26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sidak PN, Pimpinan MA Menyamar

NYAMAR: Delapan hakim agung yang melakukan penyamaran di antaranya, Ketua MA Hatta Ali, Ketua Kamar Agama Abdul Manan, Ketua Kamar Pidana Artidjo Alkostar, dan beberapa ketua kamar lainnya.
NET

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  – Pimpinan Mahkamah Agung (MA) memulai cara baru dalam mengawasi jajarannya. Seperti yang terjadi Kamis (26/1) lalu, seluruh pimpinan MA terjun inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah pengadilan. Mereka tidak datang sebagai pimpinan, melainkan menyamar menjadi pencari keadilan. Hasilnya, ditemukan layanan yang tidak standard.

Para hakim agung yang menyamar ada delapan. Di antaranya, Ketua MA Hatta Ali, Ketua Kamar Agama Abdul Manan, Ketua Kamar Pidana Artidjo Alkostar, dan beberapa ketua kamar lainnya.

Aksi menyamar itu baru diketahui saat foto para hakim agung tersebut menyebar di media sosial. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur membenarkan adanya sidak tersebut. “Kami (Staf MA) awalnya malah tahu dari media soal foto itu, karena memang bukan untuk konsumsi umum,” terangnya saat dikonfirmasi, Senin (30/1).

Para hakim itu menyebar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, PTUN, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Militer. Dengan berkedok pencari keadilan, para hakim itu menelusuri layanan yang ada di masing-masing lembaga. Hatta Ali misalnya, menyamar dengan menggunakan kemeja putih lengan panjang, jenggot, kacamata hitam, dan topi.

Sementara, Artidjo berpakaian ala ulama. Baju gamis dnegan bawahan sarung, tidak lupa serban dan kopiah putih turut serta menempel di leher dan kepala. Yang tidak ketinggalan adalah map kuning, yang biasa dibawa oleh para pencari keadilan.

Ridwan mengatakan, aktivitas itu baru dimulai 26 Januari lalu, setelah pada 2016 satgas pengawasan MA mulai bergerilya di kantor-kantor pengadilan. “Kami mau lihat apakah layanan terhadap pencari keadilan sudah sesuai aturan dan standard yang ditetapkan oleh MA,” lanjut Ridwan.

Hasilnya, ada temuan di salah satu pengadilan di mana hakim-hakim agung itu dilayani tidak sesuai standard. Namun, Ridwan menolak menjelaskan lebih detail, karena temuan itu masih diproses. “Yang jelas, ini akan terus berlanjut. Mungkin dengan penyamaran yang lain karena foto yang ini sudah tersebar,” tambahnya. Tidak menutup kemungkinan pula, aksi itu akan dilebarkan dengan sasaran pengadilan-pengadilan tinggi.

Sementara itu, anggota sekaligus Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi mengapresiasi langkah MA. Itu bisa menjadi shock therapy bagi jajaran peradilan di bawah MA. “Tapi yang jadi pertanyaan, apakah itu nanti bisa konsisten dilakukan,” tuturnya. Termasuk apakah bila ada temuan pelanggaran kode etik, MA berkomitmen untuk memberi sanksi.

Sebetulnya, dalam kondisi normal, pimpinan MA tidak perlu sampai turun. Namun, mengingat kondisi yang ada belakangan ini, perlu ada langkah-langkah yang luar biasa untuk menangani. Salah satunya, dengan melihat langsung ke jajaran di bawah.

Farid menambahkan, sebaiknya sidak tersebut menjadi sebuah budaya di MA, sehingga keluhan dan masukan masyarakat bisa langsung sampai ke pimpinan. “Masyarakat itu rindu dengan peradilan yang ramah kepada pencari keadilan,” lanjut Farid.

Dia menyarankan dibuatkan sebuah model Sidak. Pimpinan MA cukup melakukan Sidak ke pengadilan tinggi. Sementara, pimpinan pengadilan tinggi melakukan Sidak ke PN. Selama ini, MA dinilai terlalu mengandalkan teknologi, dan menganggap teknologi bisa menjadi solusi. Padahal, teknologi hanya salah satu bagian dari solusi perbaikan lembaga. (byu/jpg/yaa)

NYAMAR: Delapan hakim agung yang melakukan penyamaran di antaranya, Ketua MA Hatta Ali, Ketua Kamar Agama Abdul Manan, Ketua Kamar Pidana Artidjo Alkostar, dan beberapa ketua kamar lainnya.
NET

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  – Pimpinan Mahkamah Agung (MA) memulai cara baru dalam mengawasi jajarannya. Seperti yang terjadi Kamis (26/1) lalu, seluruh pimpinan MA terjun inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah pengadilan. Mereka tidak datang sebagai pimpinan, melainkan menyamar menjadi pencari keadilan. Hasilnya, ditemukan layanan yang tidak standard.

Para hakim agung yang menyamar ada delapan. Di antaranya, Ketua MA Hatta Ali, Ketua Kamar Agama Abdul Manan, Ketua Kamar Pidana Artidjo Alkostar, dan beberapa ketua kamar lainnya.

Aksi menyamar itu baru diketahui saat foto para hakim agung tersebut menyebar di media sosial. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur membenarkan adanya sidak tersebut. “Kami (Staf MA) awalnya malah tahu dari media soal foto itu, karena memang bukan untuk konsumsi umum,” terangnya saat dikonfirmasi, Senin (30/1).

Para hakim itu menyebar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, PTUN, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Militer. Dengan berkedok pencari keadilan, para hakim itu menelusuri layanan yang ada di masing-masing lembaga. Hatta Ali misalnya, menyamar dengan menggunakan kemeja putih lengan panjang, jenggot, kacamata hitam, dan topi.

Sementara, Artidjo berpakaian ala ulama. Baju gamis dnegan bawahan sarung, tidak lupa serban dan kopiah putih turut serta menempel di leher dan kepala. Yang tidak ketinggalan adalah map kuning, yang biasa dibawa oleh para pencari keadilan.

Ridwan mengatakan, aktivitas itu baru dimulai 26 Januari lalu, setelah pada 2016 satgas pengawasan MA mulai bergerilya di kantor-kantor pengadilan. “Kami mau lihat apakah layanan terhadap pencari keadilan sudah sesuai aturan dan standard yang ditetapkan oleh MA,” lanjut Ridwan.

Hasilnya, ada temuan di salah satu pengadilan di mana hakim-hakim agung itu dilayani tidak sesuai standard. Namun, Ridwan menolak menjelaskan lebih detail, karena temuan itu masih diproses. “Yang jelas, ini akan terus berlanjut. Mungkin dengan penyamaran yang lain karena foto yang ini sudah tersebar,” tambahnya. Tidak menutup kemungkinan pula, aksi itu akan dilebarkan dengan sasaran pengadilan-pengadilan tinggi.

Sementara itu, anggota sekaligus Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi mengapresiasi langkah MA. Itu bisa menjadi shock therapy bagi jajaran peradilan di bawah MA. “Tapi yang jadi pertanyaan, apakah itu nanti bisa konsisten dilakukan,” tuturnya. Termasuk apakah bila ada temuan pelanggaran kode etik, MA berkomitmen untuk memberi sanksi.

Sebetulnya, dalam kondisi normal, pimpinan MA tidak perlu sampai turun. Namun, mengingat kondisi yang ada belakangan ini, perlu ada langkah-langkah yang luar biasa untuk menangani. Salah satunya, dengan melihat langsung ke jajaran di bawah.

Farid menambahkan, sebaiknya sidak tersebut menjadi sebuah budaya di MA, sehingga keluhan dan masukan masyarakat bisa langsung sampai ke pimpinan. “Masyarakat itu rindu dengan peradilan yang ramah kepada pencari keadilan,” lanjut Farid.

Dia menyarankan dibuatkan sebuah model Sidak. Pimpinan MA cukup melakukan Sidak ke pengadilan tinggi. Sementara, pimpinan pengadilan tinggi melakukan Sidak ke PN. Selama ini, MA dinilai terlalu mengandalkan teknologi, dan menganggap teknologi bisa menjadi solusi. Padahal, teknologi hanya salah satu bagian dari solusi perbaikan lembaga. (byu/jpg/yaa)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/