26.7 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Tim Capres Saling Gugat

Kontestasi sengit antar-dua pasangan capres/cawapres mulai menyentuh ranah hukum. Kemarin, lewat saluran berbeda, dua kubu tim sukses (timses) sama-sama mengajukan laporan. Kubu Prabowo dan Hatta mengirim laporan ke Bawaslu atas kasus dugaan curi start kampanye, sedangkan kubu Jokowi dan Jusuf Kalla mengirim laporan ke Mabes Polri.

UNDIAN: Ketua KPU Husni Kamil Malik (tengah) bersama Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa  beserta pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla menunjukkan hasil undian, Minggu (1/6).//MUHAMAD ALI/JAWAPOS/jpnn
UNDIAN: Ketua KPU Husni Kamil Malik (tengah) bersama Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa beserta pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla menunjukkan hasil undian, Minggu (1/6).//MUHAMAD ALI/JAWAPOS/jpnn

JAKARTA- Pihak yang dilaporkan ke Mabes Polri adalah Ketua Tunas Indonesia Raya (Tidar) Jakarta Selatan Edgar Jonathan. Pimpinan salah satu organisasi sayap Partai Gerindra tersebut dilaporkan tim kuasa hukum atas kasus dugaan mengedarkan surat palsu mengatasnamakan Jokowi seputar permohonan penangguhan pemanggilan oleh Kejagung.

Melalui Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan, Jokowi melaporkan pembuat surat palsu tersebut ke Bareskrim Mabes Polri.

“Kami akan melaporkan orang yang kami duga membuat surat palsu soal keinginan Pak Jokowi untuk menunda proses pemeriksaan dari Kejagung,” kata Trimedya di Bareskrim Mabes Polri kemarin.

Trimedya mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui siapa orang yang membuat surat palsu tersebut. “Sudah. Kalau kita ikutin di sosmed (sosial media, Red) hasil komunikasi mereka, bisa dilihat nama EJS. Dia adalah ketua Tidar Jaksel,” ungkap Trimedya.

Dia juga menyatakan bahwa pihaknya telah mengumpulkan sejumlah saksi yang memperkuat tuduhan kepada ketua organisasi sayap Partai Gerindra tersebut.

Menurut dia, surat palsu tersebut bertujuan men-downgrade popularitas pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) sebagai capres dan cawapres. “Bukan watak Jokowi untuk menghalangi proses penegakan hukum. Seandainya ada panggilan dari Kejaksaan, tentu beliau akan hadir. Ini kan problemnya tidak ada surat, tapi seakan-akan Jokowi yang membuat itu,” ucapnya.

Salah seorang tim kuasa hukum Jokowi, Sirra Prayuna SH, kembali menegaskan, EJS diindikasikan ketua organisasi bernama Tidar yang bermarkas di Jakarta Selatan dan terafiliasi dengan partai Gerindra.

“Dia (EJS) mengaku yang memproduksi surat itu. Dia diduga ketua organisasi sayapnya Gerindra,” kata Sirra Prayuna SH, tim kuasa hukum Jokowi di Posko JKW4P, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/6).

Dalam konteks preventif, kuasa hukum Jokowi tidak ingin media sosial digunakan pihak tertentu untuk menjatuhkan orang lain melalui kampanye hitam.

“Jangan sampai media sosial digunakan untuk kampanye hitam. Masyarakat bisa menilai mana yang benar dan tidak benar tentang surat palsu ini,” sambung Alexander Lay SH, LL.M, tim kuasa hukum lainnya.

Karena itu, surat yang mengatasnamakan Jokowi dan dikirim ke Kejaksaan Agung tersebut hanyalah surat jadi-jadian.

“Tujuan kita melaporkan agar dilakukan pembelajaran politik dan tidak dilakukan kampanye hitam pada calon presiden,” tandasnya.

Anggota tim hukum Jokowi-JK Junimart Girsang menambahkan, pemalsuan itu masuk pasal 263 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yaitu, terkait dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dengan media sosial, media cetak, dan/atau elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 jo 311 KUHP, pasal 27, pasal 36, pasal 45, dan pasal 51 UU Nomor 11 Tahun 2008.””

Dia melanjutkan, hasil pertemuan tim dengan Kabareskrim, Wakabareskrim, direktur pidana umum, wakil direktur pidana umum, dan tim cyber Mabes Polri, Polri akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Pak Kabareskrim berjanji secepat mungkin menyikapi laporan pengaduan kami,” katanya.

Terhadap laporan tersebut, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi meminta semua pihak untuk saling menghargai dan tidak saling menyudutkan. Tudingan terhadap aktivis Tidar juga masih harus dilihat secara objektif. “Saya belum bisa berkomentar banyak. Tapi, menurut saya, semua harus dilihat dulu secara benar, jangan terburu-buru menuduh,” kata Suhardi.

Di tempat terpisah, tim hukum Prabowo-Hatta mengirim laporan ke Bawaslu karena pelanggaran kampanye. Tepatnya, saat berpidato ketika pengambilan nomor urut. Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Tjatur Sapto Edy juga menyatakan, pelaporan yang dilayangkan pihaknya juga didasari upaya mendorong pembelajaran positif bagi para capres. “Kalau Pak Prabowo kan hanya mengucapkan terima kasih ke KPU, Polri, TNI yang semuanya telah bekerja keras,” tutur Tjatur.

Sementara itu, sejumlah massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Pengguna Transjakarta (Amanat) mendatangi Kejaksaan Agung, Senin (2/6) siang. Mereka mendesak Kejagung segera menuntaskan penyidikan dugaan korupsi bus Transjakarta di Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta 2013.

“Kami hanya menuntut agar Kejaksaan Agung dapat profesional dan berani memanggil Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta,” ujar Pardi ditemui wartawan di sela-sela aksi di Kejagung, Senin (2/6).

Menurut dia, seluruh masyarakat pengguna Transjakarta saat ini mempertanyakan keseriusan dan keberanian penyidik Kejagung dalam mengusut tuntas kasus ini. “Kami juga ingin tahu apakah Jokowi selaku gubernur benar-benar tidak mengetahui kasus ini atau pura-pura tidak tahu,” kata Pardi.

Pardi pun membantah aksi mereka bernuansa politis, mengingat Jokowi merupakan salah satu calon presiden 2014. “Aksi kami ini tidak ada hubungannya dengan politik. Ini murni aksi masyarakat Jakarta,” katanya.

Ia menambahkan pihaknya senang Jokowi yang tadinya menjabat Gubernur DKI sekarang dicalonkan sebagai presiden.

“Kami akan lebih suka jika Jokowi dapat menjelaskan ini semuanya. Agar nantinya jika terpilih tidak tersandra kasus ini,” pungkasnya seraya mengatakan pihaknya akan terus menerus mendatangi Kejagung selama 30 hari ke depan.

Di lain pihak, Setara Institute dan sejumlah perwakilan kelompok masyatakat mendatangi pimpinan MPR, Selasa (2/6). Kedatangan mereka untuk meminta MPR mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membentuk Pengadilan HAM ad Hoc.

Ketua Badan Pengurus (BP) Setara Institute Hendardi menjelaskan, nantinya, Pengadilan HAM Ad Hoc harus menyidangkan beberapa kasus pelanggaran HAM yang sudah tertuang dalam rekomendasi DPR dan Komnas HAM.

“Kami akan minta kepada MPR agar mendesak Presiden membentuk Pengadilan HAM Ad Hok,” kata Hendardi.

Beberapa pelanggaran HAM yang harus dibawa ke pengadilan HAM, di antaranya adalah kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, serta kasus penculikan dan penghilangan orang yang hingga kini pelakunya seperti mendapatkan impunitas.

Ia meminta agar kasus tersebut tidak dipetieskan hanya karena ada dugaan keterlibatan Prabowo Subianto di dalamnya. Hendardi juga menyesalkan sikap KPU yang langsung menetapkan Prabowo sebagai capres tanpa melakukan klarifikasi terhadap dugaan pelanggaran HAM di masa transisi orde baru dan reformasi.

Sejauh ini, Hendardi merupakan salah satu aktivis yang memperjuangkan pengusutan kasus-kasus pelanggar HAM. Hingga saat ini pengungkapan kasus tersebut belum terealisasi.

“Untuk itu, kami akan meminta kepada MPR agar mendesak Presiden membentuk pengadilan HAM ad hoc,” tegasnya.

Peneliti politik dari LIPI, Indria Samego, mengaku optimistis demokrasi Indonesia masih jauh lebih bebas dibanding Amerika Serikat dan beradab ketimbang yang terjadi di negara lain.

“Pemilu di Indonesia one man, one vote, one value, jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Di sinilah pemilu itu yang paling bebas dan mengalahkan demokrasi di Amerika Serikat,” katanya di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (2/6).

Roh demokrasi Indonesia tersebut, lanjut Samego, ternodai ketika mantan Ketua MPR Amien Rais melontarkan pemilu presiden 2014 ibarat perang Badar.

“Ada seorang tokoh yang bilang Pilpres kali ini ibarat perang Badar. Ini berpotensi menjemput masa lalu kita yang selalu berdarah-darah di setiap pergantian presiden,” ungkapnya.

Ditegaskannya, pernyataan tersebut mengundang politik Mataram lagi. “Padahal, menjelang sore hari di tanggal 9 Juli itu, hitung cepat telah mengindikasikan siapa yang menang dan harus ada yang kalah sebagai konsekuensi dari kompetisi,” tegas Samego.

Terakhir dikatakannya, karena kemenangan dilihat sebagai segala-galanya, maka semua cara dipakai. “Pernyataan tokoh ini juga masalah,” sesalnya.

Diketahui, pada Minggu (1/6) lalu, dua pasangan capres-cawapres mengambil nomor urut. Setelah pengambilan tersebut, dalam pidatonya, Jokowi mencuri start kampanye dengan mengungkapkan ajakan untuk memilih nomor dua yang merupakan nomor urut dirinya dan Jusuf Kalla sebagai pasangan capres/cawapres.

SBY Siapkan Upacara Militer

Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya siap meletakkan jabatannya dengan terhormat. Bahkan, dia menyatakan siap menyambut presiden penggantinya nanti dengan cara yang terhormat. SBY menuturkan telah menyiapkan tradisi politik baru terkait penyambutan presiden di Istana Kepresidenan.

“Siapapun yang terpilih nanti apakah Pak Jokowi (Joko Widodo, Red) ataupun Pak Prabowo (Prabowo Subianto, Red), saya akan menyambut dengan penuh kehormatan. Dan bahkan saya telah merancang sebuah tradisi baru,” kata Presiden SBY dalam pidato pengarahannya kepada perwira tinggi TNI Polri di Kemenhan, kemarin (2/6).

SBY menjelaskan, pada 20 Oktober 2014 setelah bersama-sama menghadiri Sidang MPR untuk Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019, pihaknya akan bersiap di Istana. Dia akan menyambut presiden baru dengan upacara militer.

“Kami berdua, yang lama dan yang baru, out going dan incomming leader, akan menerima penghormatan. Setelah itu, masuk ke dalam Istana, pamitan dengan perangkat Lembaga Kepresidenan, karena saya harus mengucapkan terima kasih kepada mereka, dan meminta apa yang mereka berikan kepada saya berikan pula kepada presiden baru,” terang SBY.

Usai upacara barpamitan, SBY mengungkapkan dirinya akan meninggalkan istana dan menerima penghormatan terakhir. Setelah itu, dirinya kembali ke masyarakat sebagai warga biasa. “Saya akan meninggalkan istana, menerima penghormatan terakhir dan kemudian kembali ke masyarakat luas,”ungkapnya.

Presiden RI keenam itu meyakini, jika tradisi politik tersebut bisa terus dijalankan, maka akan lahir tradisi baru yang baik dalam kepemimpinan di Indonesia. Dia menyebut tradisi politik semacam itu menunjukkan kepada rakyat bahwa pergantian kepemimpinan bisa berlangsung dengan damai.

“Kalau Insya Allah bisa kita lakukan, maka sejarah kita akan berubah. Kita akan mempunyai tradisi politik yang baik dan meneduhkan, yang menentramkan, yang mulia. Dan rakyat kita akan bersuka cita melihat pergantian kepemimpinan seperti itu,”ujarnya. (dyn/dod/c10/tom/ken/jpnn/rbb)

Kontestasi sengit antar-dua pasangan capres/cawapres mulai menyentuh ranah hukum. Kemarin, lewat saluran berbeda, dua kubu tim sukses (timses) sama-sama mengajukan laporan. Kubu Prabowo dan Hatta mengirim laporan ke Bawaslu atas kasus dugaan curi start kampanye, sedangkan kubu Jokowi dan Jusuf Kalla mengirim laporan ke Mabes Polri.

UNDIAN: Ketua KPU Husni Kamil Malik (tengah) bersama Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa  beserta pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla menunjukkan hasil undian, Minggu (1/6).//MUHAMAD ALI/JAWAPOS/jpnn
UNDIAN: Ketua KPU Husni Kamil Malik (tengah) bersama Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 1, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa beserta pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla menunjukkan hasil undian, Minggu (1/6).//MUHAMAD ALI/JAWAPOS/jpnn

JAKARTA- Pihak yang dilaporkan ke Mabes Polri adalah Ketua Tunas Indonesia Raya (Tidar) Jakarta Selatan Edgar Jonathan. Pimpinan salah satu organisasi sayap Partai Gerindra tersebut dilaporkan tim kuasa hukum atas kasus dugaan mengedarkan surat palsu mengatasnamakan Jokowi seputar permohonan penangguhan pemanggilan oleh Kejagung.

Melalui Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan, Jokowi melaporkan pembuat surat palsu tersebut ke Bareskrim Mabes Polri.

“Kami akan melaporkan orang yang kami duga membuat surat palsu soal keinginan Pak Jokowi untuk menunda proses pemeriksaan dari Kejagung,” kata Trimedya di Bareskrim Mabes Polri kemarin.

Trimedya mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui siapa orang yang membuat surat palsu tersebut. “Sudah. Kalau kita ikutin di sosmed (sosial media, Red) hasil komunikasi mereka, bisa dilihat nama EJS. Dia adalah ketua Tidar Jaksel,” ungkap Trimedya.

Dia juga menyatakan bahwa pihaknya telah mengumpulkan sejumlah saksi yang memperkuat tuduhan kepada ketua organisasi sayap Partai Gerindra tersebut.

Menurut dia, surat palsu tersebut bertujuan men-downgrade popularitas pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) sebagai capres dan cawapres. “Bukan watak Jokowi untuk menghalangi proses penegakan hukum. Seandainya ada panggilan dari Kejaksaan, tentu beliau akan hadir. Ini kan problemnya tidak ada surat, tapi seakan-akan Jokowi yang membuat itu,” ucapnya.

Salah seorang tim kuasa hukum Jokowi, Sirra Prayuna SH, kembali menegaskan, EJS diindikasikan ketua organisasi bernama Tidar yang bermarkas di Jakarta Selatan dan terafiliasi dengan partai Gerindra.

“Dia (EJS) mengaku yang memproduksi surat itu. Dia diduga ketua organisasi sayapnya Gerindra,” kata Sirra Prayuna SH, tim kuasa hukum Jokowi di Posko JKW4P, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/6).

Dalam konteks preventif, kuasa hukum Jokowi tidak ingin media sosial digunakan pihak tertentu untuk menjatuhkan orang lain melalui kampanye hitam.

“Jangan sampai media sosial digunakan untuk kampanye hitam. Masyarakat bisa menilai mana yang benar dan tidak benar tentang surat palsu ini,” sambung Alexander Lay SH, LL.M, tim kuasa hukum lainnya.

Karena itu, surat yang mengatasnamakan Jokowi dan dikirim ke Kejaksaan Agung tersebut hanyalah surat jadi-jadian.

“Tujuan kita melaporkan agar dilakukan pembelajaran politik dan tidak dilakukan kampanye hitam pada calon presiden,” tandasnya.

Anggota tim hukum Jokowi-JK Junimart Girsang menambahkan, pemalsuan itu masuk pasal 263 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yaitu, terkait dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dengan media sosial, media cetak, dan/atau elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 jo 311 KUHP, pasal 27, pasal 36, pasal 45, dan pasal 51 UU Nomor 11 Tahun 2008.””

Dia melanjutkan, hasil pertemuan tim dengan Kabareskrim, Wakabareskrim, direktur pidana umum, wakil direktur pidana umum, dan tim cyber Mabes Polri, Polri akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Pak Kabareskrim berjanji secepat mungkin menyikapi laporan pengaduan kami,” katanya.

Terhadap laporan tersebut, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi meminta semua pihak untuk saling menghargai dan tidak saling menyudutkan. Tudingan terhadap aktivis Tidar juga masih harus dilihat secara objektif. “Saya belum bisa berkomentar banyak. Tapi, menurut saya, semua harus dilihat dulu secara benar, jangan terburu-buru menuduh,” kata Suhardi.

Di tempat terpisah, tim hukum Prabowo-Hatta mengirim laporan ke Bawaslu karena pelanggaran kampanye. Tepatnya, saat berpidato ketika pengambilan nomor urut. Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Tjatur Sapto Edy juga menyatakan, pelaporan yang dilayangkan pihaknya juga didasari upaya mendorong pembelajaran positif bagi para capres. “Kalau Pak Prabowo kan hanya mengucapkan terima kasih ke KPU, Polri, TNI yang semuanya telah bekerja keras,” tutur Tjatur.

Sementara itu, sejumlah massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Pengguna Transjakarta (Amanat) mendatangi Kejaksaan Agung, Senin (2/6) siang. Mereka mendesak Kejagung segera menuntaskan penyidikan dugaan korupsi bus Transjakarta di Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta 2013.

“Kami hanya menuntut agar Kejaksaan Agung dapat profesional dan berani memanggil Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta,” ujar Pardi ditemui wartawan di sela-sela aksi di Kejagung, Senin (2/6).

Menurut dia, seluruh masyarakat pengguna Transjakarta saat ini mempertanyakan keseriusan dan keberanian penyidik Kejagung dalam mengusut tuntas kasus ini. “Kami juga ingin tahu apakah Jokowi selaku gubernur benar-benar tidak mengetahui kasus ini atau pura-pura tidak tahu,” kata Pardi.

Pardi pun membantah aksi mereka bernuansa politis, mengingat Jokowi merupakan salah satu calon presiden 2014. “Aksi kami ini tidak ada hubungannya dengan politik. Ini murni aksi masyarakat Jakarta,” katanya.

Ia menambahkan pihaknya senang Jokowi yang tadinya menjabat Gubernur DKI sekarang dicalonkan sebagai presiden.

“Kami akan lebih suka jika Jokowi dapat menjelaskan ini semuanya. Agar nantinya jika terpilih tidak tersandra kasus ini,” pungkasnya seraya mengatakan pihaknya akan terus menerus mendatangi Kejagung selama 30 hari ke depan.

Di lain pihak, Setara Institute dan sejumlah perwakilan kelompok masyatakat mendatangi pimpinan MPR, Selasa (2/6). Kedatangan mereka untuk meminta MPR mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membentuk Pengadilan HAM ad Hoc.

Ketua Badan Pengurus (BP) Setara Institute Hendardi menjelaskan, nantinya, Pengadilan HAM Ad Hoc harus menyidangkan beberapa kasus pelanggaran HAM yang sudah tertuang dalam rekomendasi DPR dan Komnas HAM.

“Kami akan minta kepada MPR agar mendesak Presiden membentuk Pengadilan HAM Ad Hok,” kata Hendardi.

Beberapa pelanggaran HAM yang harus dibawa ke pengadilan HAM, di antaranya adalah kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, serta kasus penculikan dan penghilangan orang yang hingga kini pelakunya seperti mendapatkan impunitas.

Ia meminta agar kasus tersebut tidak dipetieskan hanya karena ada dugaan keterlibatan Prabowo Subianto di dalamnya. Hendardi juga menyesalkan sikap KPU yang langsung menetapkan Prabowo sebagai capres tanpa melakukan klarifikasi terhadap dugaan pelanggaran HAM di masa transisi orde baru dan reformasi.

Sejauh ini, Hendardi merupakan salah satu aktivis yang memperjuangkan pengusutan kasus-kasus pelanggar HAM. Hingga saat ini pengungkapan kasus tersebut belum terealisasi.

“Untuk itu, kami akan meminta kepada MPR agar mendesak Presiden membentuk pengadilan HAM ad hoc,” tegasnya.

Peneliti politik dari LIPI, Indria Samego, mengaku optimistis demokrasi Indonesia masih jauh lebih bebas dibanding Amerika Serikat dan beradab ketimbang yang terjadi di negara lain.

“Pemilu di Indonesia one man, one vote, one value, jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Di sinilah pemilu itu yang paling bebas dan mengalahkan demokrasi di Amerika Serikat,” katanya di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (2/6).

Roh demokrasi Indonesia tersebut, lanjut Samego, ternodai ketika mantan Ketua MPR Amien Rais melontarkan pemilu presiden 2014 ibarat perang Badar.

“Ada seorang tokoh yang bilang Pilpres kali ini ibarat perang Badar. Ini berpotensi menjemput masa lalu kita yang selalu berdarah-darah di setiap pergantian presiden,” ungkapnya.

Ditegaskannya, pernyataan tersebut mengundang politik Mataram lagi. “Padahal, menjelang sore hari di tanggal 9 Juli itu, hitung cepat telah mengindikasikan siapa yang menang dan harus ada yang kalah sebagai konsekuensi dari kompetisi,” tegas Samego.

Terakhir dikatakannya, karena kemenangan dilihat sebagai segala-galanya, maka semua cara dipakai. “Pernyataan tokoh ini juga masalah,” sesalnya.

Diketahui, pada Minggu (1/6) lalu, dua pasangan capres-cawapres mengambil nomor urut. Setelah pengambilan tersebut, dalam pidatonya, Jokowi mencuri start kampanye dengan mengungkapkan ajakan untuk memilih nomor dua yang merupakan nomor urut dirinya dan Jusuf Kalla sebagai pasangan capres/cawapres.

SBY Siapkan Upacara Militer

Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya siap meletakkan jabatannya dengan terhormat. Bahkan, dia menyatakan siap menyambut presiden penggantinya nanti dengan cara yang terhormat. SBY menuturkan telah menyiapkan tradisi politik baru terkait penyambutan presiden di Istana Kepresidenan.

“Siapapun yang terpilih nanti apakah Pak Jokowi (Joko Widodo, Red) ataupun Pak Prabowo (Prabowo Subianto, Red), saya akan menyambut dengan penuh kehormatan. Dan bahkan saya telah merancang sebuah tradisi baru,” kata Presiden SBY dalam pidato pengarahannya kepada perwira tinggi TNI Polri di Kemenhan, kemarin (2/6).

SBY menjelaskan, pada 20 Oktober 2014 setelah bersama-sama menghadiri Sidang MPR untuk Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019, pihaknya akan bersiap di Istana. Dia akan menyambut presiden baru dengan upacara militer.

“Kami berdua, yang lama dan yang baru, out going dan incomming leader, akan menerima penghormatan. Setelah itu, masuk ke dalam Istana, pamitan dengan perangkat Lembaga Kepresidenan, karena saya harus mengucapkan terima kasih kepada mereka, dan meminta apa yang mereka berikan kepada saya berikan pula kepada presiden baru,” terang SBY.

Usai upacara barpamitan, SBY mengungkapkan dirinya akan meninggalkan istana dan menerima penghormatan terakhir. Setelah itu, dirinya kembali ke masyarakat sebagai warga biasa. “Saya akan meninggalkan istana, menerima penghormatan terakhir dan kemudian kembali ke masyarakat luas,”ungkapnya.

Presiden RI keenam itu meyakini, jika tradisi politik tersebut bisa terus dijalankan, maka akan lahir tradisi baru yang baik dalam kepemimpinan di Indonesia. Dia menyebut tradisi politik semacam itu menunjukkan kepada rakyat bahwa pergantian kepemimpinan bisa berlangsung dengan damai.

“Kalau Insya Allah bisa kita lakukan, maka sejarah kita akan berubah. Kita akan mempunyai tradisi politik yang baik dan meneduhkan, yang menentramkan, yang mulia. Dan rakyat kita akan bersuka cita melihat pergantian kepemimpinan seperti itu,”ujarnya. (dyn/dod/c10/tom/ken/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/