JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keluarga Brigadir Polisi Yosua Hutabarat akhirnya bertatap muka dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Mereka bertemu dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi untuk terdakwa Sambo dan Putri pada Selasa (1/11). Dalam sidang tersebut, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak diperiksa bersama-sama. Tangis Rosti kembali pecah ketika menjawab pertanyaan dari jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim.
Di muka sidang, Rosti menyampaikan bahwa dirinya sangat terluka ketika mengetahui Yosua telah meninggal dunia. Terlebih saat mendapat informasi bahwa putranya itu meninggal dengan cara tidak wajar. “Saya sebagai ibu begitu hancurnya, begitu tersayat-sayat hatiku mendengar berita Yosua terbunuh dengan sadisnya ditangan atasannya” ujarnya. Menurut dia, Sambo sebagai atasan mestinya melindungi Yosua, bukan sebaliknya.
Sebagai anak yang dekat dengan ibu, Rosti mengungkapkan bahwa Yosua sangat terbuka kepada dirinya. Menurut dia, Yosua merupakan anak yang bertanggung jawab. Baik terhadap keluarga maupun tugas-tugasnya di kepolisian. Sehingga sulit baginya untuk menerima kenyataan pahit yang menimpa Yosua. “Sangat sakit dan sangat kejamnya (pembunuhan Yosua) bagi seorang ibu yang melahirkan anaknya,” kata dia.
Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai guru tersebut menyampaikan bahwa Yosua terakhir kali berkomunikasi dengan keluarga melalui WhatsApp Group beberapa jam sebelum penembakan terjadi. “Tanggal 8 Juli 2022 jam 10.05 anakku terakhir berkomunikasi dengan kami melalui WA Group dan selanjutnya dia hanya melihat dan membaca,” terang dia. Menurut Rosti, itulah komunikasi terakhir antara Yosua dengan keluarganya.
Setelah itu, yang datang adalah kabar duka. Bahwa Yosua telah meninggal dunia pasca baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E). Kabar yang kemudian terkuak sebagai rekayasa Sambo. Sebagaimana dakwaan JPU, Yosua meninggal dunia setelah ditembak oleh Bharada E dan Sambo. Sedangkan narasi tembak-menembak hanya skenario yang dibuat Sambo untuk mengaburkan fakta tersebut.
Sebelum pemeriksaan Samuel dan Rosti tuntas, Sambo menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada kedua orang tua Yosua. “Bapak dan Ibu Yosua, saya sangat memahami perasaan Bapak. Saya mohon maaf atas apa yang telah diperbuat atau dilakukan,” kata mantan jenderal bintang dua Polri tersebut. Dia mengakui bahwa dirinya tidak mampu mengontrol emosi.
Sambo menyatakan, peristiwa di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan terjadi akibat dirinya tidak bisa menahan amarah atas perbuatan yang dilakukan Yosua kepada istrinya. Menurut dia, semua itu bakal dibuktikan dalam persidangan yang tengah dia jalani. “Saya yakini bahwa saya telah berbuat salah dan saya akan pertanggungjawabkan secara hukum,” ungkap dia.
Senada dengan Sambo, kemarin Putri juga menyampaikan permohonan maaf kepada kedua orang tua Yosua. “Saya juga sebagai seorang ibu bisa merasakan duka yang dialami Ibu sebagai ibunda dari Yosua, yang mengalami kehilangan seorang anak. Dari hati yang paling dalam, saya mohon maaf untuk Ibunda Yosua beserta keluarga atas peristiwa ini,” bebernya. Dia mengungkapkan bahwa sama sekali tidak pernah menginginkan peristiwa berdarah itu terjadi.
Permohonan maaf tersebut, lanjut Putri, disampaikan dari lubuk hati terdalam. Dia berharap Ibu, Ayah, dan seluruh keluarga Yosua membukakan pintu maaf. Dalam kesempatan yang sama, dia pun menegaskan bahwa dirinya ikhlas menjalani proses sidang demi terungkapnya peristiwa yang menyebabkan Yosua meninggal dunia.
Putri juga menbantah turut menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J saat dibunuh di rumah dinas Kadiv Propam Polri Jalan Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan. Tuduhan tersebut disampaikan oleh pengacara Yosua, Kamaruddin Simanjuntak saat memberikan kesaksian.
“Mohon maaf pak saya terkejut ketika bapak menyampaikan kalau saya adalah penembak ketiga,” kata Putri.
Putri mengaku tidak tahu saat Yosua dieksekusi Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Karena mengaku sedang berada di kamar. “Saat itu saya di kamar sedang beristirahat,” tegasnya.
Putri juga membantah seluruh kesaksian adik Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Mahareza Rizky yang menyebut dirinya sempat meminta Brigadir J untuk memberikan nomor telepon adiknya. Menurutnya, Brigadir J lah yang justru memberikan nomor telepon dirinya kepada Reza. “Pertama bahwa saya tidak pernah memberitahu nomor handphone saya ke Reza. Tetapi saat itu Yosua meminta izin kepada saya untuk memberikan nomor handphone saya kepada Reza,” ujarnya.
Putri juga menyebut alasannya memberikan nomor telepon itu dikarenakan Brigadir J meminta tolong agar membantu memfasilitasi mutasi adiknya ke Polda Jambi. “Karena saat itu Yosua meminta bantuan untuk memindahkan Reza ke Polda Jambi dikarenakan mau dekat dengan orang tuanya,” ungkapnya.
“Pemindahan Reza ke Polda Jambi itu Yosua yang minta tolong kepada saya dan saya memfasilitasi kepada suami saya. Dan suami saya yang membantu untuk memindahkan saudara Reza ke Polda Jambi,” sambung Putri.
Selain itu, Putri juga membantah kesaksian Reza soal pemberian uang Rp5 juta. Menurut istri Ferdy Sambo tersebut, pemberian uang seperti itu hal yang biasa atau tak spesial. Ia menuturkan seluruh ajudan Ferdy Sambo juga diberikan uang dan barang yang sama. Terlebih, pemberian itu berbarengan dengan momen HUT Bhayangkara. “Saya memberikan kepada Reza karena dia anggota Polri dan juga saya berikan bukan hanya kepada Reza tetapi beberapa anggota sebagai tanda kasih keluarga,” ungkapnya.
Terakhir, Putri juga mengaku sempat memberikan uang sebesar Rp10 juta kepada Brigadir J. Namun, kata dia, hal itu dilakukan karena Brigadir J meminta bantuan untuk biaya pengobatan sang adik. Pasalnya, kata dia, ketika itu Reza sempat jatuh dan pingsan di kamar mandi. “Yosua menyampaikan bahwa dia memerlukan dana untuk melakukan tindakan untuk adiknya, dan saya memberikan uang senilai 10 juta,” tuturnya. (syn/jpg)