26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Lapangan Bola Jadi Komplek Ruko, Warga dan Preman Bentrok

MEDAN-Puluhan warga Jalan Pringgan Dusun VI Pondok Seng, Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, bentrok dengan sejumlah preman suruhan pengusaha developer, Selasa (29/11) pagi. Bentrok mengakibatkan lima warga terluka dan satu kendaraan milik preman dibakar.

Bentrok terjadi akibat aksi warga menolak pemagaran lapangan bola seluas 1 hektare di dusun tersebut oleh pengusaha developer, yang hendak membangun komplek ruko (rumah toko). Protes masyarakat lantas ditandingi pengusaha developer dengan mengerahkan tenaga preman. Dengan menggunakan batu dan kayu, preman suruhan pengusaha itu lantas memukul mundur warga.

Tak terima, warga yang awalnya berharap mendapat perlindungan dari puluhan petugas polisi yang berjaga di sekitar lokasi pun memberikan perlawanan. Malang, warga yang kebanyakan kaum ibu itu harus lari karena tak mau ambil risiko.

Menurut keterangan, Sopian Abas (47), seorang warga yang mengalami dagu koyak akibat terkena lemparan batu yang ditemui di lokasi bentrokan mengaku sejatinya aksi mereka untuk menghalangi truk yang membawa material pemagaran lapangan bola. “Jelas kami kecewa sama polisi. Masa warga dikeroyok, polisi diam saja. Apalagi warga kan banyak ibu-ibu, masa polisi enggak punya perasaan,” kesal warga Dusun VI Pondok Jalan Pringgan Desan Helvetia Kecamatan Medan Sunggal itu.

Satria (25), juga kena lemparan batu dada hingga lembam, sedangkan tiga warga yang belum diketahui identitasnya juga turut menjadi korban keganasan oknum preman.

Protes pemagaran lapangan bola tersebut menurut Sopian bukan tanpa alasan. Sepengetahuan mereka tanah tersebut telah dihibahkan kepada warga untuk sarana olahraga masyarakat. “Lapangan itu sudah ada sejak tahun 60-an, dan lapangan itu dijadikan tempat bermain anak-anak. Malah sering dijadikan tempat ibadah, seperti Salat Idul Fitri dan Idul Adha,” bebernya sambil memperlihatkan bekas luka di bagian pundak.

Sopian malah menuding pihak develover salah alamat menembokan tanah lapang. “Mereka sudah salah. Karena surat yang pernah diberitahu kepada kami bahwa alamat tanahnya bukan di sini, melainkan di daerah Labuhan Deli,” ucapnya.

Kepala Desa Helvetia, Petrus M Sinurat yang ditemui menyebutkan status tanah tersebut sudah dijual oleh PTPN IX sejak tahun 1990, seluas 17 hektar. “Mereka sudah beli sama PTPN, makanya mereka berani membuat pagar. Namun kita sudah membuat surat ke BPN tentang masalah ini,” terang kepala desa.

Kapolsekta Medan Sunggal AKP Budi Hendrawan menyebutkan, pihaknya kekurangan personel sehingga tak mampu mencegah bentrokan yang berlangsung selama 30 menit itu. Kericuhan baru berakhir setelah aparat keamanan mendapat bantuan dari Brimob Polda Sumut.

Budi menyebutkan sebenarnya tanah itu sudah resmi dibeli seorang pengusaha bernama Mujianto dari PTPN II. Namun warga yang selama ini memanfaatkan tanah itu sebagai sarana bermain dan olahraga merasa keberatan, sehingga kerap terlibat konflik dengan pihak Mujianto. “Ini yang ketujuh kalinya proses pemagaran dilakukan, tapi selalu digagalkan warga,” jelasnya.
Budi memastikan tidak ada pihak yang diamankan. Untuk mencegah bentrokan susulan, Budi mengaku telah menyiagakan personelnya di tempat kejadian perkara. (ari/smg)

MEDAN-Puluhan warga Jalan Pringgan Dusun VI Pondok Seng, Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, bentrok dengan sejumlah preman suruhan pengusaha developer, Selasa (29/11) pagi. Bentrok mengakibatkan lima warga terluka dan satu kendaraan milik preman dibakar.

Bentrok terjadi akibat aksi warga menolak pemagaran lapangan bola seluas 1 hektare di dusun tersebut oleh pengusaha developer, yang hendak membangun komplek ruko (rumah toko). Protes masyarakat lantas ditandingi pengusaha developer dengan mengerahkan tenaga preman. Dengan menggunakan batu dan kayu, preman suruhan pengusaha itu lantas memukul mundur warga.

Tak terima, warga yang awalnya berharap mendapat perlindungan dari puluhan petugas polisi yang berjaga di sekitar lokasi pun memberikan perlawanan. Malang, warga yang kebanyakan kaum ibu itu harus lari karena tak mau ambil risiko.

Menurut keterangan, Sopian Abas (47), seorang warga yang mengalami dagu koyak akibat terkena lemparan batu yang ditemui di lokasi bentrokan mengaku sejatinya aksi mereka untuk menghalangi truk yang membawa material pemagaran lapangan bola. “Jelas kami kecewa sama polisi. Masa warga dikeroyok, polisi diam saja. Apalagi warga kan banyak ibu-ibu, masa polisi enggak punya perasaan,” kesal warga Dusun VI Pondok Jalan Pringgan Desan Helvetia Kecamatan Medan Sunggal itu.

Satria (25), juga kena lemparan batu dada hingga lembam, sedangkan tiga warga yang belum diketahui identitasnya juga turut menjadi korban keganasan oknum preman.

Protes pemagaran lapangan bola tersebut menurut Sopian bukan tanpa alasan. Sepengetahuan mereka tanah tersebut telah dihibahkan kepada warga untuk sarana olahraga masyarakat. “Lapangan itu sudah ada sejak tahun 60-an, dan lapangan itu dijadikan tempat bermain anak-anak. Malah sering dijadikan tempat ibadah, seperti Salat Idul Fitri dan Idul Adha,” bebernya sambil memperlihatkan bekas luka di bagian pundak.

Sopian malah menuding pihak develover salah alamat menembokan tanah lapang. “Mereka sudah salah. Karena surat yang pernah diberitahu kepada kami bahwa alamat tanahnya bukan di sini, melainkan di daerah Labuhan Deli,” ucapnya.

Kepala Desa Helvetia, Petrus M Sinurat yang ditemui menyebutkan status tanah tersebut sudah dijual oleh PTPN IX sejak tahun 1990, seluas 17 hektar. “Mereka sudah beli sama PTPN, makanya mereka berani membuat pagar. Namun kita sudah membuat surat ke BPN tentang masalah ini,” terang kepala desa.

Kapolsekta Medan Sunggal AKP Budi Hendrawan menyebutkan, pihaknya kekurangan personel sehingga tak mampu mencegah bentrokan yang berlangsung selama 30 menit itu. Kericuhan baru berakhir setelah aparat keamanan mendapat bantuan dari Brimob Polda Sumut.

Budi menyebutkan sebenarnya tanah itu sudah resmi dibeli seorang pengusaha bernama Mujianto dari PTPN II. Namun warga yang selama ini memanfaatkan tanah itu sebagai sarana bermain dan olahraga merasa keberatan, sehingga kerap terlibat konflik dengan pihak Mujianto. “Ini yang ketujuh kalinya proses pemagaran dilakukan, tapi selalu digagalkan warga,” jelasnya.
Budi memastikan tidak ada pihak yang diamankan. Untuk mencegah bentrokan susulan, Budi mengaku telah menyiagakan personelnya di tempat kejadian perkara. (ari/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/