32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Lulusan Bergaji Dolar, Yakin Tetap Diminati

Gedung STIP di Jakarta Utara.
Gedung STIP di Jakarta Utara.

Sama-sama perguruan tinggi kedinasan, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) punya kesamaan dengan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Nuansa semimiliter begitu kental di dua kampus.

 

Para mahasiswanya pun harus kompak mengayunkan kaki kanan-kiri saat berjalan bersama. Tradisi yunior patuh pada senior juga sama-sama dipelihara. Bedanya, IPDN berkampus pusat di Jatinangor, Jabar, yang relatif sejuk. Sedang kampus STIP berada di kawasan panas, dekat pantai Marunda, Jakarta Utara.

Perbedaan lain terletak pada pembiayaan dan pekerjaan begitu kelar kuliah. STIP, meski berlabel sebagai perguruan tinggi kedinasan di bawah kemenhub, para orang tua mahasiswanya harus tetap mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sedang IPDN biaya perkuliahan ditanggung masing-masing pemda yang mengirimnya.

Ambil contoh untuk semester genap tahun ajaran 2013/2014 ini, taruna STIP harus mengeluarkan dana Rp6.715.000. Uang ini untuk biaya pendidikan (Rp1.565.000), makan dan mencuci (Rp4.800.000), tes narkoba (Rp200.000), dan asuransi (Rp150 ribu).

Biaya sebesar itu sama untuk tiga jurusan, yakni Nautika, Teknika, dan Ketatalaksanaan dan Kepelabuhan (KALK). Namun, baya itu belum termasuk ongkos ujian ulangan (Rp90 ribu/mata kuliah), semester pendek (Rp600 ribu/mata kuliah), dan ujian kompetensi (Rp125 ribu/mata kuliah).

Berbeda dengan alumni IPDN yang terikat dan pasti menjadi CPNS, alumni STIP bisa ikut tes CPNS dan TNI/Polri, serta bisa juga ke perusahaan-perusahaan swasta, terutama bidang pelayaran, perhotelan, termasuk industri bidang permesinan.

“Meski tidak gratis, namun yang pintar-pintar mendapat beasiswa. Begitu lulus, dijamin tidak ada yang nganggur. Belum lulus pun banyak tawaran yang masuk. Mayoritas kerja di perusahaan-perusahaan pelayaran swasta luar negeri, gajinya pakai dollar,” ujar Jubir Kemenhub, JA Barata, kepada Sumut Pos, kemarin.

Karena itu, dia yakin, dengan kasus tewasnya Dimas Handoko, yang dihajar para seniornya, tidak akan menyurutkan minat masyarakat untuk menimba ilmu di STIP. Telebih, lanjutnya, aksi kekesaran yang menimpa Dimas dan enam rekannya asal Medan, terjadi di luar kampus.

“Kalau di kampus, kita sudah antisipasi, kita cegah jangan sampai ada aksi kekerasan senior ke yuniornya. Tapi kali ini terjadi di luar kampus. Kami sedih,” ujar Barata.

Dikatakan, jarak barak tempat menginap taruna tingkat satu dengan tingkat atasnya, sudah dipisahkan jarak berupa lapangan. “Begitu ada senior yang lewat, akan ketahuan pengawas. Tempat makan juga sudah kita pisah, tempat kegiatan juga kita pisah. Kita sudah berupaya maksimal agar budaya lama tak ada lagi. Tapi malah terjadi di kos-kosan,” kata Barata.

Karenanya, lanjut Barata, kejadian tragis yang pelaku dan korbannya semua asal Medan ini, akan dijadikan bahan pelajaran berharga. Senin (28/4), belasan ortu mahasiswa STIP yang berasal dari sekitar Jabodetabek, datang ke kampus minta jaminan anak-anaknya selamat. Rencananya, akan ada pertemuan lagi antara pihak kampus dengan seluruh ortu mahasiswa.

“Kita akan sampaikan ke para orangtua mahasiswa, tolong kalau ada keluhan anaknya, misalnya diperlakukan kasar seniornya, cepat-cepat lapor ke pihak kampus. Karena kalau berharap anaknya sendiri yang lapor ke kampus, rasanya masih sulit,” ujar Barata.

Sebuah cerita didapat koran ini dari sumber dari internal STIP. Saat jenazah Dimas diantar ke rumah duka, Jalan Jawa Gang 3, Medan, Sabtu pekan lalu, perwakilan STIP yang ikut mengantar hingga ke rumah tersebut, sedih dan menahan tangis.

“Sedih karena rupanya antara keluarga korban dengan keluarga pelaku, mereka sudah saling kenal. Bahkan, ada yang kerjanya satu kantor. Kenapa bisa seperti ini,” ujar sumber, yang tak mau ditulis namanya. Dia juga enggan menyebut, keluarga siapa dengan keluarga siapa yang sudah saling kenal itu. (sam/rbb)

Gedung STIP di Jakarta Utara.
Gedung STIP di Jakarta Utara.

Sama-sama perguruan tinggi kedinasan, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) punya kesamaan dengan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Nuansa semimiliter begitu kental di dua kampus.

 

Para mahasiswanya pun harus kompak mengayunkan kaki kanan-kiri saat berjalan bersama. Tradisi yunior patuh pada senior juga sama-sama dipelihara. Bedanya, IPDN berkampus pusat di Jatinangor, Jabar, yang relatif sejuk. Sedang kampus STIP berada di kawasan panas, dekat pantai Marunda, Jakarta Utara.

Perbedaan lain terletak pada pembiayaan dan pekerjaan begitu kelar kuliah. STIP, meski berlabel sebagai perguruan tinggi kedinasan di bawah kemenhub, para orang tua mahasiswanya harus tetap mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sedang IPDN biaya perkuliahan ditanggung masing-masing pemda yang mengirimnya.

Ambil contoh untuk semester genap tahun ajaran 2013/2014 ini, taruna STIP harus mengeluarkan dana Rp6.715.000. Uang ini untuk biaya pendidikan (Rp1.565.000), makan dan mencuci (Rp4.800.000), tes narkoba (Rp200.000), dan asuransi (Rp150 ribu).

Biaya sebesar itu sama untuk tiga jurusan, yakni Nautika, Teknika, dan Ketatalaksanaan dan Kepelabuhan (KALK). Namun, baya itu belum termasuk ongkos ujian ulangan (Rp90 ribu/mata kuliah), semester pendek (Rp600 ribu/mata kuliah), dan ujian kompetensi (Rp125 ribu/mata kuliah).

Berbeda dengan alumni IPDN yang terikat dan pasti menjadi CPNS, alumni STIP bisa ikut tes CPNS dan TNI/Polri, serta bisa juga ke perusahaan-perusahaan swasta, terutama bidang pelayaran, perhotelan, termasuk industri bidang permesinan.

“Meski tidak gratis, namun yang pintar-pintar mendapat beasiswa. Begitu lulus, dijamin tidak ada yang nganggur. Belum lulus pun banyak tawaran yang masuk. Mayoritas kerja di perusahaan-perusahaan pelayaran swasta luar negeri, gajinya pakai dollar,” ujar Jubir Kemenhub, JA Barata, kepada Sumut Pos, kemarin.

Karena itu, dia yakin, dengan kasus tewasnya Dimas Handoko, yang dihajar para seniornya, tidak akan menyurutkan minat masyarakat untuk menimba ilmu di STIP. Telebih, lanjutnya, aksi kekesaran yang menimpa Dimas dan enam rekannya asal Medan, terjadi di luar kampus.

“Kalau di kampus, kita sudah antisipasi, kita cegah jangan sampai ada aksi kekerasan senior ke yuniornya. Tapi kali ini terjadi di luar kampus. Kami sedih,” ujar Barata.

Dikatakan, jarak barak tempat menginap taruna tingkat satu dengan tingkat atasnya, sudah dipisahkan jarak berupa lapangan. “Begitu ada senior yang lewat, akan ketahuan pengawas. Tempat makan juga sudah kita pisah, tempat kegiatan juga kita pisah. Kita sudah berupaya maksimal agar budaya lama tak ada lagi. Tapi malah terjadi di kos-kosan,” kata Barata.

Karenanya, lanjut Barata, kejadian tragis yang pelaku dan korbannya semua asal Medan ini, akan dijadikan bahan pelajaran berharga. Senin (28/4), belasan ortu mahasiswa STIP yang berasal dari sekitar Jabodetabek, datang ke kampus minta jaminan anak-anaknya selamat. Rencananya, akan ada pertemuan lagi antara pihak kampus dengan seluruh ortu mahasiswa.

“Kita akan sampaikan ke para orangtua mahasiswa, tolong kalau ada keluhan anaknya, misalnya diperlakukan kasar seniornya, cepat-cepat lapor ke pihak kampus. Karena kalau berharap anaknya sendiri yang lapor ke kampus, rasanya masih sulit,” ujar Barata.

Sebuah cerita didapat koran ini dari sumber dari internal STIP. Saat jenazah Dimas diantar ke rumah duka, Jalan Jawa Gang 3, Medan, Sabtu pekan lalu, perwakilan STIP yang ikut mengantar hingga ke rumah tersebut, sedih dan menahan tangis.

“Sedih karena rupanya antara keluarga korban dengan keluarga pelaku, mereka sudah saling kenal. Bahkan, ada yang kerjanya satu kantor. Kenapa bisa seperti ini,” ujar sumber, yang tak mau ditulis namanya. Dia juga enggan menyebut, keluarga siapa dengan keluarga siapa yang sudah saling kenal itu. (sam/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/