27 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Kesaksian Penumpang Lion Air yang Nyebur ke Laut Bali

Dua dari 101 penumpang pesawat Lion Air yang gagal mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Sabtu lalu, berasal dari Manado. Yakni Maria Inke Sengkey dan Dewi Indria Damayanti Wurangian. Berikut penuturan Dewi, mahasiswa S3 Entomologi Pascasarjana Unsrat, tentang musibah tersebut.

PUJI TUHAN, Puji Syukur saya masih hidup. Lebih bersyukur karena kami, semua penumpang Lion Air yang mendarat di laut dekat Bandara Ngurah Rai Bali semua selamat. Saya dari Bandung hendak pulang ke Manado.

Ada dua pilihan. Bisa naik pesawat Lion dari Bandung-Denpasar- Manado, atau Bandung-Surabaya- Manado. Karena cocok dengan jadwal dan tujuan saya ke Manado, saya pilih Lion rute Bandung-Denpasar- Manado.

Saya duduk di kursi 22A. Take off dari Bandara Hussain Sastranegara Bandung hingga sudah di dekat Bandara Ngurah Rai tidak ada masalah.

Pilot pesawat mengumumkan landing position. Beberapa saat kemudian saya sempat memotret sayap pesawat.

Untuk posting di BlackBerry Massenger (BBM) atau di facebook.

Cuaca berawan. Tapi bisa melihat daratan. Cukup terang. Saya tidak punya firasat pesawat akan gagal mendarat di Ngurah Rai. Seperti biasa, saat makin dekat bandara, kita melihat landasan pacu (run way). Tapi yang saya lihat laut. Makin dekat. Karena saya di jendela kiri, saya lihat laut luas.

Dalam hati bertanya-tanya, kenapa yang saya lihat laut, bukan run way. Tiba-tiba pesawat mengalami goncangan. Berkali-kali. Keras goncangannya. Lalu terhempas. Juga berkali-kali.

Sampai-sampai ada seat belt penumpang yang terlepas sendiri. Kepala saya terbentur ke kaca jendela pesawat.

Tapi saya tetap sadar. Rupanya pesawat sudah membentur permukaan air laut. Beberapa penumpang masih ketiduran. Tapi lebih banyak yang berteriak. Pesawat jatuh. Pesawat jatuh. Histeris. Saya ikut berteriak.

Tuhan tolong. Pesawat jatuh di laut.

Saya panik. Para penumpang berebutan menyelamatkan diri. Pilot maupun kru pesawat tidak mengumumkan pesawat mendarat di laut. Para penumpang makin panik setelah melihat air laut mulai masuk pesawat.

Saya lihat orang berlarian ke depan. Ke arah pintu darurat. Saya membawa tas dan ikut berlari. Pintu darurat sudah terbuka. Baik yang di sisi kiri maupun kanan. Saya ke pintu darurat sebelah kanan. Langsung kelihatan daratan. Dekat. Sekitar 30 meter. Hati saya sejenak lega. Kami tidak di tengah laut.

Saya nekad akan melompat. Tapi ada satu penumpang berteriak, semua harus memakai pelampung. Saat berlarian, saya tidak lagi mengambil pelampung di bawah kursi. Sesaat saya mencari-cari pelampung di sekitar pintu darurat. Ada beberapa. Mungkin sudah ditumpuk kru pesawat di sekitar pintu darurat. Saya mengambil satu, lalu memakainya.

Saya lihat para kru pesawat di sekitar pintu darurat. Berusaha membantu penumpang. Setelah memakai pelampung, tanpa pikir panjang saya melompat ke laut. Kira-kira saya orang ketiga yang nyemplung ke laut.

Berenang ke tepi. Tas saya basah. Tidak peduli. Pikiran tertuju segera mencapai daratan.

Tiba di daratan saya lega. Baru saya mulai sadar kejadian yang kami alami mengerikan. Saya lihat batu-batu pemecah ombak (break water). Saya berdiri di pinggir, lalu saya lihat pesawat yang kami tumpangi. Orang-orang yang berusaha berjuang menyelamatkan diri. Pelampung-pelampung di sekitar pesawat. Para kru berusaha menolong penumpang. Nelayan dan para peselancar (surfing) yang dengan cepat datang dan ikut menolong korban. Saya salut kepada para nelayan dan peselancar itu. Cepat sekali mereka tiba dan ikut menolong penumpang. Tak lama datang tim dari Angkasa Pura, TNI AL, TNI AU dan polisi.

Antara gembira dan bingung. Juga bersyukur: Tuhan kami selamat. Kami baru saja mengalami kecelakaan yang mengerikan. Saya lalu mencari handphone (hp) di dalam tas. Sudah basah. Tapi untung masih bisa dipakai.

Tanpa pikir panjang, saya potret suasana di sekitar pesawat. Suasana makin ramai dengan evakuasi. Cukup cepat proses evakuasi. Hanya sekira 30 menit, semua penumpang sudah di darat. Kami dikumpul di sekitar ujung landasan pacu. Yang luka serius langsung dilarikan ke rumah sakit. Setiap penumpang ditanya, sakit apa atau keluhan apa. Yang mengeluh sakit langsung di bawah ke rumah sakit.

Semula saya tidak merasa apa-apa.

Setelah kami dikumpul, baru saya merasa ada memar di kepala. Pinggul saya juga terasa sakit. Saya sampaikan kepada petugas. Saya langsung dibawa dengan ambulance ke RS Sangla.

Saya tiba di RS Sangla sekira 2 jam setelah kejadian. Di sana sudah beberapa penumpang yang lebih serius dari saya.

Penanganan rumah sakit bagus. Semua dokter seniornya langsung menangani. Kami diberi selimut dan semua kebutuhan yang diperlukan.

Semua petugas rumah sakit berusaha dengan cepat mengobati dan menenangkan penumpang. Saya salut penanganan mereka.

Saya, dan kami semua bersyukur.

Kalau saya ingat-ingat kejadian, seperti di film-film. Antara sadar dan tidak, ternyata saya betul-betul ikut mengalami peristiwa tragis. Mengerikan.

Pesawat mendarat di laut. Sudah dekat dengan beton dan batu-batu penahan ombak. Kalau saja pesawat membentur batu-batu dan temboktembok penahan ombak di pinggir bandara, mungkin pesawat terbakar.

Atau hancur. Kecil kemungkinan kami masih hidup.

Saya benar-benar bersyukur masih hidup. Saya salut kepala pilot. Keputusannya mendarat di laut dan membuat pesawat tidak membentur break water sangat hebat. Kami masih ditolong Tuhan. Saya dengar dia pilot senior, punya pengalaman lebih dari 10 ribu jam terbang. Pesawat juga masih baru dan canggih.

Kru pesawat bekerja profesional.

Mereka berusaha membantu mengevakuasi semua penumpang. Kru dan pilot terakhir keluar dari pesawat. Setelah semua penumpang sudah di darat.

Saya tak lama di RS Sangla. Lalu diinapkan di Hotel Patra Jasa dekat bandara.

Dapat pelayanan yang baik. Setelah di hotel, saya ganti hp. Nomor masih bisa dipakai. Lalu mulai mengurus barang-barang saya. Belum ada jawaban atau keterangan dari pihak Lion.

Tadi (kemarin sore), pihak Lion sudah memberi jaminan. Saya diminta menulis daftar barang. Semua barang yang rusak akan diganti. Saya legah. Mudah-mudahan, besok (hari ini), atau lusa saya sudah tiba di Manado. (jpnn)

Dua dari 101 penumpang pesawat Lion Air yang gagal mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Sabtu lalu, berasal dari Manado. Yakni Maria Inke Sengkey dan Dewi Indria Damayanti Wurangian. Berikut penuturan Dewi, mahasiswa S3 Entomologi Pascasarjana Unsrat, tentang musibah tersebut.

PUJI TUHAN, Puji Syukur saya masih hidup. Lebih bersyukur karena kami, semua penumpang Lion Air yang mendarat di laut dekat Bandara Ngurah Rai Bali semua selamat. Saya dari Bandung hendak pulang ke Manado.

Ada dua pilihan. Bisa naik pesawat Lion dari Bandung-Denpasar- Manado, atau Bandung-Surabaya- Manado. Karena cocok dengan jadwal dan tujuan saya ke Manado, saya pilih Lion rute Bandung-Denpasar- Manado.

Saya duduk di kursi 22A. Take off dari Bandara Hussain Sastranegara Bandung hingga sudah di dekat Bandara Ngurah Rai tidak ada masalah.

Pilot pesawat mengumumkan landing position. Beberapa saat kemudian saya sempat memotret sayap pesawat.

Untuk posting di BlackBerry Massenger (BBM) atau di facebook.

Cuaca berawan. Tapi bisa melihat daratan. Cukup terang. Saya tidak punya firasat pesawat akan gagal mendarat di Ngurah Rai. Seperti biasa, saat makin dekat bandara, kita melihat landasan pacu (run way). Tapi yang saya lihat laut. Makin dekat. Karena saya di jendela kiri, saya lihat laut luas.

Dalam hati bertanya-tanya, kenapa yang saya lihat laut, bukan run way. Tiba-tiba pesawat mengalami goncangan. Berkali-kali. Keras goncangannya. Lalu terhempas. Juga berkali-kali.

Sampai-sampai ada seat belt penumpang yang terlepas sendiri. Kepala saya terbentur ke kaca jendela pesawat.

Tapi saya tetap sadar. Rupanya pesawat sudah membentur permukaan air laut. Beberapa penumpang masih ketiduran. Tapi lebih banyak yang berteriak. Pesawat jatuh. Pesawat jatuh. Histeris. Saya ikut berteriak.

Tuhan tolong. Pesawat jatuh di laut.

Saya panik. Para penumpang berebutan menyelamatkan diri. Pilot maupun kru pesawat tidak mengumumkan pesawat mendarat di laut. Para penumpang makin panik setelah melihat air laut mulai masuk pesawat.

Saya lihat orang berlarian ke depan. Ke arah pintu darurat. Saya membawa tas dan ikut berlari. Pintu darurat sudah terbuka. Baik yang di sisi kiri maupun kanan. Saya ke pintu darurat sebelah kanan. Langsung kelihatan daratan. Dekat. Sekitar 30 meter. Hati saya sejenak lega. Kami tidak di tengah laut.

Saya nekad akan melompat. Tapi ada satu penumpang berteriak, semua harus memakai pelampung. Saat berlarian, saya tidak lagi mengambil pelampung di bawah kursi. Sesaat saya mencari-cari pelampung di sekitar pintu darurat. Ada beberapa. Mungkin sudah ditumpuk kru pesawat di sekitar pintu darurat. Saya mengambil satu, lalu memakainya.

Saya lihat para kru pesawat di sekitar pintu darurat. Berusaha membantu penumpang. Setelah memakai pelampung, tanpa pikir panjang saya melompat ke laut. Kira-kira saya orang ketiga yang nyemplung ke laut.

Berenang ke tepi. Tas saya basah. Tidak peduli. Pikiran tertuju segera mencapai daratan.

Tiba di daratan saya lega. Baru saya mulai sadar kejadian yang kami alami mengerikan. Saya lihat batu-batu pemecah ombak (break water). Saya berdiri di pinggir, lalu saya lihat pesawat yang kami tumpangi. Orang-orang yang berusaha berjuang menyelamatkan diri. Pelampung-pelampung di sekitar pesawat. Para kru berusaha menolong penumpang. Nelayan dan para peselancar (surfing) yang dengan cepat datang dan ikut menolong korban. Saya salut kepada para nelayan dan peselancar itu. Cepat sekali mereka tiba dan ikut menolong penumpang. Tak lama datang tim dari Angkasa Pura, TNI AL, TNI AU dan polisi.

Antara gembira dan bingung. Juga bersyukur: Tuhan kami selamat. Kami baru saja mengalami kecelakaan yang mengerikan. Saya lalu mencari handphone (hp) di dalam tas. Sudah basah. Tapi untung masih bisa dipakai.

Tanpa pikir panjang, saya potret suasana di sekitar pesawat. Suasana makin ramai dengan evakuasi. Cukup cepat proses evakuasi. Hanya sekira 30 menit, semua penumpang sudah di darat. Kami dikumpul di sekitar ujung landasan pacu. Yang luka serius langsung dilarikan ke rumah sakit. Setiap penumpang ditanya, sakit apa atau keluhan apa. Yang mengeluh sakit langsung di bawah ke rumah sakit.

Semula saya tidak merasa apa-apa.

Setelah kami dikumpul, baru saya merasa ada memar di kepala. Pinggul saya juga terasa sakit. Saya sampaikan kepada petugas. Saya langsung dibawa dengan ambulance ke RS Sangla.

Saya tiba di RS Sangla sekira 2 jam setelah kejadian. Di sana sudah beberapa penumpang yang lebih serius dari saya.

Penanganan rumah sakit bagus. Semua dokter seniornya langsung menangani. Kami diberi selimut dan semua kebutuhan yang diperlukan.

Semua petugas rumah sakit berusaha dengan cepat mengobati dan menenangkan penumpang. Saya salut penanganan mereka.

Saya, dan kami semua bersyukur.

Kalau saya ingat-ingat kejadian, seperti di film-film. Antara sadar dan tidak, ternyata saya betul-betul ikut mengalami peristiwa tragis. Mengerikan.

Pesawat mendarat di laut. Sudah dekat dengan beton dan batu-batu penahan ombak. Kalau saja pesawat membentur batu-batu dan temboktembok penahan ombak di pinggir bandara, mungkin pesawat terbakar.

Atau hancur. Kecil kemungkinan kami masih hidup.

Saya benar-benar bersyukur masih hidup. Saya salut kepala pilot. Keputusannya mendarat di laut dan membuat pesawat tidak membentur break water sangat hebat. Kami masih ditolong Tuhan. Saya dengar dia pilot senior, punya pengalaman lebih dari 10 ribu jam terbang. Pesawat juga masih baru dan canggih.

Kru pesawat bekerja profesional.

Mereka berusaha membantu mengevakuasi semua penumpang. Kru dan pilot terakhir keluar dari pesawat. Setelah semua penumpang sudah di darat.

Saya tak lama di RS Sangla. Lalu diinapkan di Hotel Patra Jasa dekat bandara.

Dapat pelayanan yang baik. Setelah di hotel, saya ganti hp. Nomor masih bisa dipakai. Lalu mulai mengurus barang-barang saya. Belum ada jawaban atau keterangan dari pihak Lion.

Tadi (kemarin sore), pihak Lion sudah memberi jaminan. Saya diminta menulis daftar barang. Semua barang yang rusak akan diganti. Saya legah. Mudah-mudahan, besok (hari ini), atau lusa saya sudah tiba di Manado. (jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/