25 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

PTM Jaga Kesehatan Jiwa Anak-anak

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Potensi memudarnya capaian belajar (learning loss) dan memburuknya kesehatan psikis anak-anak Indonesia akan semakin besar, jika pembelajaran jarak jauh (PJJ) terus berlangsung. Karenanya, pemerintah terus mendorong terselenggaranya pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat dan strategi pengendalian Covid-19 di sekolah.

“Anak-anak kita kemungkinan besar kehilangan antara 0,8 sampai 1,2 tahun pembelajaran. Jadi seolah-olah satu generasi kehilangan hampir setahun pembelajaran di masa ini,” ungkap Nadiem, dikutip dari laman Kemendikbudristek, Rabu (29/9).

Nadiem menambahkan, banyak anak-anak yang terdampak kesehatan jiwanya akibat pandemi. “Banyak anak-anak kita yang kesepian dan trauma dengan situasi ini. Begitu juga dengan orang tuanya,” katanya.

Mendikbudristek memaparkan, sejak tahun 2020 pihaknya terus melakukan advokasi ke berbagai daerah yang telah dapat menggelar PTM terbatas untuk segera menyelenggarakan dengan persiapan yang matang dan sistem pengendalian yang baik. “Sudah 40 persen sekolah mulai tatap muka terbatas, tapi ini angkanya masih kecil. Kalau tidak mau makin ketinggalan, kita harus tatap muka dengan protokol kesehatan teraman yang bisa dilakukan,” terangnya.

Nadiem menyampaikan, sekolah wajib memahami dan menaati panduan PTM terbatas yang tertuang di dalam Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019. “Kita harus terus waspada akan penyebaran Covid-19 dan memastikan protokol kesehatan tetap terjaga. Namun, kita juga harus memerhatikan dampak permanen PJJ yang mengkhawatirkan. Kebutuhan PTM sangat besar dan ini harus dimengerti. Sebanyak 80-85% murid-murid ingin kembali ke sekolah kembali tatap muka,” ujarnya

Random Sampling saat PTM

Menurut Nadiem, Kemendikbudristek bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan pengendalian dan pengawasan lebih ketat dalam PTM terbatas. Salah satunya adalah dengan melakukan random sampling. “Kedepannya untuk menambahkan level kontrol kita untuk memastikan ini tidak meningkatkan risiko penularan lebih tinggi, ada berbagai macam inisiatif yang sedang dilaksanakan oleh Kemekes, oleh kita,” kata Nadiem.

Salah satunya adalah dengan melakukan random sampling. Dengan hal ini, Nadiem meyakini bisa mencehah adanya klaster penularan Covid-19 di satuan pendidikan Tanah Air. “Contohnya rencana baru untuk melakukan sampling dari secara regular kepada sekolah-sekolah. Jadi kita proaktif akan mengetahui,” tambah dia.

Jadi publik, terutama orang tua tidak perlu khawatir akan hal tersebut. Apalagi jika mendengar berita miring soal PTM, sebab pihaknya akan segera menindaklanjuti hal tersebut. “Kita tak perlu stres dengan mendengar berita-berita yang terus lumayan heboh ternyata waktu dicari-cari, digali-gali lagi, oh ternyata ada 1 heboh ternyata asrama, bukan sekolah. Gak ada hubungannya sama PTM. Penyebarannya di asrama,” imbuhnya.

Ia juga turut memberikan penjelasan apabila terjadi klaster Covid-19 di satuan pendidikan, sekolah yang bersangkutan yang ditutup, bukan daerahnya. Sebab jika daerah hal itu akan mengganggu sekolah lain mengejar ketertinggalan akibat pandemi. “Kalau misalnya ada klaster ketemu atau ada yang terkena infeksi, ada SOP-nya. Sekolahnya saja, sekarang sudah bukan jaman lagi menutup daerah sekolah,” pungkas Nadiem.

Nadiem menuturkan, terkait penularan hal itu bisa diminimalisasi apabila mematuhi protokol kesehatan. “Semua SOP dan peraturan sudah sangat jelas, nggak pernah berubah. Prokes untuk sekolah yang melakukan PTM itu sudah sangat jelas, sekarang tinggal diikutin aja di SKB 4 Menteri-nya,” terangnya.

“SKB 4 Menteri sudah sangat jelas mengatur standarnya pakai masker, nggak boleh ada makan-makan, kumpul di kantin, dan lain-lain,” sambungnya.

Nadiem pun menyadari bahwa munculnya klaster Covid-19 sekolah mungkin saja terjadi, khususnya di PPKM level 4 yang penyebarannya masih tinggi. Ditegaskan lagi, jika ada klaster di sekolah, bukan daerah yang ditutup. “Tentunya kalau kita masuk level 4 masih ada kemungkinan (klaster), tapi saat ini kemungkinannya lumayan kecil dan kita harus menyadari kedepannya, kalau mau tutup, tutup sekolah ya, hanya individu sekolah mulai sekaeang, udah ga bisa lagi (tutup daerah),” tandas dia.

Dorong Perguruan Tinggi Gelar PTM Terbatas

Terpisah, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan, pemerintah mendorong agar perguruan tinggi di wilayah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 hingga 3 juga bisa segera menggelar PTM terbatas. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Kemendikbudristek Nomor 4/2021 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Tahun Akademik 2021/2022 yang terbit pada tanggal 13 September lalu.

Wiku menuturkan alasan pemerintah mendorong agar perguruan tinggi segera melaksanakan PTM terbatas adalah demi menekan risiko learning loss atau menurunnya kemampuan belajar mahasiswa, serta menjaga kualitas pembelajaran mahasiswa. Namun, ia juga menekankan apabila ditemukan kasus positif Covid-19, maka harus menghentikan sementara aktivitas PTM di area terkonfirmasi.

Wiku pun lantas memberikan 4 aturan teknis kepada perguruan tinggi yang akan melaksanakan PTM terbatas. Adapun aturan itu adalah kampus diharapkan menyediakan sarana sanitasi, mengurangi tempat berkumpul tertutup dan menimbulkan kerumunan.

Kedua, seluruh pihak terlibat, baik pengajar maupun peserta didik dan individual lainnya yang berada di lingkungan kampus, wajib menggunakan masker dan menjaga jarak. Ketiga, kapasitas maksimal per kelas adalah 50 persen. Keempat, Satgas mendorong agar kampus juga membentuk Satgas Covid-19 tingkat kampus demi menjaga kelancaran dan keamanan poses belajar mengajar.

Wiku memaparkan tugas Satgas Covid-19 tingkatan kampus adalah mendisiplinkan penerapan protokol kesehatan, menerbitkan pedoman aktivitas kampus menyediakan ruang isolasi sementara dan dukungan tindakan kedaruratan bagi civitas akademika kampus. Selain itu juga memastikan kondisi kesehatan mahasiswa. “Serta memastikan mahasiswa dari luar daerah dalam keadaan sehat dan telah melakukan karantina mandiri 14 hari atau tes swab,” papar Wiku. (bbs)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Potensi memudarnya capaian belajar (learning loss) dan memburuknya kesehatan psikis anak-anak Indonesia akan semakin besar, jika pembelajaran jarak jauh (PJJ) terus berlangsung. Karenanya, pemerintah terus mendorong terselenggaranya pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat dan strategi pengendalian Covid-19 di sekolah.

“Anak-anak kita kemungkinan besar kehilangan antara 0,8 sampai 1,2 tahun pembelajaran. Jadi seolah-olah satu generasi kehilangan hampir setahun pembelajaran di masa ini,” ungkap Nadiem, dikutip dari laman Kemendikbudristek, Rabu (29/9).

Nadiem menambahkan, banyak anak-anak yang terdampak kesehatan jiwanya akibat pandemi. “Banyak anak-anak kita yang kesepian dan trauma dengan situasi ini. Begitu juga dengan orang tuanya,” katanya.

Mendikbudristek memaparkan, sejak tahun 2020 pihaknya terus melakukan advokasi ke berbagai daerah yang telah dapat menggelar PTM terbatas untuk segera menyelenggarakan dengan persiapan yang matang dan sistem pengendalian yang baik. “Sudah 40 persen sekolah mulai tatap muka terbatas, tapi ini angkanya masih kecil. Kalau tidak mau makin ketinggalan, kita harus tatap muka dengan protokol kesehatan teraman yang bisa dilakukan,” terangnya.

Nadiem menyampaikan, sekolah wajib memahami dan menaati panduan PTM terbatas yang tertuang di dalam Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019. “Kita harus terus waspada akan penyebaran Covid-19 dan memastikan protokol kesehatan tetap terjaga. Namun, kita juga harus memerhatikan dampak permanen PJJ yang mengkhawatirkan. Kebutuhan PTM sangat besar dan ini harus dimengerti. Sebanyak 80-85% murid-murid ingin kembali ke sekolah kembali tatap muka,” ujarnya

Random Sampling saat PTM

Menurut Nadiem, Kemendikbudristek bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan pengendalian dan pengawasan lebih ketat dalam PTM terbatas. Salah satunya adalah dengan melakukan random sampling. “Kedepannya untuk menambahkan level kontrol kita untuk memastikan ini tidak meningkatkan risiko penularan lebih tinggi, ada berbagai macam inisiatif yang sedang dilaksanakan oleh Kemekes, oleh kita,” kata Nadiem.

Salah satunya adalah dengan melakukan random sampling. Dengan hal ini, Nadiem meyakini bisa mencehah adanya klaster penularan Covid-19 di satuan pendidikan Tanah Air. “Contohnya rencana baru untuk melakukan sampling dari secara regular kepada sekolah-sekolah. Jadi kita proaktif akan mengetahui,” tambah dia.

Jadi publik, terutama orang tua tidak perlu khawatir akan hal tersebut. Apalagi jika mendengar berita miring soal PTM, sebab pihaknya akan segera menindaklanjuti hal tersebut. “Kita tak perlu stres dengan mendengar berita-berita yang terus lumayan heboh ternyata waktu dicari-cari, digali-gali lagi, oh ternyata ada 1 heboh ternyata asrama, bukan sekolah. Gak ada hubungannya sama PTM. Penyebarannya di asrama,” imbuhnya.

Ia juga turut memberikan penjelasan apabila terjadi klaster Covid-19 di satuan pendidikan, sekolah yang bersangkutan yang ditutup, bukan daerahnya. Sebab jika daerah hal itu akan mengganggu sekolah lain mengejar ketertinggalan akibat pandemi. “Kalau misalnya ada klaster ketemu atau ada yang terkena infeksi, ada SOP-nya. Sekolahnya saja, sekarang sudah bukan jaman lagi menutup daerah sekolah,” pungkas Nadiem.

Nadiem menuturkan, terkait penularan hal itu bisa diminimalisasi apabila mematuhi protokol kesehatan. “Semua SOP dan peraturan sudah sangat jelas, nggak pernah berubah. Prokes untuk sekolah yang melakukan PTM itu sudah sangat jelas, sekarang tinggal diikutin aja di SKB 4 Menteri-nya,” terangnya.

“SKB 4 Menteri sudah sangat jelas mengatur standarnya pakai masker, nggak boleh ada makan-makan, kumpul di kantin, dan lain-lain,” sambungnya.

Nadiem pun menyadari bahwa munculnya klaster Covid-19 sekolah mungkin saja terjadi, khususnya di PPKM level 4 yang penyebarannya masih tinggi. Ditegaskan lagi, jika ada klaster di sekolah, bukan daerah yang ditutup. “Tentunya kalau kita masuk level 4 masih ada kemungkinan (klaster), tapi saat ini kemungkinannya lumayan kecil dan kita harus menyadari kedepannya, kalau mau tutup, tutup sekolah ya, hanya individu sekolah mulai sekaeang, udah ga bisa lagi (tutup daerah),” tandas dia.

Dorong Perguruan Tinggi Gelar PTM Terbatas

Terpisah, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan, pemerintah mendorong agar perguruan tinggi di wilayah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 hingga 3 juga bisa segera menggelar PTM terbatas. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Kemendikbudristek Nomor 4/2021 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Tahun Akademik 2021/2022 yang terbit pada tanggal 13 September lalu.

Wiku menuturkan alasan pemerintah mendorong agar perguruan tinggi segera melaksanakan PTM terbatas adalah demi menekan risiko learning loss atau menurunnya kemampuan belajar mahasiswa, serta menjaga kualitas pembelajaran mahasiswa. Namun, ia juga menekankan apabila ditemukan kasus positif Covid-19, maka harus menghentikan sementara aktivitas PTM di area terkonfirmasi.

Wiku pun lantas memberikan 4 aturan teknis kepada perguruan tinggi yang akan melaksanakan PTM terbatas. Adapun aturan itu adalah kampus diharapkan menyediakan sarana sanitasi, mengurangi tempat berkumpul tertutup dan menimbulkan kerumunan.

Kedua, seluruh pihak terlibat, baik pengajar maupun peserta didik dan individual lainnya yang berada di lingkungan kampus, wajib menggunakan masker dan menjaga jarak. Ketiga, kapasitas maksimal per kelas adalah 50 persen. Keempat, Satgas mendorong agar kampus juga membentuk Satgas Covid-19 tingkat kampus demi menjaga kelancaran dan keamanan poses belajar mengajar.

Wiku memaparkan tugas Satgas Covid-19 tingkatan kampus adalah mendisiplinkan penerapan protokol kesehatan, menerbitkan pedoman aktivitas kampus menyediakan ruang isolasi sementara dan dukungan tindakan kedaruratan bagi civitas akademika kampus. Selain itu juga memastikan kondisi kesehatan mahasiswa. “Serta memastikan mahasiswa dari luar daerah dalam keadaan sehat dan telah melakukan karantina mandiri 14 hari atau tes swab,” papar Wiku. (bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/