30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa 23 Maret, Ramadan Serentak, Lebaran Berbeda

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perbedaan penetapan hari besar keagamaan Islam di Indonesia tahun kembali berbeda. Kali ini yang berpotensi berbeda adalah Idil Fitri atau lebaran dan Idul Adha. Sementara untuk awal Ramadan atau bulan puasa serentak mulai 23 Maret.

PP Muhammadiyah sudah menerbitkan maklumat penetapan hari-hari besar Islam. Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1444 Hijriah jatuh pada 23 Maret 2023. Keputusan ini didapatkan dari hasil hisab diperoleh informasi bahwa posisi hilal saat 22 Maret sudah di atas ufuk. Dengan ketinggian tujuh derajat di atas ufuk. Sehingga bulan Syakban digenapkan jadi 30 hari.

Sementara itu untuk penetapan 1 Syawal atau lebaran, Muhammadiyah memutuskan jatuh pada Jumat, 21 April. Keputusan itu didapatkan dari hasil hisab yang menyebutkan, pada 20 April posisi hilal sudah di atas ufuk. Dengan ketinggian satu derajat di atas ufuk. Maka tanggal 21 April sudah masuk bulan Syawal.

Posisi hilal di penghujung Ramadan tadi masih begitu rendah. Hanya satu derajat di atas ufuk. Dengan ketinggian seperti itu, hampir tidak mungkin hilal bisa diamati atau dirukyat. Sehingga ormas yang menggunakan metode rukyat, diantaranya adalah NU, bakal menetapkan lebaran jatuh pada 22 April. Alasannya itu tadi, pada 20 April hilal belum bisa dirukyat atau diamati secara langsung.

Potensi perbedaan penetapan 1 Syawal juga diamini Profesor Riset BRIN Thomas Djamaluddin. “Insya’allah Ramadan akan seragam. Tetapi Idul Fitri dan Idul Adha berpotensi berbeda,” katanya kemarin (31/1). Dia menuturkan kepastian penetapan hari-hari besar Islam tetap mengacu pada hasil sidang isbat yang digelar Kemenag.

Penetapan Idul Adha (10 Dzulhijjah) berpotensi berbeda, penyebabnya hampir sama dengan Idul Adha. Berdasarkan hasil hisab, tinggi hilal pada 18 Juni hanya satu derajat di atas ufuk. Sehingga tidak bisa dirukyat. Bagi Muhammadiyah yang mengacu hisab, tanggal 19 Juni sudah masuk bulan Dzulhijjah sehingga Idul Adha jatuh pada 28 Juni. Sementara untuk NU dan pemerintah bakal menetapkan Idul Adha jatuh pada 29 Juni.

Dari Kementerian Agama (Kemenag) belum ada tanggapan soal perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha. Kemenag juga belum mengumumkan tanggal pelaksana Sidang Isbat penetapan awal puasa, lebaran, dan Idul Adha. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin hanya memberikan jawaban singkat soal potensi perbedaan itu. “Kita (Kemenag) akan menunggu hasil sidang isbat,” tuturnya.

Seperti diketahui tahun lalu awal puasa mengalami perbedaan. Pemerintah dan NU menetapkan awal puasa jatuh pada 3 April. Sementara Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 2 April.

Tahun lalu perbedaan juga terjadi saat penetapan Idul Adha. Pemerintah dan NU menetapkan Idul Adha jatuh pada 10 Juli. Sementara Muhammadiyah 9 Juli. Setiap kali terjadi perbedaan penetapan hari besar keagamaan Islam, Kemenag menyampaikan perbedaan adalah hal biasa. Mereka juga selalu menghimbau masyarakat untuk menunggu hasil sidang isbat Kemenag. (wan/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perbedaan penetapan hari besar keagamaan Islam di Indonesia tahun kembali berbeda. Kali ini yang berpotensi berbeda adalah Idil Fitri atau lebaran dan Idul Adha. Sementara untuk awal Ramadan atau bulan puasa serentak mulai 23 Maret.

PP Muhammadiyah sudah menerbitkan maklumat penetapan hari-hari besar Islam. Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1444 Hijriah jatuh pada 23 Maret 2023. Keputusan ini didapatkan dari hasil hisab diperoleh informasi bahwa posisi hilal saat 22 Maret sudah di atas ufuk. Dengan ketinggian tujuh derajat di atas ufuk. Sehingga bulan Syakban digenapkan jadi 30 hari.

Sementara itu untuk penetapan 1 Syawal atau lebaran, Muhammadiyah memutuskan jatuh pada Jumat, 21 April. Keputusan itu didapatkan dari hasil hisab yang menyebutkan, pada 20 April posisi hilal sudah di atas ufuk. Dengan ketinggian satu derajat di atas ufuk. Maka tanggal 21 April sudah masuk bulan Syawal.

Posisi hilal di penghujung Ramadan tadi masih begitu rendah. Hanya satu derajat di atas ufuk. Dengan ketinggian seperti itu, hampir tidak mungkin hilal bisa diamati atau dirukyat. Sehingga ormas yang menggunakan metode rukyat, diantaranya adalah NU, bakal menetapkan lebaran jatuh pada 22 April. Alasannya itu tadi, pada 20 April hilal belum bisa dirukyat atau diamati secara langsung.

Potensi perbedaan penetapan 1 Syawal juga diamini Profesor Riset BRIN Thomas Djamaluddin. “Insya’allah Ramadan akan seragam. Tetapi Idul Fitri dan Idul Adha berpotensi berbeda,” katanya kemarin (31/1). Dia menuturkan kepastian penetapan hari-hari besar Islam tetap mengacu pada hasil sidang isbat yang digelar Kemenag.

Penetapan Idul Adha (10 Dzulhijjah) berpotensi berbeda, penyebabnya hampir sama dengan Idul Adha. Berdasarkan hasil hisab, tinggi hilal pada 18 Juni hanya satu derajat di atas ufuk. Sehingga tidak bisa dirukyat. Bagi Muhammadiyah yang mengacu hisab, tanggal 19 Juni sudah masuk bulan Dzulhijjah sehingga Idul Adha jatuh pada 28 Juni. Sementara untuk NU dan pemerintah bakal menetapkan Idul Adha jatuh pada 29 Juni.

Dari Kementerian Agama (Kemenag) belum ada tanggapan soal perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha. Kemenag juga belum mengumumkan tanggal pelaksana Sidang Isbat penetapan awal puasa, lebaran, dan Idul Adha. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin hanya memberikan jawaban singkat soal potensi perbedaan itu. “Kita (Kemenag) akan menunggu hasil sidang isbat,” tuturnya.

Seperti diketahui tahun lalu awal puasa mengalami perbedaan. Pemerintah dan NU menetapkan awal puasa jatuh pada 3 April. Sementara Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 2 April.

Tahun lalu perbedaan juga terjadi saat penetapan Idul Adha. Pemerintah dan NU menetapkan Idul Adha jatuh pada 10 Juli. Sementara Muhammadiyah 9 Juli. Setiap kali terjadi perbedaan penetapan hari besar keagamaan Islam, Kemenag menyampaikan perbedaan adalah hal biasa. Mereka juga selalu menghimbau masyarakat untuk menunggu hasil sidang isbat Kemenag. (wan/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/