25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Gatot Masih Panen Kritikan, Rp155 M tak Disetor ke Bank Sumut

MEDAN-Pelaksana tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, masih panen kritikan. Sejumlah pihak masih tidak puas dengan Gatot terkait Rapat Umum Pemegang Saham-Luar Biasa (RUPS-LB) Bank Sumut yang berakhir dengan pemecatan dua Komisaris Independen, M Lian Dalimunthe dan Irwan Djanahar.

Di sisi lain, Komisi C DPRD Sumut juga akan mempersoalkan uang sebesar Rp155 miliar yang tak disetor Pemprovsu ke Bank Sumut.

Sebagai pemegang saham terbesar, Gatot juga dituding tidak profesional. “Itu akal-akalan Plt Gubsu. Keputusan itu tidak substantif. Hanya karena keinginan yang tidak terakomodir, kemudian menggunakan kewenangan yang dimiliki. Pada akhirnya keputusannya melebihi kewenangan yang ada. Itu tidak profesional. Ini persoalan perbankan. Harusnya diselesaikan dengan cara hukum dan aturan perbankan, bukan dengan cara-cara politis,” ujar anggota Komisi C DPRD Sumut, Eddy Rangkuti kepada wartawan koran ini, Minggu (29/1).

Politisi PDIP ini mengatakan, Komisi C DPRD Sumut akan mempertanyakan hasil keputusan tersebut. “Kita akan panggil Dirutnya dan semua pihak, untuk menjelaskan hasil keputusan itu,” katanya.

Komisi C juga, lanjutnya, akan mempertanyakan satu persoalan lainnya, yakni tidak disetorkannya penyertaan modal ke Bank Sumut tahun 2011 sebesar Rp150 miliar oleh Pemprovsu. Padahal penyertaan modal tersebut telah dialokasikan dalam APBD Sumut 2011 dan disetujui dewan. “Tindakan itu jelas merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) Penyertaan Modal dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,” tegasnya.
Terkait kisruh itu, pengamat kebijakan dan anggaran, Elfenda Ananda menyatakan, pemecatan dua Komisaris Independen Bank Sumut kuat muatan politis. Dan, wajar bila kemudian masyarakat mengaitkannya dengan persaingan jelang Pilgubsu 2013.

“Persoalan ini adalah persoalan perbankan, yang memiliki aturannya sendiri. Harusnya antara Pemprovsu, yaitu Plt Gubsu dan Dirut Bank Sumut, lebih mementingkan kepentingan rakyat. Jangan karena kepentingan politis. Wajar bila masyarakat menilai arahnya seperti itu, apalagi sinyalemen kedua sosok itu akan maju pada Pilgubsu 2013 sudah terlihat jelas,” terangnya.

Elfenda mengatakan, adalah hal yang wajar bila Komisi C DPRD Sumut berniat untuk memanggil dan mempertanyakan, hasil keputusan RUPS-LB tersebut. Hanya saja, Komisi C tetap mengedepankan kepentingan rakyat. Jangan pada akhirnya, masuk ke ranah politis dalam penyelesaian persoalan itu.

Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, sebelumnya telah memberikan penjelasan terkait persoalan ini. Kepada para wartawan saat konferensi pers, Gatot ngotot langkah yang diambilnya telah sesuai aturan yang berlaku dan menyatakan, pemberhentian terhadap dua Komisaris Independent Bank Sumut sesuai keputusan rapat meskipun dengan berat hati.

Menyikapi polemik itu, Kepala Biro Umum Mahmud Sagala ketika menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi C DPRD Sumut, Senin (30/1), di ruang Komisi C DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan mengatakan, pembatalan pemberian penyertaan modal kepada Bank Sumut dikarenakan adanya sikap kehatihatian yang dilakukan.

Kehatihatian itu menyangkut, belum adanya payung hukum seperti Peraturan Daerah (Perda) yang menjelaskan secara detil, mengenai besaran penyertaan modal yang akan diberikan. Dijabarkannya, berdasarkan Undang-Undang No.1/2004 tentang Keuangan Negara, pasal 41 ayat 5 dimana disebutkan, penyertaan modal pemerintah daerah ke perusahaan daerah harus ditetapkan dengan atau berdasarkan Perda. “Ini karena adanya sikap kehati-hatian kita. Jumlah atau nominal dari penyertaan modal harus ditetapkan berdasarkan perda. Dan ini belum ada selama ini,” terangnya di hadapan segenap anggota Komisi C DPRD Sumut.

Bak mendapat umpan, sejumlah anggota dewan langsung menyerang dengan melontarkan sejumlah pertanyaan pedas kepada Mahmud Sagala dkk. Salah satunya adalah Hardi Mulyono. “Saya minta jawaban tegas, apa alasan prinsip kehatihatian itu. Apa bisa gawat Bank Sumut, bila penyertaan modal itu tetap diberikan? Ini kan sudah dilakukan setiap tahunnya dan tidak pernah ada masalah,” tanya Hardy dengan tegas.

Anehnya, menurut Mahmud Sagala tidak ada masalah atau ekses negatif, bila penyertaan modal tetap diberikan. Kembali, Mahmud terus-terusan berdalih apa yang dilakukan itu berlandaskan prinsip kehatihatian, sesuai dengan Permendagri No.59/2007. Mendengar jawaban itu, Hardy Mulyono merasa kecewa dan mengaku tidak puas dengan jawaban tersebut.

Anggota Komisi C lainnya dari Fraksi Demokrat, Melizar Latif juga menyatakan keheranannya. Keheranan tersebut terletak, dimana permasalahan tersebut baru muncul setelah tahun anggaran berlalu. Padahal ada masa waktu setahun untuk membahasnya jika persoalannya ada di perda. “Jadi selama setahun ini ngapain aja. Kenapa baru sekarang diungkapkan. Kenapa tidak disampaikan di rapat Badan Anggaran (Banggar) P-APBD 2011 lalu,” tegasnya. (ari)

MEDAN-Pelaksana tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, masih panen kritikan. Sejumlah pihak masih tidak puas dengan Gatot terkait Rapat Umum Pemegang Saham-Luar Biasa (RUPS-LB) Bank Sumut yang berakhir dengan pemecatan dua Komisaris Independen, M Lian Dalimunthe dan Irwan Djanahar.

Di sisi lain, Komisi C DPRD Sumut juga akan mempersoalkan uang sebesar Rp155 miliar yang tak disetor Pemprovsu ke Bank Sumut.

Sebagai pemegang saham terbesar, Gatot juga dituding tidak profesional. “Itu akal-akalan Plt Gubsu. Keputusan itu tidak substantif. Hanya karena keinginan yang tidak terakomodir, kemudian menggunakan kewenangan yang dimiliki. Pada akhirnya keputusannya melebihi kewenangan yang ada. Itu tidak profesional. Ini persoalan perbankan. Harusnya diselesaikan dengan cara hukum dan aturan perbankan, bukan dengan cara-cara politis,” ujar anggota Komisi C DPRD Sumut, Eddy Rangkuti kepada wartawan koran ini, Minggu (29/1).

Politisi PDIP ini mengatakan, Komisi C DPRD Sumut akan mempertanyakan hasil keputusan tersebut. “Kita akan panggil Dirutnya dan semua pihak, untuk menjelaskan hasil keputusan itu,” katanya.

Komisi C juga, lanjutnya, akan mempertanyakan satu persoalan lainnya, yakni tidak disetorkannya penyertaan modal ke Bank Sumut tahun 2011 sebesar Rp150 miliar oleh Pemprovsu. Padahal penyertaan modal tersebut telah dialokasikan dalam APBD Sumut 2011 dan disetujui dewan. “Tindakan itu jelas merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) Penyertaan Modal dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,” tegasnya.
Terkait kisruh itu, pengamat kebijakan dan anggaran, Elfenda Ananda menyatakan, pemecatan dua Komisaris Independen Bank Sumut kuat muatan politis. Dan, wajar bila kemudian masyarakat mengaitkannya dengan persaingan jelang Pilgubsu 2013.

“Persoalan ini adalah persoalan perbankan, yang memiliki aturannya sendiri. Harusnya antara Pemprovsu, yaitu Plt Gubsu dan Dirut Bank Sumut, lebih mementingkan kepentingan rakyat. Jangan karena kepentingan politis. Wajar bila masyarakat menilai arahnya seperti itu, apalagi sinyalemen kedua sosok itu akan maju pada Pilgubsu 2013 sudah terlihat jelas,” terangnya.

Elfenda mengatakan, adalah hal yang wajar bila Komisi C DPRD Sumut berniat untuk memanggil dan mempertanyakan, hasil keputusan RUPS-LB tersebut. Hanya saja, Komisi C tetap mengedepankan kepentingan rakyat. Jangan pada akhirnya, masuk ke ranah politis dalam penyelesaian persoalan itu.

Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, sebelumnya telah memberikan penjelasan terkait persoalan ini. Kepada para wartawan saat konferensi pers, Gatot ngotot langkah yang diambilnya telah sesuai aturan yang berlaku dan menyatakan, pemberhentian terhadap dua Komisaris Independent Bank Sumut sesuai keputusan rapat meskipun dengan berat hati.

Menyikapi polemik itu, Kepala Biro Umum Mahmud Sagala ketika menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi C DPRD Sumut, Senin (30/1), di ruang Komisi C DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan mengatakan, pembatalan pemberian penyertaan modal kepada Bank Sumut dikarenakan adanya sikap kehatihatian yang dilakukan.

Kehatihatian itu menyangkut, belum adanya payung hukum seperti Peraturan Daerah (Perda) yang menjelaskan secara detil, mengenai besaran penyertaan modal yang akan diberikan. Dijabarkannya, berdasarkan Undang-Undang No.1/2004 tentang Keuangan Negara, pasal 41 ayat 5 dimana disebutkan, penyertaan modal pemerintah daerah ke perusahaan daerah harus ditetapkan dengan atau berdasarkan Perda. “Ini karena adanya sikap kehati-hatian kita. Jumlah atau nominal dari penyertaan modal harus ditetapkan berdasarkan perda. Dan ini belum ada selama ini,” terangnya di hadapan segenap anggota Komisi C DPRD Sumut.

Bak mendapat umpan, sejumlah anggota dewan langsung menyerang dengan melontarkan sejumlah pertanyaan pedas kepada Mahmud Sagala dkk. Salah satunya adalah Hardi Mulyono. “Saya minta jawaban tegas, apa alasan prinsip kehatihatian itu. Apa bisa gawat Bank Sumut, bila penyertaan modal itu tetap diberikan? Ini kan sudah dilakukan setiap tahunnya dan tidak pernah ada masalah,” tanya Hardy dengan tegas.

Anehnya, menurut Mahmud Sagala tidak ada masalah atau ekses negatif, bila penyertaan modal tetap diberikan. Kembali, Mahmud terus-terusan berdalih apa yang dilakukan itu berlandaskan prinsip kehatihatian, sesuai dengan Permendagri No.59/2007. Mendengar jawaban itu, Hardy Mulyono merasa kecewa dan mengaku tidak puas dengan jawaban tersebut.

Anggota Komisi C lainnya dari Fraksi Demokrat, Melizar Latif juga menyatakan keheranannya. Keheranan tersebut terletak, dimana permasalahan tersebut baru muncul setelah tahun anggaran berlalu. Padahal ada masa waktu setahun untuk membahasnya jika persoalannya ada di perda. “Jadi selama setahun ini ngapain aja. Kenapa baru sekarang diungkapkan. Kenapa tidak disampaikan di rapat Badan Anggaran (Banggar) P-APBD 2011 lalu,” tegasnya. (ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/