JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir sempat berencana mengubah aturan penulisan skripsi. Menyusun skripsi rencananya menjadi opsi. Boleh diganti dengan laporan penelitian di laboratorium atau pengabdian masyarakat.
Namun akhirnya mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu mengklarifikasi wacana soal skripsi tadi. Klarifikasi Nasir disampaikan di sela pertemuan dengan para mahasiswa Universitas Nusa Cendara (Undana), Kupang, NTT kemarin.
Nasir menegaskan bahwa skripsi adalah kewenangan kampus masing-masing. “Skripsi merupakan bagian dari otonomi akademik yang dilimpahkan ke kampus,” katanya. Sehingga kampus diberikan kewenangan apakah tetap mewajibkan skripsi atau tidak.
“Jadi saya tegaskan bukan berarti tidak boleh menulis skripsi lagi dan diganti dengan yang lain,” paparnya. Nasir menuturkan perguruan tinggi yang berorientasi riset, bisa jadi tetap mempertahankan skripsi. Namun perguruan tinggi yang bersifat vokasi (politeknik) bisa jadi tidak menyusun skripsi, tetapi diganti dengan penulisan tugas akhir (TA).
Nasir mencoba mengembalikan urusan penulisan skripsi ini ke ranah yang benar. Kampus-kampus yang membuka program S2 atau S3, tentu akan tetap mempertahankan tugas akhir penulisan skripsi.
“Kemenristekdikti tidak mengintervensi urusan skripsi. Jadi kami tidak menghapus atau mewajibkan skripsi,” paparnya. (wan)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir sempat berencana mengubah aturan penulisan skripsi. Menyusun skripsi rencananya menjadi opsi. Boleh diganti dengan laporan penelitian di laboratorium atau pengabdian masyarakat.
Namun akhirnya mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu mengklarifikasi wacana soal skripsi tadi. Klarifikasi Nasir disampaikan di sela pertemuan dengan para mahasiswa Universitas Nusa Cendara (Undana), Kupang, NTT kemarin.
Nasir menegaskan bahwa skripsi adalah kewenangan kampus masing-masing. “Skripsi merupakan bagian dari otonomi akademik yang dilimpahkan ke kampus,” katanya. Sehingga kampus diberikan kewenangan apakah tetap mewajibkan skripsi atau tidak.
“Jadi saya tegaskan bukan berarti tidak boleh menulis skripsi lagi dan diganti dengan yang lain,” paparnya. Nasir menuturkan perguruan tinggi yang berorientasi riset, bisa jadi tetap mempertahankan skripsi. Namun perguruan tinggi yang bersifat vokasi (politeknik) bisa jadi tidak menyusun skripsi, tetapi diganti dengan penulisan tugas akhir (TA).
Nasir mencoba mengembalikan urusan penulisan skripsi ini ke ranah yang benar. Kampus-kampus yang membuka program S2 atau S3, tentu akan tetap mempertahankan tugas akhir penulisan skripsi.
“Kemenristekdikti tidak mengintervensi urusan skripsi. Jadi kami tidak menghapus atau mewajibkan skripsi,” paparnya. (wan)