25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Bahan Baku Bangunan Didatangkan dari Asia dan Eropa

Mesjid Al-Osmani Bangunan Bersejarah di Medan Utara

Sejarah perkembangan agama islam di Kota Medan meninggalkan beberapa tempat bersejarah yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Peninggalan sejarah islam ditandai dengan berdirinya sejumlah kerajaan islam di Kota Medan yang disebut kesultanan. Selain istana kesultanan, bukti hadirnya islam ditandai dengan berdirinya masjid sebagai tempat beribadah para penghuni istana.

Untuk di Kota Medan, terdapat Masjid Al Osmani dan Al Mashum peninggalan Kesultanan Melayu Deli yang amat tersohor ke berbagai daerah di Sumut dan sejumlah negara tetangga.

Berada di Jalan KL Yos Sudarso Km 18,4 Keluruhan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, berdiri Masjid Al-Osmani yang dikenal dengan sebutan Masjid Labuh oleh para jamaahnya.

Masjid Al-Osmani berdiri pada 1857 silam, dimasa  kepemimpinan Sultan Deli ke-7 bergelar Sultan Osman Perkasa Alam tahun 1850-1858. Karena berada di daerah mayoritas etnis melayu dan beragama islam, Sultan Osman Perkasa Alam  punmendirikan sebuah masjid dengan bantuan rakyat. Pendirian masjid bertujuan untuk menyiarkan agama islam di Kota Medan serta tempat sarana ibadah dan perkembangan islam pada masa itu.

Masjid Al Osmani, pertama kali dibangun dengan menggunakan bahan baku kayu impor asal Penang, Malaysia, pada tahun 1854 dengan ukuran 16X16 meter persegi.

Setelah Sultan Osmani Perkasa Alam mangkat pada 1858, pembangunan masjid dilanjutkan oleh putranya Sultan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873).

Dimasa Sultan Mahmud Perkasa Alam, perubahan besar terjadi pada bangunan masjid. Tahun 1870-1872, masjid dirubah dari bahan dasar kayu, menjadi bangunan permanen. Bahan bakunya pun diimpor dari Eropa dengan asitek GD Langereis asal Jerman. Tak hanya merenovasi total bangunan masjid, ukuran masjid juga di perlebar menjadi 26X26 meter.
Berkat tangan dingin Sultan Mahmud dan arsiktek asal Jerman, bangunan masjid Al Osmani, kini terlihat lebih eksotik dengan paduan gaya Eropa dan Melayu.

Menurut Badan Kenaziran Mesjid (BKM) Al Osmani Ahmad Fahruni, keindahan masjid Al Osmani, terlihat seperti masjid Cardova di Spanyol.

Meski bergaya eropa, namun Warna mesjid dikombinasi dengan warna kuning, merupakan warna kebesaran etnis melayu. Interior masjid di empat pilar, juga berwarna kuning, dinding dipenuhi ukiran kaligrafi ayat-ayat suci Al Quran dan lampu hias nan indah, menambah kemegahan interior masjid bersejarah ini.

Keunikan lain, terdapat pada kubah masjid yang terbuat dari tembaga dan kuningan bersegi delapan. Berat kubah mencampai 2,5 ton berwarna coklat pekat.

Untuk menjaga keaslian masjid, BKM masjid Al Osmani terus melakukan renovasi dan perawatan disetiap sudut bangunan agar tetap bersih dan nyaman. (*)

Mesjid Al-Osmani Bangunan Bersejarah di Medan Utara

Sejarah perkembangan agama islam di Kota Medan meninggalkan beberapa tempat bersejarah yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Peninggalan sejarah islam ditandai dengan berdirinya sejumlah kerajaan islam di Kota Medan yang disebut kesultanan. Selain istana kesultanan, bukti hadirnya islam ditandai dengan berdirinya masjid sebagai tempat beribadah para penghuni istana.

Untuk di Kota Medan, terdapat Masjid Al Osmani dan Al Mashum peninggalan Kesultanan Melayu Deli yang amat tersohor ke berbagai daerah di Sumut dan sejumlah negara tetangga.

Berada di Jalan KL Yos Sudarso Km 18,4 Keluruhan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, berdiri Masjid Al-Osmani yang dikenal dengan sebutan Masjid Labuh oleh para jamaahnya.

Masjid Al-Osmani berdiri pada 1857 silam, dimasa  kepemimpinan Sultan Deli ke-7 bergelar Sultan Osman Perkasa Alam tahun 1850-1858. Karena berada di daerah mayoritas etnis melayu dan beragama islam, Sultan Osman Perkasa Alam  punmendirikan sebuah masjid dengan bantuan rakyat. Pendirian masjid bertujuan untuk menyiarkan agama islam di Kota Medan serta tempat sarana ibadah dan perkembangan islam pada masa itu.

Masjid Al Osmani, pertama kali dibangun dengan menggunakan bahan baku kayu impor asal Penang, Malaysia, pada tahun 1854 dengan ukuran 16X16 meter persegi.

Setelah Sultan Osmani Perkasa Alam mangkat pada 1858, pembangunan masjid dilanjutkan oleh putranya Sultan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873).

Dimasa Sultan Mahmud Perkasa Alam, perubahan besar terjadi pada bangunan masjid. Tahun 1870-1872, masjid dirubah dari bahan dasar kayu, menjadi bangunan permanen. Bahan bakunya pun diimpor dari Eropa dengan asitek GD Langereis asal Jerman. Tak hanya merenovasi total bangunan masjid, ukuran masjid juga di perlebar menjadi 26X26 meter.
Berkat tangan dingin Sultan Mahmud dan arsiktek asal Jerman, bangunan masjid Al Osmani, kini terlihat lebih eksotik dengan paduan gaya Eropa dan Melayu.

Menurut Badan Kenaziran Mesjid (BKM) Al Osmani Ahmad Fahruni, keindahan masjid Al Osmani, terlihat seperti masjid Cardova di Spanyol.

Meski bergaya eropa, namun Warna mesjid dikombinasi dengan warna kuning, merupakan warna kebesaran etnis melayu. Interior masjid di empat pilar, juga berwarna kuning, dinding dipenuhi ukiran kaligrafi ayat-ayat suci Al Quran dan lampu hias nan indah, menambah kemegahan interior masjid bersejarah ini.

Keunikan lain, terdapat pada kubah masjid yang terbuat dari tembaga dan kuningan bersegi delapan. Berat kubah mencampai 2,5 ton berwarna coklat pekat.

Untuk menjaga keaslian masjid, BKM masjid Al Osmani terus melakukan renovasi dan perawatan disetiap sudut bangunan agar tetap bersih dan nyaman. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/