31.7 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Nasib Lion Air di Tangan KNKT

istimewa
PERIKSA: Petugas memeriksa dompet yang diduga milik penumpang Lion Air JT 610 yang ditemukan mengapung di laut guna mencari kartu identitas korban, Selasa (30/10).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nasib maskapai Lion Air tengah diujung tanduk. Pasalnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tengah melakukan investigasi penyebab jatuhnya salah satu pesawat mereka di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) kemarin.

MENTERI Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, sanksi diatur dari beberapa level peraturan umum dan khusus. Namun dia memastikan, sanksi akan dijatuhkan kepada maskapai yang beberapa kali mengalami kecelakaan tersebut. “Ini pasti ada sanksi tetapi kepada siapa sanksi itu dilakukan kita akan lakukan satu klarifikasi yang dipimpin KNKT,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di RS Polri, Jakarta, Selasa (30/10).

Saat ini pun, kata Budi, pihaknya sudah memberikan sanksi dengan menginspeksi delapan unit pesawat type Boeing 737-8 Max yang tersisa. Mereka ingin mengetahui, apakah pesawat-pesawat tersebut ada masalah yang sama atau tidak dengan Lion Air JT 610.

Dari hasil inspeksi itu, Kemenhub nantinya akan memberikan kesimpulan terkait pesawat Boeing 737 MAX 8. Kesimpulan itu akan diberikan kepada KNKT untuk menjadi tambahan data mengenai insiden jatuhnya Lion Air JT 610. “Klarifikasi ini akan kami simpulkan dan akan kami sampaikan kepada KNKT dan ini akan menjadi dasar bagi KNKT untuk menetapkan apa penyebab dari kejadian tersebut,” jelas Budi.

Dalam tahap inspeksi tersebut, kedelapan pesawat tidak bisa beroperasi. “Ya makanya dengan adanya inspeksi itu otomatis beberapa pesawat Lion tidak beroperasi tetapi kita tidak mengatakan itu sebagai final sanksi,” kata dia.

Untuk itu, KNKT akan bertindak cepat untuk menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini. “Sanksi itu bisa diberikan ke manajemen, kepada anggota, direksin
bisa dilakukan oleh kru dan pesawat itu sendiri. Tapi pasti bahwa sanksi tidak mungkin di judge. Kita bekerja secara profesional,” tegas Budi.

Terkait sanksi yang akan dijatuhkan, pendiri dan CEO Lion Air Grup, Rusdi Kirana mengaku siap menerima sanksi bila terbukti bersalah dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada Senin (29/10) lalu itu. “Kita bersedia diaudit, kita bersedia diinspeksi. Kita tidak keberatan kalau memang ada hasil temuan yang menurut itu kita salah. Kita nggak keberatan ada pinalti,” kata Rusdi di Crisis Center Lion Air, Hotel Ibis Cawang, Jakarta, Selasa (30/10).

Lion Air pun dipastikan akan mendukung proses pemeriksaan yang akan dilakukan terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. “Kalau hasil audit kita salah silahkan pinaltinya apa. Tapi harus mengacu pada peraturan dan undang-undang, tidak bisa berdasarkan emosi,” lanjut dia.

Meskipun demikian, kata dia, tentu hal tersebut mesti melalui proses investigasi yang baik. Dia pun berharap agar proses pemeriksaan dapat segera usai dan hasilnya dapat diketahui. “Terlalu awal kita bicara siapa yang salah. Sampai kita ketemu black box-nya. Baru kita tahu apa penyebabnya,” jelas dia.

Sebab, lanjut dia, yang menjadi fokus pihaknya saat ini adalah berupaya maksimal dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi keluarga korban hingga proses evakuasi berakhir. “Penyebabnya apakah pesawat, apakah pilot, apakah udara, apakah pihak ketiga atau sumbangsih siapa. Terlalu awal. Kita harus tunggu dulu. Yang pasti bagaimana keluarga korban kita urus dengan baik,” kata Rusdi.

Terpisah, saat diwawancarai awak media, Managing Director Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro juga mengaku siap menerima sanksi apapun yang akan diberikan pemerintah. Termasuk jika maskapainya dibekukan. “Kami sebagai operator yang patuh terhadap pemerintah kami siap menerima apapun sanksi yang diberikan,” ujarnya seraya berlaru meninggalkan wartawan.

Menyikapi ini, pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan meminta Kementerian Perhubungan segera melakukan evaluasi terhadap perusahaan penerbangan yang didirikan oleh politisi PKB, Rusdi Kirana itu. Azas menegaskan, Kemenhub harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Lion Air.

Terlebih menurut dia, manajemen perusahaan itu sangatlah buruk. “Buktinya buruk, ya layanannya, jadwalnya, penerbangannya kacau. Nah, kalau sampai kecelakaan seperti ini bisa jadi juga karena manajemen Lion Air yang buruk. Jadi perlu dievaluasi secara menyeluruh sehingga dapat diketahui kecelakaan kemarin masalahnya apa,” desaknya.

Menurut Azas, meski Rusdi Kirana yang juga Dubes RI untuk Malaysia itu dekat dengan Istana, demi keselamatan jiwa penumpang, pemerintah tidak boleh takut dan pandang bulu. “Ya dilihat saja dulu masalah dan pengembangan penyebabnya apa? Kalau memang karena buruknya manajemen keselamatan penerbangan Lion Air, maka pemerintah harus tegas menegakkan peraturan. Jangan takut, justru Rusdi Kirana sebagai pendukung sekalipun, harus kasih contoh yang baik,” pungkasnya.

Praktisi hukum, Husendro mencatat, kejadian naas Lion Air JT 610 yang terjadi pada Senin (29/10) kemarin, bukan kali pertama. “Ada banyak kasus, cerita tentang bagaimana kinerja Lion Air yang kurang baik di mata konsumen,” ujar Husendro.

Investigasi ini penting untuk memastikan perbaikan manajemen maskapai Lion Air yang lebih melindungi aspek keamanan penerbangan. “Jika dalam waktu tujuh hari setelah kejadian Presiden belum membentuk tim audit, maka kami berencana mengajak rekan-rekan advokat yang peduli dunia penerbangan Indonesia, untuk sama-sama mensomasi Presiden,” tegasnya.

Bahkan jika perlu, kata dia, menggugat Presiden Jokowi dengan tuntutan pembentukan Tim Audit Pemerintah untuk menginvestigasi manajemen Lion Air. “Termasuk juga, kemungkinan jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Manajemen,” tegasnya.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pun angkat suara terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 ini. Ia meminta agar masyarakat tidak mudah berspekulasi terkait penyebab jatuhnya pesawat ini.

Sejauh ini, JK melihat belum ada kesimpulan yang bisa dibuat oleh pemerintah. Karena itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu meminta masyarakat diminta bersabar menunggu Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bekerja terlebih dahulu. “Belum ada isu atau perkiraan human error yang terkait dengan pilot atau copilotnya (lakukan, Red). Jadi, ya kita tunggu saja penelitian KNKT itu apa sebabnya,” ujar JK di kantor Wapres, Jakarta Pusat, Selasa (30/10).

Di sisi, Wapres dua periode itu menegaskan, regulasi pemerintah terkait keselamatan transportasi telah diatur dengan begitu baik. Terutama usai adanya larangan pesawat-pesawat asal Indonesia terbang di langit Eropa. “Kita sebenarnya sudah ketat setelah Uni Eropa melarang. Bahkan mereka tidak membolehkan pesawat-pesawat kita masuk ke Eropa,” kata JK.

Lebih jauh JK memastikan, bahwa transportasi udara masih aman untuk digunakan rakyat.

Bahkan ketika berkaca dari data, presentase kecelakaan masih terbilang kecil. Karena presentase kecelakaan di darat sejauh ini masih dianggap paling besar. Perhitungan itu telah disesuaikan dengan presentasi jumlah korban jiwa dengan total penerbangannya.

“Keamanan transportasi udara masih sangat-sangat aman. Lebih banyak orang meninggal akibat kecelakaan di darat daripada di udara, dari segi presentase jumlah orang atau jumlah penerbangan,” pungkas JK.

istimewa
PERIKSA: Petugas memeriksa dompet yang diduga milik penumpang Lion Air JT 610 yang ditemukan mengapung di laut guna mencari kartu identitas korban, Selasa (30/10).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nasib maskapai Lion Air tengah diujung tanduk. Pasalnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tengah melakukan investigasi penyebab jatuhnya salah satu pesawat mereka di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) kemarin.

MENTERI Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, sanksi diatur dari beberapa level peraturan umum dan khusus. Namun dia memastikan, sanksi akan dijatuhkan kepada maskapai yang beberapa kali mengalami kecelakaan tersebut. “Ini pasti ada sanksi tetapi kepada siapa sanksi itu dilakukan kita akan lakukan satu klarifikasi yang dipimpin KNKT,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di RS Polri, Jakarta, Selasa (30/10).

Saat ini pun, kata Budi, pihaknya sudah memberikan sanksi dengan menginspeksi delapan unit pesawat type Boeing 737-8 Max yang tersisa. Mereka ingin mengetahui, apakah pesawat-pesawat tersebut ada masalah yang sama atau tidak dengan Lion Air JT 610.

Dari hasil inspeksi itu, Kemenhub nantinya akan memberikan kesimpulan terkait pesawat Boeing 737 MAX 8. Kesimpulan itu akan diberikan kepada KNKT untuk menjadi tambahan data mengenai insiden jatuhnya Lion Air JT 610. “Klarifikasi ini akan kami simpulkan dan akan kami sampaikan kepada KNKT dan ini akan menjadi dasar bagi KNKT untuk menetapkan apa penyebab dari kejadian tersebut,” jelas Budi.

Dalam tahap inspeksi tersebut, kedelapan pesawat tidak bisa beroperasi. “Ya makanya dengan adanya inspeksi itu otomatis beberapa pesawat Lion tidak beroperasi tetapi kita tidak mengatakan itu sebagai final sanksi,” kata dia.

Untuk itu, KNKT akan bertindak cepat untuk menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini. “Sanksi itu bisa diberikan ke manajemen, kepada anggota, direksin
bisa dilakukan oleh kru dan pesawat itu sendiri. Tapi pasti bahwa sanksi tidak mungkin di judge. Kita bekerja secara profesional,” tegas Budi.

Terkait sanksi yang akan dijatuhkan, pendiri dan CEO Lion Air Grup, Rusdi Kirana mengaku siap menerima sanksi bila terbukti bersalah dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada Senin (29/10) lalu itu. “Kita bersedia diaudit, kita bersedia diinspeksi. Kita tidak keberatan kalau memang ada hasil temuan yang menurut itu kita salah. Kita nggak keberatan ada pinalti,” kata Rusdi di Crisis Center Lion Air, Hotel Ibis Cawang, Jakarta, Selasa (30/10).

Lion Air pun dipastikan akan mendukung proses pemeriksaan yang akan dilakukan terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. “Kalau hasil audit kita salah silahkan pinaltinya apa. Tapi harus mengacu pada peraturan dan undang-undang, tidak bisa berdasarkan emosi,” lanjut dia.

Meskipun demikian, kata dia, tentu hal tersebut mesti melalui proses investigasi yang baik. Dia pun berharap agar proses pemeriksaan dapat segera usai dan hasilnya dapat diketahui. “Terlalu awal kita bicara siapa yang salah. Sampai kita ketemu black box-nya. Baru kita tahu apa penyebabnya,” jelas dia.

Sebab, lanjut dia, yang menjadi fokus pihaknya saat ini adalah berupaya maksimal dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi keluarga korban hingga proses evakuasi berakhir. “Penyebabnya apakah pesawat, apakah pilot, apakah udara, apakah pihak ketiga atau sumbangsih siapa. Terlalu awal. Kita harus tunggu dulu. Yang pasti bagaimana keluarga korban kita urus dengan baik,” kata Rusdi.

Terpisah, saat diwawancarai awak media, Managing Director Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro juga mengaku siap menerima sanksi apapun yang akan diberikan pemerintah. Termasuk jika maskapainya dibekukan. “Kami sebagai operator yang patuh terhadap pemerintah kami siap menerima apapun sanksi yang diberikan,” ujarnya seraya berlaru meninggalkan wartawan.

Menyikapi ini, pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan meminta Kementerian Perhubungan segera melakukan evaluasi terhadap perusahaan penerbangan yang didirikan oleh politisi PKB, Rusdi Kirana itu. Azas menegaskan, Kemenhub harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Lion Air.

Terlebih menurut dia, manajemen perusahaan itu sangatlah buruk. “Buktinya buruk, ya layanannya, jadwalnya, penerbangannya kacau. Nah, kalau sampai kecelakaan seperti ini bisa jadi juga karena manajemen Lion Air yang buruk. Jadi perlu dievaluasi secara menyeluruh sehingga dapat diketahui kecelakaan kemarin masalahnya apa,” desaknya.

Menurut Azas, meski Rusdi Kirana yang juga Dubes RI untuk Malaysia itu dekat dengan Istana, demi keselamatan jiwa penumpang, pemerintah tidak boleh takut dan pandang bulu. “Ya dilihat saja dulu masalah dan pengembangan penyebabnya apa? Kalau memang karena buruknya manajemen keselamatan penerbangan Lion Air, maka pemerintah harus tegas menegakkan peraturan. Jangan takut, justru Rusdi Kirana sebagai pendukung sekalipun, harus kasih contoh yang baik,” pungkasnya.

Praktisi hukum, Husendro mencatat, kejadian naas Lion Air JT 610 yang terjadi pada Senin (29/10) kemarin, bukan kali pertama. “Ada banyak kasus, cerita tentang bagaimana kinerja Lion Air yang kurang baik di mata konsumen,” ujar Husendro.

Investigasi ini penting untuk memastikan perbaikan manajemen maskapai Lion Air yang lebih melindungi aspek keamanan penerbangan. “Jika dalam waktu tujuh hari setelah kejadian Presiden belum membentuk tim audit, maka kami berencana mengajak rekan-rekan advokat yang peduli dunia penerbangan Indonesia, untuk sama-sama mensomasi Presiden,” tegasnya.

Bahkan jika perlu, kata dia, menggugat Presiden Jokowi dengan tuntutan pembentukan Tim Audit Pemerintah untuk menginvestigasi manajemen Lion Air. “Termasuk juga, kemungkinan jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Manajemen,” tegasnya.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pun angkat suara terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 ini. Ia meminta agar masyarakat tidak mudah berspekulasi terkait penyebab jatuhnya pesawat ini.

Sejauh ini, JK melihat belum ada kesimpulan yang bisa dibuat oleh pemerintah. Karena itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu meminta masyarakat diminta bersabar menunggu Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bekerja terlebih dahulu. “Belum ada isu atau perkiraan human error yang terkait dengan pilot atau copilotnya (lakukan, Red). Jadi, ya kita tunggu saja penelitian KNKT itu apa sebabnya,” ujar JK di kantor Wapres, Jakarta Pusat, Selasa (30/10).

Di sisi, Wapres dua periode itu menegaskan, regulasi pemerintah terkait keselamatan transportasi telah diatur dengan begitu baik. Terutama usai adanya larangan pesawat-pesawat asal Indonesia terbang di langit Eropa. “Kita sebenarnya sudah ketat setelah Uni Eropa melarang. Bahkan mereka tidak membolehkan pesawat-pesawat kita masuk ke Eropa,” kata JK.

Lebih jauh JK memastikan, bahwa transportasi udara masih aman untuk digunakan rakyat.

Bahkan ketika berkaca dari data, presentase kecelakaan masih terbilang kecil. Karena presentase kecelakaan di darat sejauh ini masih dianggap paling besar. Perhitungan itu telah disesuaikan dengan presentasi jumlah korban jiwa dengan total penerbangannya.

“Keamanan transportasi udara masih sangat-sangat aman. Lebih banyak orang meninggal akibat kecelakaan di darat daripada di udara, dari segi presentase jumlah orang atau jumlah penerbangan,” pungkas JK.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/