25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Ganti Rugi Diberikan Setelah Perkara di PN Tuntas, Tol Medan-Binjai Bakal Tak Selesai Tahun Ini

Jangan Sekadar Ganti Rugi
Sementara, menyikapi persoalan pembebasan lahan tol yang tak kunjung tuntas, baik di Seksi I Tol Medan-Binjai maupun di Seksi 7 tol Kualanamu-Tebingtinggi di ruas Sei Rampah-Tebingtinggi, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Sarma Hutajulu meminta agar masyarakat yang terkena dampak pembangunan, tidak sekadar diberikan ganti rugi tanpa solusi.

Sebab pembangunan tersebut untuk kepentingan umum, maka ada prosedur yang dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada. Sehingga jika dalam tahapannya tidak ada kesepakatan harga antara pemerintah dengan warga pemilik lahan dan bangunan, maka dilambil langkah konsinyasi.

“Itu langkah yang akan diambil jika tidak ada kesepakatan. Jadi konsinyasi, dititipkan di pengadilan. Karena itukan sudah ada tim appraisal yang memberikan penilaian untuk ganti ruginya,” ujar Sarma kepada wartawan, Senin (29/10).

Namun dalam persoalan tidak ada kesepakatan, Sarma menyebutkan, seharusnya sudah dilakukan eksekusi terhadap lahan dimaksud jika memang keputusannya adalah konsinyasi. Hanya saja hingga kini, belum ada kejelasan mengenai prosesnya, apakah sejumlah lahan yang akan digunakan itu sudah bisa dibangun. “Karena itu jika para pihak tidak menerima juga, khususnya pemilik lahan, maka dia bisa melakukan gugatan, ajukan keberatan,” kata politisi PDIP ini.

Dirinya juga berharap persoalan ganti rugi lahan hingga pembebasan sampai penyelesaian jalur tol bisa tuntas sebelum Desember 2018. Karena itu, dirinya mengharapkan pihak Jasa Marga maupun Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) bisa menyelesaikan semua kewajiban terhadap masyarakat.

“Jadi kita harapkan sebenarnya, masyarakat yang terkena dampak pembangunan ini tidak lagi menajdi rugi kedua kali. Tetapi mereka bisa membeli lahan termasuk rumah yang layak mereka huni setelah mereka memberikan tanahnya untuk pembangunan. Karena pengalaman kita sebelumnya, tanah dan rumahnya misalnya dihargai Rp40 juta, sementara itu jangankan untuk membangun rumah, untuk beli tanah saja pun dengan harga segitu sudah tidak ada lagi. Jadi kita harapkan juga, nilai ganti rugi bisa mempertimbangkan bagaimana masyarakat bisa pindah ke tempat yang layak, seperti yang mereka punya selama ini,” jelasnya.(prn/bal)

Jangan Sekadar Ganti Rugi
Sementara, menyikapi persoalan pembebasan lahan tol yang tak kunjung tuntas, baik di Seksi I Tol Medan-Binjai maupun di Seksi 7 tol Kualanamu-Tebingtinggi di ruas Sei Rampah-Tebingtinggi, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Sarma Hutajulu meminta agar masyarakat yang terkena dampak pembangunan, tidak sekadar diberikan ganti rugi tanpa solusi.

Sebab pembangunan tersebut untuk kepentingan umum, maka ada prosedur yang dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada. Sehingga jika dalam tahapannya tidak ada kesepakatan harga antara pemerintah dengan warga pemilik lahan dan bangunan, maka dilambil langkah konsinyasi.

“Itu langkah yang akan diambil jika tidak ada kesepakatan. Jadi konsinyasi, dititipkan di pengadilan. Karena itukan sudah ada tim appraisal yang memberikan penilaian untuk ganti ruginya,” ujar Sarma kepada wartawan, Senin (29/10).

Namun dalam persoalan tidak ada kesepakatan, Sarma menyebutkan, seharusnya sudah dilakukan eksekusi terhadap lahan dimaksud jika memang keputusannya adalah konsinyasi. Hanya saja hingga kini, belum ada kejelasan mengenai prosesnya, apakah sejumlah lahan yang akan digunakan itu sudah bisa dibangun. “Karena itu jika para pihak tidak menerima juga, khususnya pemilik lahan, maka dia bisa melakukan gugatan, ajukan keberatan,” kata politisi PDIP ini.

Dirinya juga berharap persoalan ganti rugi lahan hingga pembebasan sampai penyelesaian jalur tol bisa tuntas sebelum Desember 2018. Karena itu, dirinya mengharapkan pihak Jasa Marga maupun Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) bisa menyelesaikan semua kewajiban terhadap masyarakat.

“Jadi kita harapkan sebenarnya, masyarakat yang terkena dampak pembangunan ini tidak lagi menajdi rugi kedua kali. Tetapi mereka bisa membeli lahan termasuk rumah yang layak mereka huni setelah mereka memberikan tanahnya untuk pembangunan. Karena pengalaman kita sebelumnya, tanah dan rumahnya misalnya dihargai Rp40 juta, sementara itu jangankan untuk membangun rumah, untuk beli tanah saja pun dengan harga segitu sudah tidak ada lagi. Jadi kita harapkan juga, nilai ganti rugi bisa mempertimbangkan bagaimana masyarakat bisa pindah ke tempat yang layak, seperti yang mereka punya selama ini,” jelasnya.(prn/bal)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/