MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keberadaan Medan Safety Driving Centre (MSDC) di Jalan Bilal Medan patut ditinjau ulang. Hal ini menyusul mahalnya biaya pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan monopoli yang dilakukan MSDC.
Ketua Komisi A DPRD Medan Roby Barus mengatakan, harga pengurusan sertifikat di MSDC yang mencapai Rp400 ribu – Rp450 ribu, terlalu mahal.
“Seakan-akan itu dimonopoli mereka. Karena mereka satu-satunya di Sumatera Utara,” katanya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi A DPRD Medan dengan jajaran Satlantas Polresta Medan, Selasa (30/8).
Pihaknya, kata Roby, sangat menyayangkan ketidakhadiran pihak MSDC dalam RDP ini. Karena seharusnya klarifikasi bisa langsung dilakukan, sehingga masyarakat secara gamblang mengetahui perlunya lembaga tersebut. “Jadi pak kasat, wajar saja bila masyarakat menduga seperti itu. Itu sangat beralasan. Kita juga sayangkan pihak MSDC tidak datang hari ini. Bisa saja kita lakukan panggilan kedua,” katanya.
Selain evaluasi, Komisi A juga akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) serta upaya investigasi guna mencari kebenaran laporan masyarakat soal kepengurusan SIM ini. “Kami pikir perlu dievaluasi MSDC ini, sebab dari laporan masyarakat mereka banyak lakukan pelanggaran. Selain itu ada kesan Kalau mau kita uji bukan 1 atau 2 orang saja,” bilangnya.
“Bagaimanapun juga MSDC berfikirnya bisnis. Tentu prinsip bisnis pada umumnya, modal sekecil-kecilnya dengan untung sebesar-besarnya. Jadi perlu koreksi lah soal harga ini. Bila perlu kami nanti sidak,” ujarnya seraya menyarankan ada Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemko Medan, kenapa tidak menggunakan instansi resmi milik pemerintah saja untuk pengurusan sertifikat SIM tersebut.
Anggota Komisi A Andi Lumban Gaol menganggap, dengan adanya pengurusan sertifikat seperti itu masyarakat seperti dibodohi. “Sertifikat MSDC perlu ditinjau ulang dan evaluasi. Investigasi juga soal adanya pungutan liar di sana. Kita juga pertanyakan biaya sertifikat Rp400-450 ribu itu untuk apa,” kata Andi.
Monopoli ini menimbulkan kesan dan citra di masyarakat, bahwa polisi bekerjasama dengan MSDC. Andi menilai pembentukan opini publik ini tidak bisa dihempang. “Bagaimana kasat bisa meminimalisir opini tersebut? Karena orang sering mencari jalan pintas karena ujian di Satlantas sering dipersulit. Kenapa di sana (daerah lain) bisa lulus, di sini (Medan) tidak lulus,” katanya.
Senada, anggota Komisi A lainnya Asmui Lubis, lebih menyoroti harga pembuatan SIM di Medan lebih mahal dari daerah lainnya di Indonesia. “Saya ketahui harga itu saat pertemuan dengan anggota DPRD se-Indonesia dari PKS. Ternyata harga SIM di sini (Medan) begitu fantastis mahalnya. Ini harus segera dibuat win win solutionnya,” ungkapnya.