Keterbatasan fisik yang dialami Louisa Bernadette Indrawati tak menghalanginya untuk tetap berkarya dan menginspirasi. Bahkan, sebuah peristiwa yang tak disangka-sangka, dapat ia alami. Berikut ini kisahnya.
Louisa Bernadette Indrawati adalah anak pertama dari 7 bersaudara. Saudara-saudaranya semuanya bertubuh normal.
Wanita ini merasa tubuhnya lain sejak ia berusia 4 tahun. Ia menyadari bahwa semua teman bisa berlari dan bermain, tetapi Louisa cuma bisa melangkah satu-dua langkah.
Di tengah keluarga, ia merasakan diperlakukan tidak adil. Tetapi ia tidak mau tunjukkan itu di depan orang-orang. Ia cuma bisa nangis sambil ngumpet.
Dalam tangisan, saya suka berdoa, “Tuhan, saya percaya, nanti di sorga, saya akan mendapatkan apa yang saya tidak miliki di dunia ini.”
Louisa jalani hari demi hari, sampai suatu saat saya sadar, meskipun saya cacat, tapi tak ada bedanya dengan oranglain. “Lagipula, orangtua tidak pernah membeda-bedakan. Terus, saya juga dikaruniai otak yang normal. Jadi waktu saya akan disekolahkan di YPAC (Yayasan Pembinaan Anak Cacat), saya tidak mau. Saya ingin coba masuk ke sekolah swasta saja,” ujarnya.
Louisa bersekolah di sekolah normal dan selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya. Selepas SMA, ia mengambil dua kuliah sekaligus yaitu hukum atas anjuran ayahnya dan komputer karena ketertarikanya. Keduanya pun dapat ia selesaikan dengan IP yang memuaskan. Setelah lulus, Louisa bekerja di salah satu perusahaan komputer.
Awalnya, ia tidak pernah berpikir untuk menikah karena sadar betul akan kondisinya. Ia pun memutuskan untuk mengadopsi anak berumur 20 hari yang ia beri nama Maria Rosa Widya Buana. Sampai suatu waktu ia bertemu dengan seorang pria ketika berlibur ke Bali bersama anak adopsinya. Setelah tiga tahun bersahabat, pria bernama Handoyo itu pun memberanikan melamar Louisa. Sayangnya lamaran itu ditolak oleh Louisa. “Lamaran Handoyo saat itu terasa lebih sebagai penghinaan,” tuturnya.
Handoyo pun tak menyerah, ia melamar Louisa kedua kalinya dengan membawa keluarganya. Namun, keluarga Handoyo ternyata kaget melihat keadaan Louisa sehingga lamaran tersebut pun batal lagi. Akhirnya setelah diyakinkan, kedua orangtua dari Louisa dan Handoyo pun merestui pernikahan mereka. Tepatnya di Agustus 2004, Handoyo dan keluarga melamar Louisa.
Keajaiban pun terus terjadi dalam hidupnya. Tak lama setelah menikah, dokter menyampaikan bahwa Louisa positif hamil. Dengan kondisi tubuhnya, dokter menyarankan Louisa untuk aborsi demi keselamatannya. Tetapi ia dan suami tetap bersepakat untuk melanjutkan kehamilannya. “Saya merasa ini pasti adalah mukjizat Tuhan,” katanya.
Keajaiban itu benar terjadi pada 15 Juni 2005, Louisa dengan selamat melahirkan bayi perempuan yang diberi nama Maria Gabriella Handoyo. Kehadiran Maria pun semakin menambah kebahagiaan di dalam keluarga ini. Sekarang Louisa masih bekerja di perusahaan komputer, tetapi tidak full time. Selain mengurus kedua buah hatinya, ia juga membuka counter Hp kecil-kecilan di depan rumahnya. “Saya orangnya tidak bisa diam,” pengakuanya.
Di balik tubuh mungilnya itu tersimpan semangat yang besar. Saat ini Louisa juga aktif menjadi pembicara dan motivator diberbagai acara. Ia pun mempunyai impian untuk menjadi seperti Nick Vujicic, motivator terkenal dunia. Kelak, ia tidak hanya ingin memotivasi orang-orang di Indonesia saja, tetapi juga sampai ke luar Indonesia.”Selalu bersyukur dan jangan pernah menyerah dalam hidup,” pesannya.
Sekarang Louisa masih bekerja, beraktifitas sebagai motivator dan turut tampil menyaksikan kemurahan Tuhan diundang sebagai pembicara dalam pelayanan antara lain media elektronik. Sedangkan suaminya (Handoyo) mengelola usaha komputer dan menghasilkan income yang cukup memadai.
“Puji Tuhan. Tak habis-habisnya kami bersyukur pada Allah,” kata wanita yang Juni 2005 tercatat di MURI sebagai wanita pertama Indonesia dengan ukuran tubuh 74 cm yang berhasil melahirkan. Meski lahir amat premature, Gaby tumbuh dengan baik karena Louisa memberinya ASI. Berkat Tuhan tidak sampai di situ, tanpa disadari ada seseorang yang menyumbangkan sebuah mobil Toyota Kijang baru untuk keluarga ini di luar perhitungan secara logika. Saat ini Louisa banyak memberikan kesaksian di berbagai tempat. Jika Tuhan kehendaki di satu saat Louisa akan datang ke Amerika Serikat.
Kesaksiannya banyak menguatkan orang lain dan memberi dorongan bahwa kalau kita terus melihat kelemahan kita tanpa memandang kepada kelebihan yang Tuhan sudah berikan maka kita tidak akan menjadi manusia seutuhnya. Louisa telah menjadi contoh tentang seorang yang telah menjadi besar sekalipun memiliki tubuh yang kecil. Jadi walaupun dianggap rendah oleh manusia tetapi dimuliakan Tuhan.(btr/bbs)