30 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Niat dan Ibadah Kunci Menghafal Alquran

“Menghafal Quran tidak seperti menghafal sebuah pelajaran. Harus ada niat serta ibadah yang tidak putus-putus di dalamnya,”  Untaian kalimat ini begitu terngiang saat mengunjungi sebuah gedung berbentuk rumah yang berlokasi di kawasan Jalan Willem Iskandar, Medan Estate.

Gedung yang berdiri di antara bangunan Rumah Sakit Haji dan gedung Universitas Negeri Medan, memperlihatkan sebuah plang bertuliskan Yayasan Islamic Centre Sumatera Utara (YIC-SU) – Madrasah Tsanawiyah, Aliyah dan Tahfizhil quran. Tidak jauh dari plang tampak sebuah gerbang memasuki gedung YIC-SU,  dan ada sebuh papan pengumuman “lokasi diwajibkan perpakaian muslim”.

Ada beberapa gedung di lokasi YIC-SU tersebut, namun dari luar begitu tampak sepi dan kosong. Ternyata, semua penghuninya sedang sibuk di kamar masing-masing, beberapa ada yang sedang bersantai di masjid dan beberapa lainnya sedang menghibur diri dengan main sepak bola yang halamannya memang berada di belakang sehingga tidak tampak dari luar.

“Kalau sore begini, mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang dikamar ada juga yang duduk-duduk di masjid, tapi semuanya itu sambil menghafal Alquran,” ujar Hamzah Hasibuan, seorang staf pengajar sekaligus Tata Usaha di YIC-SU.

Menghafal atau Tahfizh Alquran memang sudah menjadi kewajiban semua santri di YIC-SU, baik itu santri dari Madrasah Tsanawiyah juga Aliyah. Ini telah menjadi fokusnya. “Pada mulanya, YIC-SU ini membuka program pengkaderan ulama di Sumut yang diperuntukkan kepada para alumni pondok pesantren. Namun seiring waktu berjalan, Januari 1989, YIC-SU mengembangkan programnya dengan membuka Tahfizh Alquran untuk putra dan tahun 2002 berkembang untuk putri,” katanya.

Lanjutnya, tujuannya tak lain ingin melahirkan para generasi yang hafal Al-quran dan berakhlakul karimah sesuai ajaran islam. “Kita ingin lahirkan imam-imam baru yang baik di tengah masyarakat juga ustadzah yang terus menjaga isi kandungan Alquran dan pasti menyeru kepada kebaikan dan pencegah kemunkaran,” katanya.

Tambahnya, Alquran memiliki arti penting bagi manusia. Setiap orang yang hafal dan mengerti kandungan Al-quran, ia akan takut berbuat buruk. Namun, menjaga hafalan juga tidak semudah yang dikira, ibarat seperti ibadah yang memang selalu harus dijaga.

“Orang yang hafal Quran tidak akan berani dengan uang haram, misalnya sogokan, korupsi. Semua perbuatan tercela tidak akan berani ia lakukan, sedikit saja ia lakukan itu, maka hafalannya akan hilang. Makanya, tidak gampang menjaga hafalannya, kita harus terus mengulang-mengulang yah seperti ibadah yang harus selalu dilakukan,” katanya.

Tambahnya, banyak orang yang lupa dengan hafalannya karena pergaulan dan lingkungan kehidupannya dan ini rentan sekali terjadi kepada para siswa yang memang masih tahap awal belajar. “Banyak sekali hal yang bisa buat hafalan hilang. Perkataan, pengelihatan atau pergaulan dan hal-hal lain yang memang rentan terjadi di lingkungan umum itu bisa merusak hafalan kita. Makanya kita harus selalu mengulang dengan ibadah kita. Yah salat sunat, salat wajib dan kebaikan lainnya,” katanya.

Untuk siswa di YIC-SU sendiri, seluruh siswa tetap mengikuti pelajaran, kurikulum pemerintah namun mereka juga harus mengikuti kurikulum khas madrasah. Tahfizh Quran dan kajian kitab kuning, baik itu Tafsir, Hadis, Tauhid, Fikih, Ulumul Quran, Akhlak dan Tasauf, Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Balaghah, Imla dan Khat.

Sementara itu, di depan asrama putri, terlihat sekumpulan santri putri mengenakan telekung sembari membawa Alquran. Yah dalam setiap kesempatan, mereka memang selalu menyempatkan untuk mengulang dan menambah hafalannya. Maklum, mereka diwajibkan untuk dapat menghafal setengah juz dalam sebulan, sehingga 6  juz  dalam setahun harus sudah dapat dikuasai, dan diakhir MTS, mereka sudah hafal 18 juz dan dapat meneruskan di tingkat Aliyah. Sehingga 30 juz  dapat dikuasai.

Dari beberapa santri, seorang siswi MTS, Shofiya Hanifah (12) bertubuh kecil tampak sangat khusuk membaca Alquran ayat Albaqarah. Suaranya yang begitu merdu, kental mengalun di tengah ruangan dirinya duduk. Ya wajar saja, suaranyamampu menghanyutkan orang yang mendengarkannya. Ia memang sudah pernah meraih jura III dalam perlombaann membaca Al-quran tingkat kecamatan.

“Saya suka sama ayat Albaqarah, enak saja dibaca. Kalau sehari-harinya, rutinitas Shofi dan kawan-kawan seperti ini kak, ini sore santai sambil baca Alquran, ntar abis magrib diulang lagi, untuk melancarkan bacaan, siap shalat Isya diulang lagi, disitu ada pemeriksaan buku hafalan. Setelah itu tidur, kami tidak pernah dikasih PR kak, karena memang guru tidak diizikan memberikan PR kepada kami,” kata Shofi.

Lanjutnya, sebelum shalat Subhu berjamaah, mereka harus sudah kumpul lagi di ruangan untuk pengulangan dan selesai shalat Subuh kembali lagi membaca dan menambah hafalan. Barulah sekitar pukul 07.00 WIB, semua siswa siap-siap ke sekolah. “Disekolah pelajarannya sama saja sama sekolah lain, tapi setelah pulang sekolah jam 12, kami masuk lagi ke kelas untuk Tahfizh Quran,” katanya.

Sofhi mengaku awalnya bosan, namun saat ini ia sudah terbiasa sama seperti teman-temannya. “Yah, disini gak ada TV, bosen awal-awalnya, tapi sekarang sudah terbiasa. Rasanya sekarang juga beda, hafal Al-quran sangat terasa bagi diri sendiri. Sekarang lebih mandiri, kalau bicara lebih dijaga, berbuat juga dijaga,” ujar Shofi yang berasal dari Serdang Bedagai ini.

Tak jauh berbeda, mahasiswi IAIN yang tinggal di asrama YIC-SU yang juga menjadi santri khusus Tahfizh Quran, Saadah Fitriani Lubis. Wanita yang berusia 20 tahun ini  mengatakan sudah hampir setahun ia berada di sekolah, dan setidaknya sudah berhasil menghafal 7 juz.
Tambahnya, menghafal Al-quran tidak lah susah, hanya saja harus ada keinginan dan tidak kenal malas. “Semua pada dasarnya bisa, tapi harus ada niat, jangan karena paksaan orangtua. Jujur setelah hafal Al-quran, saya lebih mandiri, lebih disiplin, selalu menjaga tingkah laku dan perkataan,” katanya. (mag-13)

“Menghafal Quran tidak seperti menghafal sebuah pelajaran. Harus ada niat serta ibadah yang tidak putus-putus di dalamnya,”  Untaian kalimat ini begitu terngiang saat mengunjungi sebuah gedung berbentuk rumah yang berlokasi di kawasan Jalan Willem Iskandar, Medan Estate.

Gedung yang berdiri di antara bangunan Rumah Sakit Haji dan gedung Universitas Negeri Medan, memperlihatkan sebuah plang bertuliskan Yayasan Islamic Centre Sumatera Utara (YIC-SU) – Madrasah Tsanawiyah, Aliyah dan Tahfizhil quran. Tidak jauh dari plang tampak sebuah gerbang memasuki gedung YIC-SU,  dan ada sebuh papan pengumuman “lokasi diwajibkan perpakaian muslim”.

Ada beberapa gedung di lokasi YIC-SU tersebut, namun dari luar begitu tampak sepi dan kosong. Ternyata, semua penghuninya sedang sibuk di kamar masing-masing, beberapa ada yang sedang bersantai di masjid dan beberapa lainnya sedang menghibur diri dengan main sepak bola yang halamannya memang berada di belakang sehingga tidak tampak dari luar.

“Kalau sore begini, mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang dikamar ada juga yang duduk-duduk di masjid, tapi semuanya itu sambil menghafal Alquran,” ujar Hamzah Hasibuan, seorang staf pengajar sekaligus Tata Usaha di YIC-SU.

Menghafal atau Tahfizh Alquran memang sudah menjadi kewajiban semua santri di YIC-SU, baik itu santri dari Madrasah Tsanawiyah juga Aliyah. Ini telah menjadi fokusnya. “Pada mulanya, YIC-SU ini membuka program pengkaderan ulama di Sumut yang diperuntukkan kepada para alumni pondok pesantren. Namun seiring waktu berjalan, Januari 1989, YIC-SU mengembangkan programnya dengan membuka Tahfizh Alquran untuk putra dan tahun 2002 berkembang untuk putri,” katanya.

Lanjutnya, tujuannya tak lain ingin melahirkan para generasi yang hafal Al-quran dan berakhlakul karimah sesuai ajaran islam. “Kita ingin lahirkan imam-imam baru yang baik di tengah masyarakat juga ustadzah yang terus menjaga isi kandungan Alquran dan pasti menyeru kepada kebaikan dan pencegah kemunkaran,” katanya.

Tambahnya, Alquran memiliki arti penting bagi manusia. Setiap orang yang hafal dan mengerti kandungan Al-quran, ia akan takut berbuat buruk. Namun, menjaga hafalan juga tidak semudah yang dikira, ibarat seperti ibadah yang memang selalu harus dijaga.

“Orang yang hafal Quran tidak akan berani dengan uang haram, misalnya sogokan, korupsi. Semua perbuatan tercela tidak akan berani ia lakukan, sedikit saja ia lakukan itu, maka hafalannya akan hilang. Makanya, tidak gampang menjaga hafalannya, kita harus terus mengulang-mengulang yah seperti ibadah yang harus selalu dilakukan,” katanya.

Tambahnya, banyak orang yang lupa dengan hafalannya karena pergaulan dan lingkungan kehidupannya dan ini rentan sekali terjadi kepada para siswa yang memang masih tahap awal belajar. “Banyak sekali hal yang bisa buat hafalan hilang. Perkataan, pengelihatan atau pergaulan dan hal-hal lain yang memang rentan terjadi di lingkungan umum itu bisa merusak hafalan kita. Makanya kita harus selalu mengulang dengan ibadah kita. Yah salat sunat, salat wajib dan kebaikan lainnya,” katanya.

Untuk siswa di YIC-SU sendiri, seluruh siswa tetap mengikuti pelajaran, kurikulum pemerintah namun mereka juga harus mengikuti kurikulum khas madrasah. Tahfizh Quran dan kajian kitab kuning, baik itu Tafsir, Hadis, Tauhid, Fikih, Ulumul Quran, Akhlak dan Tasauf, Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Balaghah, Imla dan Khat.

Sementara itu, di depan asrama putri, terlihat sekumpulan santri putri mengenakan telekung sembari membawa Alquran. Yah dalam setiap kesempatan, mereka memang selalu menyempatkan untuk mengulang dan menambah hafalannya. Maklum, mereka diwajibkan untuk dapat menghafal setengah juz dalam sebulan, sehingga 6  juz  dalam setahun harus sudah dapat dikuasai, dan diakhir MTS, mereka sudah hafal 18 juz dan dapat meneruskan di tingkat Aliyah. Sehingga 30 juz  dapat dikuasai.

Dari beberapa santri, seorang siswi MTS, Shofiya Hanifah (12) bertubuh kecil tampak sangat khusuk membaca Alquran ayat Albaqarah. Suaranya yang begitu merdu, kental mengalun di tengah ruangan dirinya duduk. Ya wajar saja, suaranyamampu menghanyutkan orang yang mendengarkannya. Ia memang sudah pernah meraih jura III dalam perlombaann membaca Al-quran tingkat kecamatan.

“Saya suka sama ayat Albaqarah, enak saja dibaca. Kalau sehari-harinya, rutinitas Shofi dan kawan-kawan seperti ini kak, ini sore santai sambil baca Alquran, ntar abis magrib diulang lagi, untuk melancarkan bacaan, siap shalat Isya diulang lagi, disitu ada pemeriksaan buku hafalan. Setelah itu tidur, kami tidak pernah dikasih PR kak, karena memang guru tidak diizikan memberikan PR kepada kami,” kata Shofi.

Lanjutnya, sebelum shalat Subhu berjamaah, mereka harus sudah kumpul lagi di ruangan untuk pengulangan dan selesai shalat Subuh kembali lagi membaca dan menambah hafalan. Barulah sekitar pukul 07.00 WIB, semua siswa siap-siap ke sekolah. “Disekolah pelajarannya sama saja sama sekolah lain, tapi setelah pulang sekolah jam 12, kami masuk lagi ke kelas untuk Tahfizh Quran,” katanya.

Sofhi mengaku awalnya bosan, namun saat ini ia sudah terbiasa sama seperti teman-temannya. “Yah, disini gak ada TV, bosen awal-awalnya, tapi sekarang sudah terbiasa. Rasanya sekarang juga beda, hafal Al-quran sangat terasa bagi diri sendiri. Sekarang lebih mandiri, kalau bicara lebih dijaga, berbuat juga dijaga,” ujar Shofi yang berasal dari Serdang Bedagai ini.

Tak jauh berbeda, mahasiswi IAIN yang tinggal di asrama YIC-SU yang juga menjadi santri khusus Tahfizh Quran, Saadah Fitriani Lubis. Wanita yang berusia 20 tahun ini  mengatakan sudah hampir setahun ia berada di sekolah, dan setidaknya sudah berhasil menghafal 7 juz.
Tambahnya, menghafal Al-quran tidak lah susah, hanya saja harus ada keinginan dan tidak kenal malas. “Semua pada dasarnya bisa, tapi harus ada niat, jangan karena paksaan orangtua. Jujur setelah hafal Al-quran, saya lebih mandiri, lebih disiplin, selalu menjaga tingkah laku dan perkataan,” katanya. (mag-13)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/