Yusril Gugat Pasal 7 Ayat 6A
Prediksi Ahmad Muzani dari Partai Gerindra tentang kelemahan pasal 7 UU APBN bakal mengusik publik untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) hanya selang belasan jam kemudian dijawab Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan akan mengajukan uji materi ke MK. Mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut mengatakan, dirinya akan mengajukan uji materi ke MK terkait pasal 7 ayat 6a yang baru saja disahkan rapat paripurna DPR RI, Sabtu dini hari (31/3). Yusril tak sendiri, dalam gugatan nanti mantan Mensesneg ini akan membawa serta tukang ojek untuk bersama-sama melakukan gugatan.
“Saya sedang siapkan draf uji formil dan materil ke MK. Tapi Senin (2/4) belum bisa didaftarkan ke MK karena harus menunggu perubahan UU APBN tersebut disahkan dan diundangkan lebih dulu oleh Presiden,” kata Yusril di Jakarta, Sabtu (30/3). Ia menilai, pasal 7 ayat 6a itu bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut Yusril, pengujian uji materi tidak hanya materil karena bertentangan dengan pasal 33 dan pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tapi juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukan UU sebagaimana diatur dalam UU 12/2011. “Norma pasal 7 ayat 6a selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN, juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan MK,” kata Yusril.
“Saya sudah telaah bahwa pasal 7 ayat 6a menabrak pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan MK,” daia menambahkan.
Menurut guru besar ilmu hukum tata negara itu, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) memiliki posisi hukum untuk menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karenanya Yusril mengajak pihak-pihak yang peduli untuk ikut mengajukan gugatan. “Boleh aja. Siapa saja rakyat pengguna BBM bersubsidi punya legal standing, entah ibu-ibu, tukang ojek, pemilik warung makan, boleh saja,” kata Yusril saat dihubungi JPNN (grup Sumut Pos) , Sabtu (31/3).
Yusril menambahkan, sejumlah pihak sudah bersedia bergabung. Di antaranya pakar tata negara Irman Putrasidin dan Margarito Kamis, serta praktisi hukum Maqdir Ismail dan Teguh Samudra. Sementara Profesor HAS Natabaya, sebut Yusril, juga sudah menyatakan kesediannya sebagai ahli.
“Saya bertindak sebagai lawyer atas kuasa beberapa orang rakyat pengguna BBM bersubsidi yang hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan Pasal 7 ayat 6 dan 6 huruf a UU APBN Perubahan 2012. Dengan demikian mereka punya legal standing untuk ajukan perkara ini ke MK,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Pasal 7ayat 6 UU APBN P 2012 berbunyi, harga jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Sementara dalam Pasal 7 ayat 6 huruf a disebutkan, dalam hal harga rata-rata minyak mentah indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan selama enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen maka pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan kewenangan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.
Dalam Rapat Paripurna DPR, yang berlangsung hingga Sabtu dini hari (31/3), DPR menyetujui usulan perubahan UU 22/2011 pasal 7 ayat 6 sehingga menjadi pasal 7 ayat 6a sehingga BBM akan naik bila harga minyak mentah Indonesia turun.
Fraksi-fraksi pendukung perubahan pasal 7 ayat 6 itu adalah Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PPP, PAN dan PKB. Sementara empat fraksi lainnya seperti Fraksi PDIP, PKS, Gerindra dan Hanura menolak perubahan pasal 7 ayat 6.
SBY Curhat
Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kembali menerangkan alasan pemerintah perlu menaikan BBM, usai rapat kabinet di Istana Negara, Sabtu (31/3) malam. Nyaris tidak ada hal yang baru dari pernyataan Presiden, karena data yang disampaikan telah berulang kali dipaparkan pada pernyataan resmi sebelumnya. Seperti kondisi harga minyak dalam negeri yang selalu bergantung pada harga minyak dunia dan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Namun dalam kesempatan kali ini, Presiden SBY menyampaikan curahan hatinya, mengingat niat baik pemerintah guna menyelamatkan perekonomian nasional, ternyata sering tidak diterima dengan baik oleh masyarakat. Padahal bila anggaran tidak disesuaikan, maka sasaran-sasaran ekonomi yang ditetapkan sebelumnya, tidak akan tercapai. Defisit anggaran pun akan menjadi lebih besar, sehingga kondisi ekonomi tidak sehat dan merugikan rakyat.
“Saya selalu mengikuti protes dari banyak kalangan. Yang sayangnya, saya menilai sering kurang dipahami pemikiran pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM,” kata Presiden SBY.
Diakui Presiden, penyesuaian harga BBM yang diwacanakan pemerintah memang sarat nuansa politik. Bahkan sering kali dikaitkan dengan politik untuk 2014. Padahal katanya, pandangan tersebut sangat salah. “Kalau sudah terlalu politis, maka sering pembahasan jadi kurang rasional dan kurang obyektif,” sesalnya.
Padahal kata SBY, bukan hanya kali ini saja harga BBM naik. Sejak Indonesia merdeka, sudah terjadi 38 kali harga BBM dinaikan oleh pemerintah. Termasuk pada era reformasi yang dipimpin Alm Presiden Gus Dur dan Megawati Soekarno Putri, dimana terjadi kenaikan BBM sebanyak 8 kali. Sementara di masa pemerintahan SBY, telah terjadi tiga kali kenaikan sekaligus tiga kali pula BBM turun.
“Jadi tidak pernah ada Presiden dan pemerintahan yang dipimpinnya, menaikan BBM tanpa alasan dan pertimbangan. Saya yakin setiap presiden dan pemerintahannya, yang menaikan BBM itu pasti bukan untuk sengsarakan rakyat,” kata SBY.
Presiden SBY pun mengatakan, sering kali dirinya harus dihadapkan pada situasi yang sulit bila sudah menyangkut kebijakan anggaran. Tekanan pada anggaran negara, membuatnya harus mengambil keputusan sulit.
“Ada masanya saya berada pada posisi yang sulit dan tidak mudah. Seringkali pula saya abaikan untung rugi dari sisi politik karena keputusan yang pahit dan tidak populer. Tapi itu (harus diambil) semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar,” tegas SBY.(ara/afz/jpnn)