27 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Menderita karena Iman

Hidup adalah Yesus dan mati adalah kesenangan (life is Jesus and the dead is pleasure). Ungkapan ini sering diucapkan orangpercaya untuk menggambarkan keimanan dan keyakinannya.
Demi Yesus, orang percaya harus siap-siap menderita dalam hidupnya, bahkan mati karena iman. Banyak cerita seperti ini yang dialami orang percaya.

Seperti pengalaman satu keluarga di Mesir yang dipenjara setelah menyatakan menerima Yesus dan memeluk agama Kristen. Sedangkan di New Jersey, seorang guru rela dipecat karena memberikan Alkitab kepada siswanya.
Di Mesir, satu keluarga besar dihukum 15 tahun penjara hanya karena pindah keyakinan memeluk Kristen. Pihak berwenang memakai dalih dokumen identitas dan kependudukan untuk mem-bui keluarga tersebut. Keluarga dari Nadia Ali beserta ketujuh anaknya Mohab, Maged, Sherif, Amira, Amir, Nancy Ahmed dan Mohamed Abdel-Wahab hingga 2004 lalu diperhadapkan pada proses pengadilan yang cukup panjang dengan ancaman 15 tahun penjara. Perkara dimulai ketika kepolisian menangkap salah satu anak Nadia karena dicurigai mempunyai dokumen identitas yang dipalsukan.

Anak yang bernama lahir Mohamed Abdel-Wahab ini memang telah merubah namanya menjadi Bishoy Malak Abdel-Massih ketika berpindah keyakinan mengikuti sang ibu. Ketika mengakui bahwa dirinya telah memeluk Kristen, polisi segera menciduk saudaranya yang lain berikut dengan ibunya.

Fakta yang terus terjadi dalam sistem kependudukan di Mesir hingga saat ini adalah adanya pencantuman detail mengenai riwayat keyakinan. Seorang Kristen yang dahulu berasal dari keyakinan mayoritas akan sulit mendapatkan kemudahan dalam pengurusan administrasi dan kerap kali dicurigai menjadi kaki tangan asing.

Sementara seorang Kristen yang berpindah keyakinan menjadi agama mayoritas justru dipemudah dalam berbagai hal administrasi dan perlindungan.
Sedangkan di New Jersey, dewan sekolah Phillipsburg memecat seorang guru, Walter Tutka, atas tuduhan penyebaran literatur keagamaan di halaman sekolah dan mengarahkan para guru untuk bersikap netral ketika membahas materi agama, seperti yang dilansir oleh foxnews.com (14/1).

Pasalnya, hanya karena Tutka memberikan sebuah Alkitab  saku Perjanjian Baru kepada seorang siswa pada saat makan siang, maka pihak dewan sekolah Phillipsburg mengecam tindakannya dan segera memberhentikannya. Joe Imhof, teman dekat Tutka berkata,” Sebagian besar negara-negara luar mengizinkan kami untuk membagikan Alkitab kepada murid-murid di sekolah umum. Namun, di Amerika, Anda tidak dapat melakukannya.” Hiram Sasser, direktur litigasi dari Liberty Institute, mengatakan bahwa ketika negara Uni Soviet jatuh, Alkitab diijinkan beredar di sekolah dan orang bebas untuk berdoa di sekolah. Selain itu, dia menambahkan bahwa tindakan penganiayaan terhadap kekristenan lebih besar dibandingkan dengan Rusia.

Tindakan pemecatan Tutka oleh dewan sekolah Phillipsburg telah menimbulkan reaksi keras dari masyarakat New Jersey. Pastor Hussey dari Abundant Life Community Church mengatakan kepada Fox News bahwa tindakan seperti itu mengingatkan kepada orang Kristen bahwa telah terjadi perang budaya di masyarakat Amerika.

“Kekristenan sedang diserang di Amerika. Tampaknya pejabat pemerintah kita lebih takut dan bertoleransi kepada kelompok agama lain dari pada kelompok agama Kristen,” ungkap Hussey.
Peristiwa yang dialami Tutka mungkin hanya salah satu contoh dari banyak kasus penganiayaan terhadap kekristenan di dunia. Seperti apa yang tertulis dalam Alkitab, bahwa pada saatnya nanti di akhir jaman akan terjadi bentuk penolakan dan pemberontakan terhadap Injil. Akan tetapi, sebagai anak-anak Tuhan, kita harus dapat mempertahankan iman kepercayaan kita sampai kedatangan-Nya untuk kedua kali dan memberitakan Injil ke seluruh dunia berapapun harganya. (jc/tom)

Hidup adalah Yesus dan mati adalah kesenangan (life is Jesus and the dead is pleasure). Ungkapan ini sering diucapkan orangpercaya untuk menggambarkan keimanan dan keyakinannya.
Demi Yesus, orang percaya harus siap-siap menderita dalam hidupnya, bahkan mati karena iman. Banyak cerita seperti ini yang dialami orang percaya.

Seperti pengalaman satu keluarga di Mesir yang dipenjara setelah menyatakan menerima Yesus dan memeluk agama Kristen. Sedangkan di New Jersey, seorang guru rela dipecat karena memberikan Alkitab kepada siswanya.
Di Mesir, satu keluarga besar dihukum 15 tahun penjara hanya karena pindah keyakinan memeluk Kristen. Pihak berwenang memakai dalih dokumen identitas dan kependudukan untuk mem-bui keluarga tersebut. Keluarga dari Nadia Ali beserta ketujuh anaknya Mohab, Maged, Sherif, Amira, Amir, Nancy Ahmed dan Mohamed Abdel-Wahab hingga 2004 lalu diperhadapkan pada proses pengadilan yang cukup panjang dengan ancaman 15 tahun penjara. Perkara dimulai ketika kepolisian menangkap salah satu anak Nadia karena dicurigai mempunyai dokumen identitas yang dipalsukan.

Anak yang bernama lahir Mohamed Abdel-Wahab ini memang telah merubah namanya menjadi Bishoy Malak Abdel-Massih ketika berpindah keyakinan mengikuti sang ibu. Ketika mengakui bahwa dirinya telah memeluk Kristen, polisi segera menciduk saudaranya yang lain berikut dengan ibunya.

Fakta yang terus terjadi dalam sistem kependudukan di Mesir hingga saat ini adalah adanya pencantuman detail mengenai riwayat keyakinan. Seorang Kristen yang dahulu berasal dari keyakinan mayoritas akan sulit mendapatkan kemudahan dalam pengurusan administrasi dan kerap kali dicurigai menjadi kaki tangan asing.

Sementara seorang Kristen yang berpindah keyakinan menjadi agama mayoritas justru dipemudah dalam berbagai hal administrasi dan perlindungan.
Sedangkan di New Jersey, dewan sekolah Phillipsburg memecat seorang guru, Walter Tutka, atas tuduhan penyebaran literatur keagamaan di halaman sekolah dan mengarahkan para guru untuk bersikap netral ketika membahas materi agama, seperti yang dilansir oleh foxnews.com (14/1).

Pasalnya, hanya karena Tutka memberikan sebuah Alkitab  saku Perjanjian Baru kepada seorang siswa pada saat makan siang, maka pihak dewan sekolah Phillipsburg mengecam tindakannya dan segera memberhentikannya. Joe Imhof, teman dekat Tutka berkata,” Sebagian besar negara-negara luar mengizinkan kami untuk membagikan Alkitab kepada murid-murid di sekolah umum. Namun, di Amerika, Anda tidak dapat melakukannya.” Hiram Sasser, direktur litigasi dari Liberty Institute, mengatakan bahwa ketika negara Uni Soviet jatuh, Alkitab diijinkan beredar di sekolah dan orang bebas untuk berdoa di sekolah. Selain itu, dia menambahkan bahwa tindakan penganiayaan terhadap kekristenan lebih besar dibandingkan dengan Rusia.

Tindakan pemecatan Tutka oleh dewan sekolah Phillipsburg telah menimbulkan reaksi keras dari masyarakat New Jersey. Pastor Hussey dari Abundant Life Community Church mengatakan kepada Fox News bahwa tindakan seperti itu mengingatkan kepada orang Kristen bahwa telah terjadi perang budaya di masyarakat Amerika.

“Kekristenan sedang diserang di Amerika. Tampaknya pejabat pemerintah kita lebih takut dan bertoleransi kepada kelompok agama lain dari pada kelompok agama Kristen,” ungkap Hussey.
Peristiwa yang dialami Tutka mungkin hanya salah satu contoh dari banyak kasus penganiayaan terhadap kekristenan di dunia. Seperti apa yang tertulis dalam Alkitab, bahwa pada saatnya nanti di akhir jaman akan terjadi bentuk penolakan dan pemberontakan terhadap Injil. Akan tetapi, sebagai anak-anak Tuhan, kita harus dapat mempertahankan iman kepercayaan kita sampai kedatangan-Nya untuk kedua kali dan memberitakan Injil ke seluruh dunia berapapun harganya. (jc/tom)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/