Jaman yang semakin luas oleh perkembangan teknologi nampaknya tidak disadari bersama bahwa hal tersebut bermakna bahwa perkembangan itu malah mempersempit kesempatan dan kreativitas jika kita sebagai pribadi Kristen tidak mempunyai pengaruh yang berarti dalam mengontrol kehidupan ini. Tiap individu Kristen terlebih gereja wajib mempunyai pengaruh dan otoritas untuk memperlengkapi jemaatnya.
Hal itu diterangkan oleh Pdt. Jimmy Oentoro yang membuka refleksi pagi dengan tema “Pengaruh Nilai-nilai Kristiani bagi Kesejahteraan Bangsa” pada Musyawarah Nasional MUNAS X PGLII, memasuki hari ke-3 di Golden Boutique Hotel Jakarta Kamis (17/3). Menurut Gembala Senior di IFGF GISI Keluarga Allah ini, untuk memberi pengaruh nilai Kristen di Indonesia maka setiap pemimpin/seorang Kristen/gereja harus memiliki integritas.
“Memberi pengaruh tidak bisa hanya dengan doa dan puasa, namun gereja sudah harus mulai memikirkan beberapa strategi penting,” tambah pendiri dan ketua World Harvest ini pasti.
Pertama, bukan hanya memakai otot namun otak. Kedua, bukan hanya mengandalkan mimbar namun media. Ketiga, mengubah sistem birokrasi menjadi delegasi. Keempat, tidak hanya mementingkan pengetahuan namun harus ada pemuridan. Kelima, Asumsi beranjak menjadi apologetika serta mengandalkan kuasa Roh Kudus.
Dalam cermatannya, Jimmy menemukan ada 5.000 pendidikan Kristen di Indonesia, namun hanya 30% yang layak dibanggakan, namun sisa 70% mengecewakan. Tak lupa dengan nada pedih, Jimmy mengungkap fakta, bahwa “Alkitab generasi saat ini adalah Facebook. Ini adalah goncangan dan ancaman yang harus semakin diwaspadai dan ditindaklanjuti oleh gereja,” tandas Pendeta asal semarang ini penuh tendensi.
Catatan Jimmy dipertegas oleh presentasi Mark Mclendon, penggagas Anak Bersinar Bangsa Gemilang (ABBG). Presentasi ini mengungkap data dan fakta, jika gereja tidak tanggap maka akan kehilangan generasi masa kini. “Gereja harus berubah untuk diperlengkapi dan siap diutus di bangsa ini”, cermat Mark.
Memikirkan generasi masa kini untuk mencintai kebenaran diatas segala-galanya, saat facebook, tweeter, google, atau sarana internet lainnya yang semakin mudah dan cepat melayani bahkan memuridkan kebutuhan generasi milenium ini. ABBG menggerakkan setiap pemimpin gereja untuk mulai memikirkan pelayanan kepada anak. Terlalu banyak pelayanan yang berorientasi kepada orang dewasa, sehingga sangat kecil presentasi keseriusan untuk menggarap dan memikirkan pelayanan anak.
Karena itulah saatnya bergerak untuk pelayanan anak, kalau tidak akan kehilangan generasi masa kini.(jc/net)