25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

BNI Upayakan Jalur Hukum Kejar Pemblokir Jaminan

Kasus BNI SKM Medan

MEDAN- Kuasa hukum tiga terdakwa kasus jaminan kredit tidak terpasang di Bank BNI Sentra Kecil Menengah (SKM) Medan, menyatakan akan menempuh segala upaya hukum terhadap pihak pemblokir jaminan kredit atas nama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (PT BDL) ke BNI SKM Medan, berinisial MA. MA yang adalah Dirut PT Atakana ini, disebutnya sebagai pihak yang mengganggu pelaksanaan jaminan kredit PT BDL.

“Yang seharusnya bertanggung jawab atas perkara yang menjerat tiga terdakwa, yakni Radiyasto selaku Pimpinan BNI SKM Medan, Darul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan, adalah MA. Mengapa dia melakukan blokir dan apa alasannya? Untuk itu, kita akan lakukan segala upaya hukum. Begitu proses perkara di Aceh selesai, kita akan melakukan segala upaya hukum terhadapnya,” ujar kuasa hukum terdakwa BNI yakni Baso Fakhruddin dari SipLaw Firm Attorney and Counselors At Law Jakarta, usai persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (28/11). Sidang kemarin dengan agenda mendengarkan eksepsi pihak terdakwa atas dakwaan jaksa.

Baso menjelaskan, sebelumnya pihaknya telah mempertanyakan perihal pemblokiran yang dilakukan oleh MA atas jaminan kredit terpasang PT BDL di BNI SKM Medan. Namun jawaban yang diterima tidak jelas. Bahkan saat ini MA sangat sulit dihubungi.

“MA yang bertanggung jawab atas pemblokiran jaminan kredit itu. Sebab, pemilik saham PT Atakana Company Group lainnya (tiga orang lagi) justru membantah MA,” ujarnya.

Dipaparkannya, dakwaan jaksa pada sidang minggu lalu yang menyebutkan ketiga terdakwa telah melanggar ketentuan BNI melalui mekanisme pemberian kredit, sebenarnya tidak terbukti.

“Saya juga sampai hari ini belum menerima salinan audit BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara. Saya hanya melihatnya melalui surat dakwaan jaksa. Katanya klien kami merugikan negara Rp117,5 milar. Padahal Rp117,5 miliar itu ’kan jumlah nominal uang yang dicairkan BNI. Sementara ’kan ada jaminan dipasang, antara lain Hak Tanggungan atas SHGB No.02, fidusia-fidusia atas mesin, peralatan, persedian, inventory maupun Personal Guarantee dan Company Guarantee yang telah dibuat,” katanya.Menurutnya, jika HGU 102 yang total nilainya Rp69 miliar dikeluarkan dari daftar jaminan kredit PT BDL, harusnya perhitungan kerugian negara hanya Rp69 miliar. Karena 48,5 miliar lagi ada jaminan terpasangnya. “Kalau begitu perhitungannya baru saya percaya BPKP. Tetapi kalau begini, hitungannya dari mana?” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya lagi, dakwaan Jaksa juga ada erorr in persona. Jaksa menuliskan ketiga terdakwa sebagai pegawai Bank Nasional Indonesia. Padahal BNI adalah Bank Negara Indonesia. “Meskipun sepele, tetapi secara hukum bisa membuat kesalahan dalam penuntutan,” jelasnya.

Karena pokok perkara ini adalah murni perkara perdata, yang dapat diselesaikan secara keperdataan, menurut Baso, kasus ini seharusnya tidak masuk ranah pidana apalagi tipikor (tindak pidana korupsi). Apalagi gugatan perdata di Aceh telah memenangkan BNI.

“Sudah ada putusan perdata yang memenangkan BNI di Aceh untuk penjaminan HGU 102. Kalau sudah tereksekusi semua jaminan terpasang dan memenuhi total kredit, terus apanya yang bermasalah dan dianggap kerugian negara? Memang ini kasus perdata, dan sudah putus di Pengadilan Tinggi. Tinggal menunggu saja ini putusan kasasinya,” ungkapnya.

Untuk itu, dalam eksepsinya, Baso meminta majelis hakim menyatakan bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum dalam putusan sela. “Setelah mempelajari dakwaan jaksa penuntut umum, secara keseluruhan dan komprehensip, bisa disimpulkan bahwa apa yang didakwakan kepada para terdakwa bukanlah tindak pidana dan pokok perkara ini adalah murni perkara perdata yang hanya bisa diselesaikan secara keperdataan, Sehingga kami memohon agar pengadilan menyatakan dakwaan ini batal demi hukum,” katanya.

JPU Robinson Sitorus yang dimintai tanggapannya atas eksepsi yang diajukan terdakwa melalui penasehat hukumnya, mengaku apa yang dilakukan tim penasehat hukum terdakwa adalah hal yang wajar. “Wajar-wajar saja mereka ajukan eksepsi. Nanti akan kita tanggapi pada persidangan selanjutnya,” ungkapnya.

Usai mendengarkan eksepsi dari Penasehat Hukum ketiga terdakwa, Ketua Majelis Hakim Erwin Mangatas Malau menunda sidang untuk dilanjutkan pada Rabu depan, dengan agenda mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi PH terdakwa. (far)

Kasus BNI SKM Medan

MEDAN- Kuasa hukum tiga terdakwa kasus jaminan kredit tidak terpasang di Bank BNI Sentra Kecil Menengah (SKM) Medan, menyatakan akan menempuh segala upaya hukum terhadap pihak pemblokir jaminan kredit atas nama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (PT BDL) ke BNI SKM Medan, berinisial MA. MA yang adalah Dirut PT Atakana ini, disebutnya sebagai pihak yang mengganggu pelaksanaan jaminan kredit PT BDL.

“Yang seharusnya bertanggung jawab atas perkara yang menjerat tiga terdakwa, yakni Radiyasto selaku Pimpinan BNI SKM Medan, Darul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan, adalah MA. Mengapa dia melakukan blokir dan apa alasannya? Untuk itu, kita akan lakukan segala upaya hukum. Begitu proses perkara di Aceh selesai, kita akan melakukan segala upaya hukum terhadapnya,” ujar kuasa hukum terdakwa BNI yakni Baso Fakhruddin dari SipLaw Firm Attorney and Counselors At Law Jakarta, usai persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (28/11). Sidang kemarin dengan agenda mendengarkan eksepsi pihak terdakwa atas dakwaan jaksa.

Baso menjelaskan, sebelumnya pihaknya telah mempertanyakan perihal pemblokiran yang dilakukan oleh MA atas jaminan kredit terpasang PT BDL di BNI SKM Medan. Namun jawaban yang diterima tidak jelas. Bahkan saat ini MA sangat sulit dihubungi.

“MA yang bertanggung jawab atas pemblokiran jaminan kredit itu. Sebab, pemilik saham PT Atakana Company Group lainnya (tiga orang lagi) justru membantah MA,” ujarnya.

Dipaparkannya, dakwaan jaksa pada sidang minggu lalu yang menyebutkan ketiga terdakwa telah melanggar ketentuan BNI melalui mekanisme pemberian kredit, sebenarnya tidak terbukti.

“Saya juga sampai hari ini belum menerima salinan audit BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara. Saya hanya melihatnya melalui surat dakwaan jaksa. Katanya klien kami merugikan negara Rp117,5 milar. Padahal Rp117,5 miliar itu ’kan jumlah nominal uang yang dicairkan BNI. Sementara ’kan ada jaminan dipasang, antara lain Hak Tanggungan atas SHGB No.02, fidusia-fidusia atas mesin, peralatan, persedian, inventory maupun Personal Guarantee dan Company Guarantee yang telah dibuat,” katanya.Menurutnya, jika HGU 102 yang total nilainya Rp69 miliar dikeluarkan dari daftar jaminan kredit PT BDL, harusnya perhitungan kerugian negara hanya Rp69 miliar. Karena 48,5 miliar lagi ada jaminan terpasangnya. “Kalau begitu perhitungannya baru saya percaya BPKP. Tetapi kalau begini, hitungannya dari mana?” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya lagi, dakwaan Jaksa juga ada erorr in persona. Jaksa menuliskan ketiga terdakwa sebagai pegawai Bank Nasional Indonesia. Padahal BNI adalah Bank Negara Indonesia. “Meskipun sepele, tetapi secara hukum bisa membuat kesalahan dalam penuntutan,” jelasnya.

Karena pokok perkara ini adalah murni perkara perdata, yang dapat diselesaikan secara keperdataan, menurut Baso, kasus ini seharusnya tidak masuk ranah pidana apalagi tipikor (tindak pidana korupsi). Apalagi gugatan perdata di Aceh telah memenangkan BNI.

“Sudah ada putusan perdata yang memenangkan BNI di Aceh untuk penjaminan HGU 102. Kalau sudah tereksekusi semua jaminan terpasang dan memenuhi total kredit, terus apanya yang bermasalah dan dianggap kerugian negara? Memang ini kasus perdata, dan sudah putus di Pengadilan Tinggi. Tinggal menunggu saja ini putusan kasasinya,” ungkapnya.

Untuk itu, dalam eksepsinya, Baso meminta majelis hakim menyatakan bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum dalam putusan sela. “Setelah mempelajari dakwaan jaksa penuntut umum, secara keseluruhan dan komprehensip, bisa disimpulkan bahwa apa yang didakwakan kepada para terdakwa bukanlah tindak pidana dan pokok perkara ini adalah murni perkara perdata yang hanya bisa diselesaikan secara keperdataan, Sehingga kami memohon agar pengadilan menyatakan dakwaan ini batal demi hukum,” katanya.

JPU Robinson Sitorus yang dimintai tanggapannya atas eksepsi yang diajukan terdakwa melalui penasehat hukumnya, mengaku apa yang dilakukan tim penasehat hukum terdakwa adalah hal yang wajar. “Wajar-wajar saja mereka ajukan eksepsi. Nanti akan kita tanggapi pada persidangan selanjutnya,” ungkapnya.

Usai mendengarkan eksepsi dari Penasehat Hukum ketiga terdakwa, Ketua Majelis Hakim Erwin Mangatas Malau menunda sidang untuk dilanjutkan pada Rabu depan, dengan agenda mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi PH terdakwa. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/