNN
Menkumham Yasona H Laoly menjabat tangan mantan Menkumham Amir Syamsuddin, usai menerima buku hasil kinerja Kemenkumham selama lima tahun terakhir.

Pantun selamat datang berbahasa Batak Toba tersebut mengalir mengawali serah terima jabatan (sertijab) Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) dari Amir Syamsuddin kepada Yasonna Hamonangan Laoly, yang dilaksanakan di aula lantai dasar Gedung Kemenkumham, Jakarta, Senin (27/10) malam.

 

Laporan: Ken Girsang

 

Pantun mengalir tak hanya menyapa di pembukaan acara. Bahkan mewarnai hampir seluruh bagian kegiatan yang dimulai tepat sekitar Pukul 20.00 WIB tersebut. Tak pelak, tawa Yasonna terus mengembang sepanjang acara, berbaur gelak tawa ratusan undangan lain.

Antara lain Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Suhardi Alius, mantan Menkumham Amir Syamsuddin, Andi Mattalatta, Patrialis Akbar dan mantan Wakil Menkumham, Denny Indrayana, serta politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy.

Karena itu begitu tiba giliran menyampaikan sambutan, suami Elisye Widya Ketaren ini juga tak mau kalah. Meski mengakui pantunnya tak terlalu bagus, ia tetap berucap. Apalagi sebelumnya, Amir Syamsuddin juga ikut membacakan masing-masing dua bait pantun di awal dan di akhir kata sambutan.

Amir secara terang-terangan mengakui, pantun-pantu yang ia bacakan karya pembawa acara sertijab, Amir Arsyad Nasution.

“Saya akan coba sampaikan pantun, walaupun kurang sempurna. Karena kalau tahu bisa pesan seperti pak Amir, saya juga akan buat kope’an (contekan,red). Burung Irian burung Cenderawasih, terbang tinggi jauh sekali. Cukup sekian dan terima kasih, semoga kita bertemu kembali,” ujarnya sesaat setelah menyampaikan sambutan.

Mengawali sambutan sebelumnya, putera Sumatera Utara berdarah Nias ini mengakui kalau dirinya begitu sangat berbahagia ketika ditunjuk menjadi Menkumham oleh Presiden Joko Widodo. Karena walau bagaimana pun, salah satu impian terbesar seorang politisi, menurutnya adalah menjadi seorang menteri. Karena itu ia begitu bersyukur dan siap mengemban amanah yang dipercayakan.

“Saya adalah orang yang berpikir tugas lembaga pemasyarakatan adalah membina. Filosofinya tidak lagi pemenjaraan. Karena itu benar kata pak Andi (mantan Menkumham Andi Matalatta, Red) seharusnya ujung pemberian hukuman ada di Hakim. Jadi kemkumham tidak jadi bulan-bulanan publik,” katanya.

Yasonna mengungkapkan pandangan tersebut menanggapi pemberian remisi pada para narapidana yang banyak dikecam masyarakat belakangan ini. Padahal di satu sisi, undang-undang mengatur adanya pemberian remisi. Karena itu mau tidak mau, Kemkumham-lah yang menerima banyak kecaman. Dinilai tidak mendorong tegaknya penegakan hukum.

“Sekarang ini sudah tiba saatnya kita meletakkan porsi hukum secara benar. Sangat tidak baik pejabat Kumham kalau pada saat yang sama dalam lembaga pemasyarakatan, kita tak menempatkan HAM. Saya ajak teman-teman, mari kerjasama dan kerja keras. Karena kami kabinet kerja. Presiden mengatakan, kerja. Makanya lewat Sekjen Kemkumham, hari ini langsung saya minta gelar sertijab. Besok (Selasa, Red) rapat. Mari kita singsingkan lengan untuk bekerja,” katanya.

Secara khusus pria kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah, 27 Mei 1953 lalu ini, mengucapkan terima kasih pada mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan mantan Wamen Denny Indrayana, terkait peningkatan kinerja Kemkumham ada.

“Saya berbisik dengan wamen apakah masih ada narkoba (di dalam lapas)? Untuk hal tersebut saya minta kerjasama dengan Kabareskrim. Demikian juga terkait over tahanan di lapas-lapas yang ada. Kita harus lakukan terobosan. Sudah tiba saatnya kalau pemakai, pusat rehabilitas mungkin lebih diutamakan. Apalagi mereka orang kecil yang menjadi korban sindikat,” katanya.

Apa yang dikemukakan Yasona, sejalan dengan pandangan mantan Menkumham Andi Mattalatta yang secara terbuka mengatakan sangat kasihan melihat pemberitaan. Di mana pejabat kemkumham terus digebuki, terutama para sipir atas pemberian remisi yang selama ini diberikan pada para narapidana.

Sipir menurutnya bertugas melakukan pembinaan. Karena itu kalau memang kebijakan menghilangkan remisi minta dilakukan, seharusnya ditujukan ke Hakim saat menjatuhkan hukuman.

“Ngomong ke hakim, karena yang bisa menghilangkan remisi itu hanya undang-undang, hakim dan perlakuan napi. Ini harus disosialisasikan ke masyarakat walaupun tidak populer. Karena bagi sebagian orang, penjahat harus di hukum seberat-beratnya. Ini perlu dijelaskan,” katanya.

Kepada istri Yasonna, Andi secara khusus berpesan tetap tabah dan mendukung penuh suaminya itu dalam menjalankan tugas tanggung jawab yang ada. Karena tanggung jawab sebagai seorang menkumham cukup berat dan harus bekerja 24 jam dalam sehari.

“Jangan kaget kalau tiba-tiba napi kabur tengah malam. Maka mau tak mau harus segera ditangani,” katanya.

Andi yakin, Yasona akan mampu menjalankan tugas dengan baik sebagai Menkumham yang ke-34, melihat latar belakang yang begitu luarbiasa.

Tidak semata karena Yasonna menyandang gelar doktor di bidang hukum dari North Carolina State University Raleight, Amerika Serikat. Tapi lebih karena Yasona terbukti telah mengabdikan ilmu yang dimiliki mulai dari mengajar sebagai dosen di Fakultas Hukum HKBP Nommensen, hingga mengabdi sebagai anggota DPR yang melahirkan perundang-undangan.

Pandangan senada juga dikemukakan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Bahkan saking kenal dekat dengan Yasona, Patrialis mengaku tak ingin mengingatkan hal-hal apa saja yang perlu segera dikerjakan.

“Kenapa saya sangat hafal nama beliau, karena beliau bukan teman baru. Persahabatan kita cukup panjang. Saya dulu lima tahun bersama pak Laoly (di DPR, Red). Sehingga saya tahu betul siapa itu pak Laoly. Jadi kalau hari ini beliau menjabat Menkumham, itu sangat tepat. Karena beliau paham terhadap apa yang akan dilakukan di Kumham ini,” katanya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/