Sahur bersama Tokoh Sumut, Satria Yudha Wibowo
Satria Yudha Wibowo kini tercatat sebagai Sekretaris Jenderal DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sumut. Di DPRD Sumut, Satria juga tercatat sebagai staf ahli. Di usia yang baru 40 tahun, karir politiknya sudah menanjak. Seperti apa kisahnya?
Tim Sumut Pos, Medan
Satria membeberkan perjalanan kariernya saat tim Sahur Sumut Pos bertandang ke kediamannya di Komplek Puskoppabri Bandar Labuhan, Tanjungmorawa. Saat itu diketahui, belum genap 40 tahun, Satria sudah sempat menjabat Wakil Ketua DPRD Deliserang.
Dia juga sempat mencoba memimpin Kabupaten Deliserdang lewat jalur Pilkada. Saat itu Satria yang mencoba jadi wakil bupati gagal. Tapi, dia tak patah arang. Aktivitas politiknya masih terus berlanjut. Sebagai Sekjend partai besar, tentu saja Satria punya kesibukan tinggi. Namun hal itu dianggapnya sebagai amanah.
Bagaimana awalnya bisa terjun ke dunia politik? Perbincangan ini dimulai di teras rumah, sebelum santap sahur. Waktu masih cukup. Saat itu pukul 04.00 WIB. Sedangkan keluarga Satrian biasa sahur pukul 04.30 WIB.
“Saya dulu mulai sejak 1992. Bermula dari dakwah kampuslah hingga akhirnya terbentuk PKS saya bergabung hingga kini,” terangnya.
Namun soal pendidikan, Satria yang tamatan D3 Polmed Medan sempat menyambung strata 1 ke Universitas Kristen (Unkris) di Jakarta. “Saat itu saya sambil kerja. Dan kawan-kawan banyak yang kuliah di sana. Jadi saya sambung kuliah saya sambil kerja. Tapi pada akhirnya saya pilih kembali ke Medan dan berkarir di sini,” lanjutnya.
Satria menghayati betul peran sebagai organisator. Maka, ketika ada kans maju untuk perubahan dari partai yang diusung, Satria selalu punya energi ekstra. Istilahnya, kader yang harus ditampilkan ke permukaan. Satria sudah melewati hal itu.
Namun kini, ketika ditanya masih ingin tidak mencoba maju di Pileg mendatang atau mungkin Pilkada, Satria masih belum mempunyai jawaban pasti. Dia mengaku masih menikmati betul perannya di partai.
“Saat ini sih lebih asyik mengurusi partai. Sementara saya lebih senang di dalam dari pada harus jadi kader yang tampil di depan umum,” bebernya.
Di PKS, ada penilaian rutin per empat bulan yang ditujukan kepada kader baik itu di pemerintahan ataupun di dewan. “Nah itu yang saat ini kita lakukan. Jadi saat ini kita masih asyik memberikan masukan kepada kader-kader,” lanjutnya.
Sambil cerita, panganan sahur telah tersedia. Di dalam rumah, istri Satria, Triana Gesi Triani dan empat anaknya yang bernama Sofia Rahma, Salsabila, Muhammad Toriq, dan Taqi Rabbani sudah menanti untuk santap sahur.
Tim masuk dan duduk bersila alias lesehan. Di ruang tamu rumahnya, menu menggugah selera sudah disiapkan. Menu utama berupa soto ayam, ada pula kentang sambal, ayam goreng, dan menu lainnya. Sebagai tamu, tim dipersilakan ambil makanan lebih dulu. Perbincangan terus diapungkan. Mulai dari pemerintahan hingga kans Cagubsu dari PKS. “Banyak kemungkinan dalam politik. Termasuk menatap Pilgubsu mendatang. Kami dari PKS sudah siap. Berbagai survei sudah digelar berbagai aspek sudah dipertimbangkan,” katanya.
Selain mengurusi partai, Satria juga punya kesibukan lain. Salah satunya adalah mengurusi usaha. “Ya ada jugalah usaha sikit-sikit,” katanya merendah.
Oya, sebelum bertolak ke kediaman Satria, Tim Sumut Pos lebih dulu menjemputnya di Masjid Ubuddiyah Aulawiyah. Ternyata Satria dan beberapa kader PKS Deliserdang lainnya sedang menggelar itikaf atau berdiam diri di masjid untuk beribadah. Sudah menjadi kewajiban bagi kader PKS untuk beritikaf di masjid utamanya 10 hari terakhir Ramadan.
“Biasanya itikaf diisi dengan salat malam, zikir dan membaca alquran. Itu wajib digelar oleh kader PKS menjelang 10 akhir Ramadan,” terangnya.
Soal program, PKS juga untuk tahun ini punya program bernama peduli tetangga. Beberapa spanduk himbauan itu bisa dilihat di beberapa sudut kota. “Itu progam nasional PKS tahun ini. Setiap tahun temanya beda. Kepedulian terhadap tetangga coba kita tingkatkan lagi. Kembali ke masa lalu, di mana saat itu kepedulian akan tetangga masih sangat tinggi. Di zaman sekarang hal itu terasa mulai tergerus. Maka kita harap dengan program ini kita bisa kembali saling peduli dan mengasihi,” lanjut Satria.
Tak terasa, perbincangan harus berujung sebab azan subuh sudah mengumandang tepat dari Masjid Hidayah yang letaknya tepat di depan kediaman Satria. Satria dan keluarga dan tim lantas menunaikan salat subuh berjamaah sebelum akhirnya pamit pulang. (*)