27 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Lima Dimensi Taubat

Firman Allah swt. dalam surah At-Tahrim: ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan sesungguhnya, mudah-mudahan Tuhan melenyapkan dosa-dosamu dan memasukkan ke surge yang mengalir sungai-sungai di bawahnya “.

Bertaubat selalu kita dengar diucapkan oleh seseorang apalagi ketika seseorang melakukan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan agama, spontan orang yang menyaksikannya mengatakan “taubatlah nanti marah Allah swt.”. Kata taubat juga sering diucapkan orang ketika dia gagal dan kecewa terhadap apa yang dialami atau diperolehnya. Demikian juga ketika kita mendengar adanya gempa bumi, sunami, angin putting beliung menghancurkan pepohonan dan rumah-rumah, para da‘i maupun para ulama mengajak umatnya untuk bertaubat, karena Allah swt. telah murka kepada umat manusia  yang angkuh dan sombong, maka mari kita jadikan musibah ini sebagai peringatan dari Allah swt.

Taubat sebenarnya dari ketidak patuhan umat kepada perintah-perintah Allah swt. meninggalkan segala perintahNya, baik  mengerjakan shalat terlebih dan kita harus sadar-sesadarnya pentingnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan mengajak manusia ke jalan Allah dengan cara apapun. Seorang muslim patutlah merasa bangga dengan keislaman yang diberikan Allah kepadanya dan ia harus menampakkan kemuliaan dan kebanggaan. Firman Allah swt. surah Lukman: 17: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah atas apapun yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah urusan yang diutamakan.
Ketika manusia menyadari, bahwa kehidupan ini akan berakhir dengan kematian dan semua aktivitas hidupa akan dipertanggungjawabkan kepada Allah swt., maka manusia tersebut akan menyadari kesalahan-kesalahan yang dia lakukan untuk dihentikan dan sekaligus bertaubat kepada Allah swt. dengan sesungguhnya dan tidak akan pernah melakukan perbuatan salah sampai akhir hayatnya.

Lima Dimensi Taubat

Dalam hal ini ada lima dimensi taubat, pertama, menyadari kesalahan, seseorang tidak akan meninggalkan kebiasaannya kalau dia tidak menyadari, bahwa apa yang dia lakukan selama ini suatu yang salah. Untuk itulah seorang muslim harus mengetahui ajaran agama dengan baik, mana yang boleh dilaksanakan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Oleh karena itulah seseorang dapat menyadari bahwa dia telah salah dan melanggar ajaran agama yang benar. Kedua, menyesali kesalahan, dan tidak akan melakukan/mengulanginya lagi, orang yang seperti ini boleh dikatakan taubat. Ketiga, memohon ampunan kepada Allah swt. ketika telah menyadari perbuatan itu salah dan tidak akan melaksanakan lagi. Rasulullah saw. meskipun tidak berbuat salah maupun kemaksiatan, namun beliau tetap bertaubat dan mohon ampun kepada Allah swt. pagi dan sore. Sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada dosa yang besar dengan istighfar dan tidak ada dosa yang kecil kalau diulang-ulang”. (HR. Thabrani). Keempat, berjanji tidak akan mengulanginya benar-benar dari lubuk hati yang paling dalam, bukan hanya di bibir saja. Kelima, menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh. Selanjutnya perbanyak perbuatan-perbuatan yang baik/shaleh. Allah berfirman dalam surah Az-Zumar: 53: “Katakanlah, hai hambaKu yang berlebih-lebihan dalam hidupnya, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, bahwasanya Allah mengampuni semua dosa. Dia Pengampun dan Penyayang”.

Jauhkan Putus Asa

Al-Faqih menjelaskan: “Seseorang yang mau bertaubat (sungguh-sungguh) pasti diterima taubatnya”. Oleh karena itu Islam tidak menghendaki manusia berputus asa dari rahmat Allah swt. berfirman: “Bahwasanya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali mereka yang kafir”. Oleh karenanya, seyogianya manusia yang normal akalnya, bertaubatlah setiap waktu/istighfar) kepada Allah, agar tidak terjerumus dalam golongan manusia durhaka. Sabda beliau: “Demi Allah, setiap harinya aku bertaubat kepada Allah 100 x (seratus kali) istighfar pagi dan sore.

Sabda Nabi: “Orang yang istighfar hanya di mulutnya saja, sedang perbuatan dosanya tetap dilakukan, maka tidak bedanya dengan orang yang main-main (senda gurau) dengan Tuhan. Rabiatul Adawiyah menegaskan: “Istighfar yang hanya diucapkan, tanpa niat berhenti dari perbuatannya, berarti taubatnya palsu, bahkan tidak dianggap taubat”. Karena ada tiga syarat bagi yang bertaubat, satu, menyesali perbuatannya, kedua, mulutnya mengucap istighfar, sedikitnya “Astaghfirullahal ‘azhim”, ketiga, tidak lagi mengulangi perbuatannya. Maka, bagi yang memenuhi 3 (tiga) syarat ini, diampuni dosanya, kecuali jika meninggalkan salah satu fardhu/kewajiban terhadapNya dan sia-sialah taubatnya selama fardhu itu belum dipenuhi (khusus kepada Allah swt.). Bila dosa kepada manusia, tidak akan ada artinya seseorang bertaubat, selama belum dihalalkan oleh yang bersangkutan (bila ada salah sesama manusia).

Enam Perkara Perlu Dimiliki

Setengah ulama hikmah mengatakan, ada 6 (enam) perkara yang dimiliki orang arif, pertama, ketika dapat berpikir kepada Allah, ia merasa puas hatinya, kedua, ketika menginstropeksi diri, merasa rendah, ketiga, ketika mempelajari ayat-ayat Allah dapat memetik i’tibar darinya, keempat, ketika ber-angan-angan (akan melakukan) maksiat, dapat tertahan dirinya, kelima, ketika melihat keampunan Allah, ia bergembira, keenam, ketika teringat laku dosa-dosa yang telah lalu, segera istighfar (mohon ampun kepada Allah swt.).

Ada empat perkara yang membuktikan seseorang diterima taubatnya, satu, mengekang kata-kata dusta, ghibah dan yang tidak berfaedah, kedua, lenyapnya sifat hasud dengki dan iri hati, ketiga, mampu menghindari lawan yang jahat, keempat, siap menghadapi mati, tekun beribadah dan selalu istighfar serta menyesali dosa yang lalu.

Yang akhirnya demikian kita memperoleh 4 (empat) perkara, pertama, masyarakat senang, kaerna Allah senang kepadanya (kita), kedua, masyarakat selalu memelihara dengan mendoakan baik kepadanya (kita), ketiga, masyarakat melupakan dosa/kesalahannya yang dahulu, keempat, masyarakat selalu mendekati dan membantunya. Kemudian Allah memuliakannya dengan 4 (empat) perkara lagi. pertama,  membersihkan segala dosanya, seakan tidak pernah berdosa, kedua, Dia (Allah) senang kepadanya, ketiga, Dia melindunginya dari gangguan syaitan, keempat, Dia menenteramkan hatinya (merasa aman) sebelum keluar dari dunia.

Akhirnya pintu taubat bagi seluruh umat Islam, kecuali bagi 3 (tiga) makhluk Allah, yakni Iblis Laknatullah. Qabil pembunuh Habil dan pembunuh para Nabi. Mudah-mudahan Allah swt. masih memberikan kesempatan bertaubat bagi kita sekalian, sebelum panggilanNya datang. Aamiin. (*)

Penulis Dosen STAI.
SUMATERA, PTI AL HIKMAH, PGSD Hikmatul Fadhillah, STAI.RA. B. Kuis.

Firman Allah swt. dalam surah At-Tahrim: ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan sesungguhnya, mudah-mudahan Tuhan melenyapkan dosa-dosamu dan memasukkan ke surge yang mengalir sungai-sungai di bawahnya “.

Bertaubat selalu kita dengar diucapkan oleh seseorang apalagi ketika seseorang melakukan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan agama, spontan orang yang menyaksikannya mengatakan “taubatlah nanti marah Allah swt.”. Kata taubat juga sering diucapkan orang ketika dia gagal dan kecewa terhadap apa yang dialami atau diperolehnya. Demikian juga ketika kita mendengar adanya gempa bumi, sunami, angin putting beliung menghancurkan pepohonan dan rumah-rumah, para da‘i maupun para ulama mengajak umatnya untuk bertaubat, karena Allah swt. telah murka kepada umat manusia  yang angkuh dan sombong, maka mari kita jadikan musibah ini sebagai peringatan dari Allah swt.

Taubat sebenarnya dari ketidak patuhan umat kepada perintah-perintah Allah swt. meninggalkan segala perintahNya, baik  mengerjakan shalat terlebih dan kita harus sadar-sesadarnya pentingnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan mengajak manusia ke jalan Allah dengan cara apapun. Seorang muslim patutlah merasa bangga dengan keislaman yang diberikan Allah kepadanya dan ia harus menampakkan kemuliaan dan kebanggaan. Firman Allah swt. surah Lukman: 17: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah atas apapun yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah urusan yang diutamakan.
Ketika manusia menyadari, bahwa kehidupan ini akan berakhir dengan kematian dan semua aktivitas hidupa akan dipertanggungjawabkan kepada Allah swt., maka manusia tersebut akan menyadari kesalahan-kesalahan yang dia lakukan untuk dihentikan dan sekaligus bertaubat kepada Allah swt. dengan sesungguhnya dan tidak akan pernah melakukan perbuatan salah sampai akhir hayatnya.

Lima Dimensi Taubat

Dalam hal ini ada lima dimensi taubat, pertama, menyadari kesalahan, seseorang tidak akan meninggalkan kebiasaannya kalau dia tidak menyadari, bahwa apa yang dia lakukan selama ini suatu yang salah. Untuk itulah seorang muslim harus mengetahui ajaran agama dengan baik, mana yang boleh dilaksanakan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Oleh karena itulah seseorang dapat menyadari bahwa dia telah salah dan melanggar ajaran agama yang benar. Kedua, menyesali kesalahan, dan tidak akan melakukan/mengulanginya lagi, orang yang seperti ini boleh dikatakan taubat. Ketiga, memohon ampunan kepada Allah swt. ketika telah menyadari perbuatan itu salah dan tidak akan melaksanakan lagi. Rasulullah saw. meskipun tidak berbuat salah maupun kemaksiatan, namun beliau tetap bertaubat dan mohon ampun kepada Allah swt. pagi dan sore. Sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada dosa yang besar dengan istighfar dan tidak ada dosa yang kecil kalau diulang-ulang”. (HR. Thabrani). Keempat, berjanji tidak akan mengulanginya benar-benar dari lubuk hati yang paling dalam, bukan hanya di bibir saja. Kelima, menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh. Selanjutnya perbanyak perbuatan-perbuatan yang baik/shaleh. Allah berfirman dalam surah Az-Zumar: 53: “Katakanlah, hai hambaKu yang berlebih-lebihan dalam hidupnya, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, bahwasanya Allah mengampuni semua dosa. Dia Pengampun dan Penyayang”.

Jauhkan Putus Asa

Al-Faqih menjelaskan: “Seseorang yang mau bertaubat (sungguh-sungguh) pasti diterima taubatnya”. Oleh karena itu Islam tidak menghendaki manusia berputus asa dari rahmat Allah swt. berfirman: “Bahwasanya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali mereka yang kafir”. Oleh karenanya, seyogianya manusia yang normal akalnya, bertaubatlah setiap waktu/istighfar) kepada Allah, agar tidak terjerumus dalam golongan manusia durhaka. Sabda beliau: “Demi Allah, setiap harinya aku bertaubat kepada Allah 100 x (seratus kali) istighfar pagi dan sore.

Sabda Nabi: “Orang yang istighfar hanya di mulutnya saja, sedang perbuatan dosanya tetap dilakukan, maka tidak bedanya dengan orang yang main-main (senda gurau) dengan Tuhan. Rabiatul Adawiyah menegaskan: “Istighfar yang hanya diucapkan, tanpa niat berhenti dari perbuatannya, berarti taubatnya palsu, bahkan tidak dianggap taubat”. Karena ada tiga syarat bagi yang bertaubat, satu, menyesali perbuatannya, kedua, mulutnya mengucap istighfar, sedikitnya “Astaghfirullahal ‘azhim”, ketiga, tidak lagi mengulangi perbuatannya. Maka, bagi yang memenuhi 3 (tiga) syarat ini, diampuni dosanya, kecuali jika meninggalkan salah satu fardhu/kewajiban terhadapNya dan sia-sialah taubatnya selama fardhu itu belum dipenuhi (khusus kepada Allah swt.). Bila dosa kepada manusia, tidak akan ada artinya seseorang bertaubat, selama belum dihalalkan oleh yang bersangkutan (bila ada salah sesama manusia).

Enam Perkara Perlu Dimiliki

Setengah ulama hikmah mengatakan, ada 6 (enam) perkara yang dimiliki orang arif, pertama, ketika dapat berpikir kepada Allah, ia merasa puas hatinya, kedua, ketika menginstropeksi diri, merasa rendah, ketiga, ketika mempelajari ayat-ayat Allah dapat memetik i’tibar darinya, keempat, ketika ber-angan-angan (akan melakukan) maksiat, dapat tertahan dirinya, kelima, ketika melihat keampunan Allah, ia bergembira, keenam, ketika teringat laku dosa-dosa yang telah lalu, segera istighfar (mohon ampun kepada Allah swt.).

Ada empat perkara yang membuktikan seseorang diterima taubatnya, satu, mengekang kata-kata dusta, ghibah dan yang tidak berfaedah, kedua, lenyapnya sifat hasud dengki dan iri hati, ketiga, mampu menghindari lawan yang jahat, keempat, siap menghadapi mati, tekun beribadah dan selalu istighfar serta menyesali dosa yang lalu.

Yang akhirnya demikian kita memperoleh 4 (empat) perkara, pertama, masyarakat senang, kaerna Allah senang kepadanya (kita), kedua, masyarakat selalu memelihara dengan mendoakan baik kepadanya (kita), ketiga, masyarakat melupakan dosa/kesalahannya yang dahulu, keempat, masyarakat selalu mendekati dan membantunya. Kemudian Allah memuliakannya dengan 4 (empat) perkara lagi. pertama,  membersihkan segala dosanya, seakan tidak pernah berdosa, kedua, Dia (Allah) senang kepadanya, ketiga, Dia melindunginya dari gangguan syaitan, keempat, Dia menenteramkan hatinya (merasa aman) sebelum keluar dari dunia.

Akhirnya pintu taubat bagi seluruh umat Islam, kecuali bagi 3 (tiga) makhluk Allah, yakni Iblis Laknatullah. Qabil pembunuh Habil dan pembunuh para Nabi. Mudah-mudahan Allah swt. masih memberikan kesempatan bertaubat bagi kita sekalian, sebelum panggilanNya datang. Aamiin. (*)

Penulis Dosen STAI.
SUMATERA, PTI AL HIKMAH, PGSD Hikmatul Fadhillah, STAI.RA. B. Kuis.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/