Dari penuturan warga saat berunjuk rasa di DPRD Sumut, ada ratusan makam yang berada di sana. Sampai saat ini sudah 120 makam yang dibongkar. Dan alasan pembongkaran itu untuk pembangunan kantor Pemkab Tapsel. Yang luas lahan makam itu kurang lebih satu hektar.
“Sudah 120 makam. Itu leluhur kami semuanya. Bupati Tapsel seenaknya membongkar. Dan status tanah itu masih dalam proses hukum dan masih masuk dalam proses banding,” kata Bangun Simorangkir, perwakilan masyarakat yang ikut dalam aksi di DPRD Sumut.
Sementara itu, Ketua DPD Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Sumut menuding Bupati Tapsel sebagai pencuri makam. Dan pihaknya juga sudah melaporkan Bupati Tapanuli Selatan Syahrul Harahap ke Mabes Polri atas dugaan pencurian makam.
“Pembongkaran yang dilakukan Pemkab Tapanuli Selatan dilakukan tanpa ada sosialisasi ke masyarakat. Artinya ini pencurian,” katanya disela-sela aksi unjuk rasa berlangsung.
“Kuburan itu sebenarnya tidak mengganggu kantor bupati dan kantor DPRD Tapsel. Kita meminta kemarin kuburan itu dijadikan cagar budaya , agar nilai leluhur tetap terjaga. Tapi bupati bilang itu hutan lindung kalau hutan lindung kenapa dibangun kantor Bupati,” kritiknya.
Data yang disampaikan oleh para pengunjuk rasa menyebutkan keberadaan leluhur mereka di lokasi tersebut sudah ada sejak tahun 1900-an. Hak ini dibuktikan dengan makam keturunan pendiri desa tersebut seperti Baginda Martua Siregar (1939), Mangaraja Porkas Siregar (1944) dan keturunan lainnya. Hal inilah yang membuat mereka tetang menolak penggusuran makam tersebut. (fad)
Dari penuturan warga saat berunjuk rasa di DPRD Sumut, ada ratusan makam yang berada di sana. Sampai saat ini sudah 120 makam yang dibongkar. Dan alasan pembongkaran itu untuk pembangunan kantor Pemkab Tapsel. Yang luas lahan makam itu kurang lebih satu hektar.
“Sudah 120 makam. Itu leluhur kami semuanya. Bupati Tapsel seenaknya membongkar. Dan status tanah itu masih dalam proses hukum dan masih masuk dalam proses banding,” kata Bangun Simorangkir, perwakilan masyarakat yang ikut dalam aksi di DPRD Sumut.
Sementara itu, Ketua DPD Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Sumut menuding Bupati Tapsel sebagai pencuri makam. Dan pihaknya juga sudah melaporkan Bupati Tapanuli Selatan Syahrul Harahap ke Mabes Polri atas dugaan pencurian makam.
“Pembongkaran yang dilakukan Pemkab Tapanuli Selatan dilakukan tanpa ada sosialisasi ke masyarakat. Artinya ini pencurian,” katanya disela-sela aksi unjuk rasa berlangsung.
“Kuburan itu sebenarnya tidak mengganggu kantor bupati dan kantor DPRD Tapsel. Kita meminta kemarin kuburan itu dijadikan cagar budaya , agar nilai leluhur tetap terjaga. Tapi bupati bilang itu hutan lindung kalau hutan lindung kenapa dibangun kantor Bupati,” kritiknya.
Data yang disampaikan oleh para pengunjuk rasa menyebutkan keberadaan leluhur mereka di lokasi tersebut sudah ada sejak tahun 1900-an. Hak ini dibuktikan dengan makam keturunan pendiri desa tersebut seperti Baginda Martua Siregar (1939), Mangaraja Porkas Siregar (1944) dan keturunan lainnya. Hal inilah yang membuat mereka tetang menolak penggusuran makam tersebut. (fad)