23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Bekal Menjadi Haji Mabrur

Oleh: Sofyan

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah saw. bersabda,”umrah ke umrah berikutnya adalah menutupi kafarat kesalahan-kesalahan yang terjadi antara keduanya. Dan haji yang mabrur itu imbalannya tiada lain adalah surga” (HR. Bukhari Muslim).

Menjadi haji yang mabrur (diterima) Allah swt. dambaan seluruh umat Islam yang dipanggil Tuhan berangkat ke tanah suci. Allah telah berjanji imbalan bagi yang berhasil meraih predikat mabrur adalah surga, tempat yang disediakan Tuhan buat hamba-Nya yang saleh dan beriman di kemudian hari.
Bagi kita yang melaksanakan haji tahun ini tentu berharap agar haji yang dilaksanakan mabrur, suatu kebahagiaan jika kita termasuk satu di antara tamu Tuhan yang hajinya diterima. Untuk itu kita harus mengetahui bagaimana proses menjadi haji mabrur.

Menurut syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, mufti Saudi Arabia yang telah kembali kepangkuan ilahi, dalam kitabnya “Haji, Umrah dan Ziarah Menurut Kitab dan Sunnah”  menerangkan, ada empat perkara yang dengan izin-Nya dapat membawa kita menjadi haji yang mabrur. Rasanya tidaklah salah jika penulis memaparkannya di artikel ini.

1. Mengikhlaskan Niat Haji karena Allah SWT

Para jamaah haji sejatinya segera memurnikan dan meluruskan niat berangkat ke tanah suci untuk ibadah meraih ridha Tuhan, tidak mencampur adukkan dengan perbuatan riya, sombong, merasa hebat karena mampu berangkat haji, atau ingin meningkatkan status sosial dan berbagai tujuan lain yang timbul dalam hati.

Upaya ini dilakukan untuk menepis semua godaan syetan yang selalu hadir mengganggu ketentraman hati dan perasaan hingga rusaklah amal perbuatan kita. Jika ruh ikhlas telah tertanam dalam sanubari sesulit apapun medan haji pasti akan terasa ringan dan tidak berat melakukannya.
Rasul telah mewanti-wanti agar berhati-hati terhadap ditolaknya amal manusia gara-gara riya dan penyakit hati, sebagaimana sabdanya,” Dari Abu Umamah Rasulullah saw. bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang dikerjakan dengan murni dan hanya mengharapkan ridha-Nya” (HR. Abu Daud dan an-Nasa’i).

Hadis yang lain menjelaskan, dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW. bersabda,” Aku adalah Sekutu Yang Maha Cukup sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal dengan dicampuri perbuatan syirik kepada-Ku maka aku tinggalkan dia dan tidak Aku terima amal syiriknya itu”(HR. Bukhari Muslim).

Dalam Alquran ditegaskan, ”Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku,”Bahwa sesungguhnya sembahan kamu adalah Sembahan Yang Esa. Barangsiapa mengharap bertemu Tuhannya hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia berbuat syirik sedikitpun dalam beribadah kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi: 110).

2. Menggunakan Harta yang Halal

Syarat kedua agar haji yang dikerjakan mabrur, para jamaah haji harus menggunakan harta yang diperoleh dengan cara halal, bukan harta subhat, uang korupsi, merampok atau hasil dari uang panas lainnya. Mereka yang berangkat haji menggunakan biaya haram maka hajinya tidak akan diterima.
Rasulullah SAW telah menegaskan, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,” Jika seseorang keluar dengan tujuan untuk menunaikan ibadah haji menggunakan biaya yang halal kemudia ia pijakkan kakinya pada pijakan pelana kudanya lalu menyeru,”Kusambut panggilan-Mu ya Allah, kusambut panggilan-Mu”, maka diserulah ia oleh penyeru dari langit,” Kusambut pula kamu dan Kukaruniakan kepadamu kebahagiaan demi kebahagiaan.

Bekalmu adalah halal, kendaraan yang kamu tunggangipun halal dan hajimu adalah mabrur (diterima) tidak ternodai oleh dosa. Jika seseorang keluar dengan menggunakan biaya yang haram lalu ia pijakkan kakinya pada pijakan pelana kudanya lalu ia menyeru,”kusambut panggilan-Mu ya Allah, kusambut panggilan-Mu, maka diserulah ia oleh penyeru dari langit, “Aku tidak mau menyambutmu dan tidak pula Aku karuniakan kebahagian demi kebahagiaan kepadamu. Bekalmu haram, harta yang kamu nafkahkan pun haram dan hajimu tidak diterima”.

3. Bertaubat Sebelum Berangkat Haji

Manusia makhluk yang bergelimang dosa, bukan sosok pribadi ma’sum seperti baginda Nabi SAW. yang langsung ditegur Tuhan jika berbuat maksiat. Sejatinya sebelum menunaikan haji kita harus membersihkan diri dari segala dosa kepada sesama manusia maupun terhadap Tuhan. Dengan kata lain segera bertaubat, mengakui semua kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat.

Jika kita pernah berbuat kezaliman dan merugikan orang lain seperti pernah mencuri, mengambil harta orang lain, mencederai fisik, menggibah, menghina, meremehkan dan menjatuhkan kehormatan dirinya maka segeralah meminta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat. Datangi mereka dan dengan kerendahan hati berharap supaya mau memaafkan kesalahan kita.

Seandainya kita memiliki hutang piutang segeralah untuk melunasinya dan berilah wasiat kepada ahli keluarga yang ditinggalkan agar selalu beramal, meningkatkan ketaqwaan dan menjaga keimanan.

Apabila diri kita telah bersih dari semua kesalahan kepada sesama makhluk maka di tanah suci saatnya kita banyak berdo’a, memohon ampunan ilahi atas dosa dan maksiat yang membelenggu diri kita, karena permohonan kita di sana didengar Tuhan. Mana tahu kita langsung dipanggil Tuhan sehingga tidak dapat bersua kembali dengan sanak famili, karib kerabat dan teman sejawat.

 4. Melaksanakan Haji seperti Rasulullah Berhaji

Selain ikhlas salah satu syarat agar amal kita diterima Tuhan yaitu mutaba’ah (mengikuti sunnah Rasul). Amal anak Adam tidak akan diterima manakala dia melakukan amal yang tidak pernah dilaksanakan Rasul, sebagaimana sabdanya,” Barangsiapa beramal yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah maka amalnya ditolak” (HR. Bukhari Muslim).

Sejatinya para jemaah haji mempelajari bagaimana tuntunan Nabi ketika melaksanakan haji, tujuannya agar amal ibadah yang kita kerjakan di tanah suci tidak menyalah, sesuai perintahnya. Efek ibadah yang menyalahi sunnah Rasulullah tidak akan diterima Allah SWT. Sebelum terlambat belajarlah kepada ahlinya bagaimana haji yang dilakukan Rasul sehingga kita dapat mencontoh dan mengamalkannya.

Untuk mengetahui apakah ibadah haji kita mabrur atau tidak sulit diketahui, hanya Allahlah Yang Maha mengetahui. Namun menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, tanda amal kita diterima Tuhan yaitu timbul keinginan-keinginan melakukan kebaikan-kebaikan yang sama, artinya sekembalinya dari haji ibadahnya tidak berhenti.

Semakin semangat melaksanakan berbagai kebaikan dan berlomba-lomba mengejar pahala akhirat tanpa melupakan kondisi di dunia.

Tidak sedikit jamaah haji yang setelah kembali dari haji semakin sombong, bicaranya kasar, wajib menyebutkan haji atau hajjah di depan nama atau jika memanggil mereka. Baru pulang haji rajinnya minta ampun salat ke masjid namun hanya sebentar paling dua sampai tiga minggu, setelah itu datang salat ke masjid hanya hari Jum’at saja. Itu pertanda kita belum menjadi haji mabrur. Semoga artikel ini bermanfaat.

Penulis staf pengajar di Pesantren Darularafah Raya.

Oleh: Sofyan

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah saw. bersabda,”umrah ke umrah berikutnya adalah menutupi kafarat kesalahan-kesalahan yang terjadi antara keduanya. Dan haji yang mabrur itu imbalannya tiada lain adalah surga” (HR. Bukhari Muslim).

Menjadi haji yang mabrur (diterima) Allah swt. dambaan seluruh umat Islam yang dipanggil Tuhan berangkat ke tanah suci. Allah telah berjanji imbalan bagi yang berhasil meraih predikat mabrur adalah surga, tempat yang disediakan Tuhan buat hamba-Nya yang saleh dan beriman di kemudian hari.
Bagi kita yang melaksanakan haji tahun ini tentu berharap agar haji yang dilaksanakan mabrur, suatu kebahagiaan jika kita termasuk satu di antara tamu Tuhan yang hajinya diterima. Untuk itu kita harus mengetahui bagaimana proses menjadi haji mabrur.

Menurut syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, mufti Saudi Arabia yang telah kembali kepangkuan ilahi, dalam kitabnya “Haji, Umrah dan Ziarah Menurut Kitab dan Sunnah”  menerangkan, ada empat perkara yang dengan izin-Nya dapat membawa kita menjadi haji yang mabrur. Rasanya tidaklah salah jika penulis memaparkannya di artikel ini.

1. Mengikhlaskan Niat Haji karena Allah SWT

Para jamaah haji sejatinya segera memurnikan dan meluruskan niat berangkat ke tanah suci untuk ibadah meraih ridha Tuhan, tidak mencampur adukkan dengan perbuatan riya, sombong, merasa hebat karena mampu berangkat haji, atau ingin meningkatkan status sosial dan berbagai tujuan lain yang timbul dalam hati.

Upaya ini dilakukan untuk menepis semua godaan syetan yang selalu hadir mengganggu ketentraman hati dan perasaan hingga rusaklah amal perbuatan kita. Jika ruh ikhlas telah tertanam dalam sanubari sesulit apapun medan haji pasti akan terasa ringan dan tidak berat melakukannya.
Rasul telah mewanti-wanti agar berhati-hati terhadap ditolaknya amal manusia gara-gara riya dan penyakit hati, sebagaimana sabdanya,” Dari Abu Umamah Rasulullah saw. bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang dikerjakan dengan murni dan hanya mengharapkan ridha-Nya” (HR. Abu Daud dan an-Nasa’i).

Hadis yang lain menjelaskan, dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW. bersabda,” Aku adalah Sekutu Yang Maha Cukup sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal dengan dicampuri perbuatan syirik kepada-Ku maka aku tinggalkan dia dan tidak Aku terima amal syiriknya itu”(HR. Bukhari Muslim).

Dalam Alquran ditegaskan, ”Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku,”Bahwa sesungguhnya sembahan kamu adalah Sembahan Yang Esa. Barangsiapa mengharap bertemu Tuhannya hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia berbuat syirik sedikitpun dalam beribadah kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi: 110).

2. Menggunakan Harta yang Halal

Syarat kedua agar haji yang dikerjakan mabrur, para jamaah haji harus menggunakan harta yang diperoleh dengan cara halal, bukan harta subhat, uang korupsi, merampok atau hasil dari uang panas lainnya. Mereka yang berangkat haji menggunakan biaya haram maka hajinya tidak akan diterima.
Rasulullah SAW telah menegaskan, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,” Jika seseorang keluar dengan tujuan untuk menunaikan ibadah haji menggunakan biaya yang halal kemudia ia pijakkan kakinya pada pijakan pelana kudanya lalu menyeru,”Kusambut panggilan-Mu ya Allah, kusambut panggilan-Mu”, maka diserulah ia oleh penyeru dari langit,” Kusambut pula kamu dan Kukaruniakan kepadamu kebahagiaan demi kebahagiaan.

Bekalmu adalah halal, kendaraan yang kamu tunggangipun halal dan hajimu adalah mabrur (diterima) tidak ternodai oleh dosa. Jika seseorang keluar dengan menggunakan biaya yang haram lalu ia pijakkan kakinya pada pijakan pelana kudanya lalu ia menyeru,”kusambut panggilan-Mu ya Allah, kusambut panggilan-Mu, maka diserulah ia oleh penyeru dari langit, “Aku tidak mau menyambutmu dan tidak pula Aku karuniakan kebahagian demi kebahagiaan kepadamu. Bekalmu haram, harta yang kamu nafkahkan pun haram dan hajimu tidak diterima”.

3. Bertaubat Sebelum Berangkat Haji

Manusia makhluk yang bergelimang dosa, bukan sosok pribadi ma’sum seperti baginda Nabi SAW. yang langsung ditegur Tuhan jika berbuat maksiat. Sejatinya sebelum menunaikan haji kita harus membersihkan diri dari segala dosa kepada sesama manusia maupun terhadap Tuhan. Dengan kata lain segera bertaubat, mengakui semua kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat.

Jika kita pernah berbuat kezaliman dan merugikan orang lain seperti pernah mencuri, mengambil harta orang lain, mencederai fisik, menggibah, menghina, meremehkan dan menjatuhkan kehormatan dirinya maka segeralah meminta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat. Datangi mereka dan dengan kerendahan hati berharap supaya mau memaafkan kesalahan kita.

Seandainya kita memiliki hutang piutang segeralah untuk melunasinya dan berilah wasiat kepada ahli keluarga yang ditinggalkan agar selalu beramal, meningkatkan ketaqwaan dan menjaga keimanan.

Apabila diri kita telah bersih dari semua kesalahan kepada sesama makhluk maka di tanah suci saatnya kita banyak berdo’a, memohon ampunan ilahi atas dosa dan maksiat yang membelenggu diri kita, karena permohonan kita di sana didengar Tuhan. Mana tahu kita langsung dipanggil Tuhan sehingga tidak dapat bersua kembali dengan sanak famili, karib kerabat dan teman sejawat.

 4. Melaksanakan Haji seperti Rasulullah Berhaji

Selain ikhlas salah satu syarat agar amal kita diterima Tuhan yaitu mutaba’ah (mengikuti sunnah Rasul). Amal anak Adam tidak akan diterima manakala dia melakukan amal yang tidak pernah dilaksanakan Rasul, sebagaimana sabdanya,” Barangsiapa beramal yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah maka amalnya ditolak” (HR. Bukhari Muslim).

Sejatinya para jemaah haji mempelajari bagaimana tuntunan Nabi ketika melaksanakan haji, tujuannya agar amal ibadah yang kita kerjakan di tanah suci tidak menyalah, sesuai perintahnya. Efek ibadah yang menyalahi sunnah Rasulullah tidak akan diterima Allah SWT. Sebelum terlambat belajarlah kepada ahlinya bagaimana haji yang dilakukan Rasul sehingga kita dapat mencontoh dan mengamalkannya.

Untuk mengetahui apakah ibadah haji kita mabrur atau tidak sulit diketahui, hanya Allahlah Yang Maha mengetahui. Namun menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, tanda amal kita diterima Tuhan yaitu timbul keinginan-keinginan melakukan kebaikan-kebaikan yang sama, artinya sekembalinya dari haji ibadahnya tidak berhenti.

Semakin semangat melaksanakan berbagai kebaikan dan berlomba-lomba mengejar pahala akhirat tanpa melupakan kondisi di dunia.

Tidak sedikit jamaah haji yang setelah kembali dari haji semakin sombong, bicaranya kasar, wajib menyebutkan haji atau hajjah di depan nama atau jika memanggil mereka. Baru pulang haji rajinnya minta ampun salat ke masjid namun hanya sebentar paling dua sampai tiga minggu, setelah itu datang salat ke masjid hanya hari Jum’at saja. Itu pertanda kita belum menjadi haji mabrur. Semoga artikel ini bermanfaat.

Penulis staf pengajar di Pesantren Darularafah Raya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/