25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Awal Gerakan Pantekosta di Indonesia

Oleh: Pdm Edison Sinurat STh

Kisah 2:1-4 “Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidahlidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” 

HARI kenaikan Isa Almasih diikuti dengan hari Pentakosta yang ditandai dengan pencurahan Roh Kudus. Muridmurid Tuhan Yesus yang menjadi rasulrasul menunggu selama 10 hari di Yerusalem.

Dan pada hari ke-10 bersamaan dengan hari ke-50 sejak Yesus bangkit dari kematian, sekitar 120 orang muridmurid mengalami baptisan Roh Kudus di sebuah kamar loteng yang ditumpangi oleh mereka di Yerusalem. Terjadi perubahan drastis, Petrus yang tadinya pengecut menjadi pemberani dan khotbahnya di serambi Salomo menyebabkan 3000 orang bertobat dan memberi diri dibaptis.

Fenomena ini berlanjut terus, rasulrasul memberitakan Injil dengan kuasa Roh Kudus sehingga Injil terus merambah sampai ke seantero dunia. Dan kalau kita menjadi pengkikut Kristus hari ini, tidak terlepas dari peristiwa yang melanda murid-murid pada masa itu.

Awal abad ke-20, Kebangunan Rohani terjadi di Wales, Inggris tahun 1904, Kebangunan Rohani di Topeka Kansas, Amerika tahun 1906 menandai berkobarnya pekabaran Injil oleh kuasa Roh Kudus sampai kini bahkan sampai kepada Kedatangan Yesus Kristus kembali ke bumi ini.

Gerakan Pantekosta atau Pentakosta di Indonesia diawali dengan datangnya dua keluarga misionaris dari Amerika Serikat pada tahun 1921. Menarik sekali mengikuti perjalanan mereka yang saya kutip dari majalah Charisma dan dari berbagai sumber.

Dari Pelabuhan Seattle, Washington, tanggal 4 Januari 1921, sebuah kapal berbendera Jepang, Suwa Maru, melepas jangkar untuk tujuan yang amat jauh, membelah samudera Pasifik. Seperti biasanya Suwa Maru mengangkut penumpang dan barang. Namun hari itu, kapal ini mengangkut enam penumpang yang sedang menuju Pelabuhan Internasional Batavia, kini Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Keenam penumpang itu sedang membuat sejarah penting untuk suatu gerakan besar di Indonesia. Mereka adalah Cornelis Groesbeek (46 tahun) dan istrinya Marie Groesbeek serta dua anaknya Jinny (8 tahun) dan Corrie (6 tahun), dan Dirk Richard Van Klaveren (43 tahun) bersama istrinya (40 tahun).

Mereka sedang dalam perjalanan misi penginjilan ke Indonesia menyebarkan pengajaran yang dalam 15 tahun terakhir amat menggetarkan Amerika, sejak kebangunan rohani di Azusa Street.

Perjalanan misi dua keluarga penginjil ini berawal dari sangat rajinnya mereka mengikuti kebaktian di Gereja Bethel Temple, Seattle. Bukan kebaktian biasa, memang. Di sana mereka menyaksikan banyak orang dibaptis Roh Kudus, di sembuhkan dari bermacam-macam penyakit, orang-orang bertobat dan menyerahkan diri dibaptis air.

Ketika mereka yakin dengan penglihatan yang diterima, mereka menyampaikannya kepada Gembala Sidang Rev. W.H. Offiler. Sang gembala mendapat konfirmasi bahwa perjalanan misi ke Indonesia adalah kehendak Tuhan.

Maka dikerahkannya seluruh anggota jemaat untuk mendukung misi tersebut.

Program pengiriman misionaris pun didukung para anggota jemaat. Di saat program pencarían dana sudah berhasil mengumpulkan 1.700 Dollar AS, bantuan yang datang berhenti.

Padahal tim misi membutuhkan 2.200 Dollar AS. Masih kurang 500 Dollar AS.

“Dalam beberapa waktu tak ada satu dollar pun yang kami terima, karena itu kami pun mulai ragu jangan-jangan kami keliru merestui dan merencanakan perjalanan misi ini,” kata Rev. Offiler.

Mereka pun bergumul, berusaha mencari tahu kehendak Tuhan. “Kami menyerahkan persoalan ini kepada Tuhan dan menunggu jawabannya, sementara waktu keberangkatan sudah semakin dekat. Keuangan tetap suram dan tidak berubah,” seperti dikutip Pdt.

Dr. Nicky J. Sumual dari malalah The Voice of Healing, Dallas, Texas, tahun 1952, untuk bukunya Sejarah Gereja Pentakosta. Angka 500 Dollar AS menjadi ganjalan, tapi itu membuat mereka banyak bertanya soal misi penginjilan ke Indonesia itu kepada Tuhan.

Suatu hari selesai kebaktian, ada seorang wanita penderita tumor ganas datang meminta pelayanan doa kepada Rev. Offiler. Menurut wanita itu ia diberitahu dokter yang sudah merawatnya selama lima tahun bahwa ia harus segera dioperasi. Jika dalam tiga hari tumor itu tidak diangkat dari tubuhnya, dokter sudah tidak mau bertanggung jawab lagi atasnya. Rev. Offiler pun mendoakannya.

Setelah didoakan wanita itu pulang karena dia mulai merasa ada perubahan yang baik di tubuhnya yang selama ini sakit.

Setelah beberapa saat ia di rumahnya, pada waktu dia berjalan tanpa ia sadari ada gumpalan daging yang jatuh dari tubuhnya. Ia kemudia sadar bahwa ia telah disembuhkan. Ia berdoa dan berkata, “Tuhan, saya akan pergi lagi ke dokter bedah yang menangai saya selam ini. Jika dokter itu membenarkan bahwa saya telah sembuh, saya akan memberikan 500 Dollar AS kepada Rev.

Offiler.” Memang wanita itu benar-benar sembuh, dan ia menunaikan nazarnya, memberikan 500 Dollar AS kepada Rev. Offiler. Dengan dicukupinya kebutuhan dana untuk rencana perjalanan misi ke Indonesia, keluarga Groesbeek dan Van Klaveren pun berangkat ke Indonesia dengan kapal Suwa Maru. Mereka tiba di Jakarta sekitar dua bulan kemudian, awal Maret 1921. Mereka memulai misinya di Jawa dan Bali dengan ditandai mujizat kesembuhan dan melalui murid-muridnya seterusnya ke seluruh nusantara.

Itulah jejak awal Pantekosta di Indonesia. Tuhan Yesus memberkati.(*)

Oleh: Pdm Edison Sinurat STh

Kisah 2:1-4 “Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidahlidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” 

HARI kenaikan Isa Almasih diikuti dengan hari Pentakosta yang ditandai dengan pencurahan Roh Kudus. Muridmurid Tuhan Yesus yang menjadi rasulrasul menunggu selama 10 hari di Yerusalem.

Dan pada hari ke-10 bersamaan dengan hari ke-50 sejak Yesus bangkit dari kematian, sekitar 120 orang muridmurid mengalami baptisan Roh Kudus di sebuah kamar loteng yang ditumpangi oleh mereka di Yerusalem. Terjadi perubahan drastis, Petrus yang tadinya pengecut menjadi pemberani dan khotbahnya di serambi Salomo menyebabkan 3000 orang bertobat dan memberi diri dibaptis.

Fenomena ini berlanjut terus, rasulrasul memberitakan Injil dengan kuasa Roh Kudus sehingga Injil terus merambah sampai ke seantero dunia. Dan kalau kita menjadi pengkikut Kristus hari ini, tidak terlepas dari peristiwa yang melanda murid-murid pada masa itu.

Awal abad ke-20, Kebangunan Rohani terjadi di Wales, Inggris tahun 1904, Kebangunan Rohani di Topeka Kansas, Amerika tahun 1906 menandai berkobarnya pekabaran Injil oleh kuasa Roh Kudus sampai kini bahkan sampai kepada Kedatangan Yesus Kristus kembali ke bumi ini.

Gerakan Pantekosta atau Pentakosta di Indonesia diawali dengan datangnya dua keluarga misionaris dari Amerika Serikat pada tahun 1921. Menarik sekali mengikuti perjalanan mereka yang saya kutip dari majalah Charisma dan dari berbagai sumber.

Dari Pelabuhan Seattle, Washington, tanggal 4 Januari 1921, sebuah kapal berbendera Jepang, Suwa Maru, melepas jangkar untuk tujuan yang amat jauh, membelah samudera Pasifik. Seperti biasanya Suwa Maru mengangkut penumpang dan barang. Namun hari itu, kapal ini mengangkut enam penumpang yang sedang menuju Pelabuhan Internasional Batavia, kini Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Keenam penumpang itu sedang membuat sejarah penting untuk suatu gerakan besar di Indonesia. Mereka adalah Cornelis Groesbeek (46 tahun) dan istrinya Marie Groesbeek serta dua anaknya Jinny (8 tahun) dan Corrie (6 tahun), dan Dirk Richard Van Klaveren (43 tahun) bersama istrinya (40 tahun).

Mereka sedang dalam perjalanan misi penginjilan ke Indonesia menyebarkan pengajaran yang dalam 15 tahun terakhir amat menggetarkan Amerika, sejak kebangunan rohani di Azusa Street.

Perjalanan misi dua keluarga penginjil ini berawal dari sangat rajinnya mereka mengikuti kebaktian di Gereja Bethel Temple, Seattle. Bukan kebaktian biasa, memang. Di sana mereka menyaksikan banyak orang dibaptis Roh Kudus, di sembuhkan dari bermacam-macam penyakit, orang-orang bertobat dan menyerahkan diri dibaptis air.

Ketika mereka yakin dengan penglihatan yang diterima, mereka menyampaikannya kepada Gembala Sidang Rev. W.H. Offiler. Sang gembala mendapat konfirmasi bahwa perjalanan misi ke Indonesia adalah kehendak Tuhan.

Maka dikerahkannya seluruh anggota jemaat untuk mendukung misi tersebut.

Program pengiriman misionaris pun didukung para anggota jemaat. Di saat program pencarían dana sudah berhasil mengumpulkan 1.700 Dollar AS, bantuan yang datang berhenti.

Padahal tim misi membutuhkan 2.200 Dollar AS. Masih kurang 500 Dollar AS.

“Dalam beberapa waktu tak ada satu dollar pun yang kami terima, karena itu kami pun mulai ragu jangan-jangan kami keliru merestui dan merencanakan perjalanan misi ini,” kata Rev. Offiler.

Mereka pun bergumul, berusaha mencari tahu kehendak Tuhan. “Kami menyerahkan persoalan ini kepada Tuhan dan menunggu jawabannya, sementara waktu keberangkatan sudah semakin dekat. Keuangan tetap suram dan tidak berubah,” seperti dikutip Pdt.

Dr. Nicky J. Sumual dari malalah The Voice of Healing, Dallas, Texas, tahun 1952, untuk bukunya Sejarah Gereja Pentakosta. Angka 500 Dollar AS menjadi ganjalan, tapi itu membuat mereka banyak bertanya soal misi penginjilan ke Indonesia itu kepada Tuhan.

Suatu hari selesai kebaktian, ada seorang wanita penderita tumor ganas datang meminta pelayanan doa kepada Rev. Offiler. Menurut wanita itu ia diberitahu dokter yang sudah merawatnya selama lima tahun bahwa ia harus segera dioperasi. Jika dalam tiga hari tumor itu tidak diangkat dari tubuhnya, dokter sudah tidak mau bertanggung jawab lagi atasnya. Rev. Offiler pun mendoakannya.

Setelah didoakan wanita itu pulang karena dia mulai merasa ada perubahan yang baik di tubuhnya yang selama ini sakit.

Setelah beberapa saat ia di rumahnya, pada waktu dia berjalan tanpa ia sadari ada gumpalan daging yang jatuh dari tubuhnya. Ia kemudia sadar bahwa ia telah disembuhkan. Ia berdoa dan berkata, “Tuhan, saya akan pergi lagi ke dokter bedah yang menangai saya selam ini. Jika dokter itu membenarkan bahwa saya telah sembuh, saya akan memberikan 500 Dollar AS kepada Rev.

Offiler.” Memang wanita itu benar-benar sembuh, dan ia menunaikan nazarnya, memberikan 500 Dollar AS kepada Rev. Offiler. Dengan dicukupinya kebutuhan dana untuk rencana perjalanan misi ke Indonesia, keluarga Groesbeek dan Van Klaveren pun berangkat ke Indonesia dengan kapal Suwa Maru. Mereka tiba di Jakarta sekitar dua bulan kemudian, awal Maret 1921. Mereka memulai misinya di Jawa dan Bali dengan ditandai mujizat kesembuhan dan melalui murid-muridnya seterusnya ke seluruh nusantara.

Itulah jejak awal Pantekosta di Indonesia. Tuhan Yesus memberkati.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/