29 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Akil Dikirimi Pulsa Rp125 Juta

JAKARTA- Terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi (MK) dan pencucian uang, Akil Mochtar, diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/6).

Akil Mochtar
Akil Mochtar

Salah satu fakta yang diungkap Akil adalah uang sebesar Rp125 juta yang diterima dari Wakil Gubernur Papua 2006-2011, Alex Hesegem. Menurut Akil, uang yang dikirim Alex untuk membeli pulsa.

“Saya enggak ada minta uang sama dia (Alex). Saya berteman dengan diadi DPR waktu pansus Otsus Papua,” kata Akil.

Menurut Akil, dirinya sering bergurau dengan Alex. “Namanya teman, bergurau biasa. Telepon jauh, putus-putus (sambungannya). Ditanya kenapa putus, ini enggak ada pulsa,” ujar Akil.

Akil menambahkan, Alex yang berinisiatif mengirim uang untuk memberi pulsa. Uang itu dikirim ke rekening milik Akil. Akan tetapi, lanjut Akil, dalam dakwaan dirinya dituduh memeras.

Hakim Ketua Suwidya menanyakan soal rekening itu. “Rekening dari mana Alex tahu?” tanyanya. “Dulu waktu majun
Pilgub pinjam uang saya, nomor rekening BCA saya waktu jadi anggota DPR sudah sama dia,” jawab Akil.

Dalam dakwaan, Akil disebut menerima duit Rp125 juta untuk memenangkan lima Pilkada di Papua yakni Pilkada Kabupaten Merauke, Pilkada Kabupaten Asmat dan Kabupaten Boven Digoel yang bergulir pada tahun 2010.

Selain itu, pada tahun 2011, Akil juga memainkan sengketa Pilkada Kota Jayapura dan Kabupaten Nduga. Alex pernah dihadirkan sebagai saksi pada 3 April 2014. Ia mengaku mengirim uang ke Akil dengan total nilai Rp125 juta untuk beli pulsa.

Dalam persidangan, Akil menyebutkan dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal penanganan sengketa Kota Palembang dan Empat Lawang di MK adalah imajinasi.

“Itu sesungguhnya hanya imajinasi karena saya tidak pernah meminta atau menyuruh meminta atau dengan cara apapun menghubungi kedua pihak itu,” kata Akil.

Untuk memperkuat bantahannya, Akil menyatakan, perkara Empat Lawang dan Kota Palembang adalah dua perkara pilkada yang perhitungan surat suaranya diulang dan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.

Setelah dilakukan perhitungan kotak suara, Akil menambahkan, pihak yang berperkara sudah tahu siapa yang menang, walapun perkara belum diputuskan.

“Para penasihat hukum masing-masing pihak melakukan perhitungan di persidangan, mencatat sama yang dibuat mahkamah. Sehingga logikanya ketika dia sudah tahu mereka menang buat apa kita minta uang kepada mereka,” tutur Akil.

Untuk Palembang, tambah Akil, perhitungan surat suara dilakukan secara terbuka. Karena itu, semua pihak tahu siapa yang menang. “Pihak-pihak semua hadir. Lakukan perhitungan dicatat secara elektronik,” ujarnya.

Kata Akil, masalah mulai muncul setelah pihak yang dimenangkan Komisi Pemilihan Umum kalah setelah dilakukan perhitungan suara ulang. Akhirnya muncul isu bahwa hakim telah disuap.

“Muncul hakim dikasih duit, padahal itu dihitung terbuka untuk umum, masyarakat bisa melihat,” tandasnya. (gil/jpnn/val)

JAKARTA- Terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi (MK) dan pencucian uang, Akil Mochtar, diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/6).

Akil Mochtar
Akil Mochtar

Salah satu fakta yang diungkap Akil adalah uang sebesar Rp125 juta yang diterima dari Wakil Gubernur Papua 2006-2011, Alex Hesegem. Menurut Akil, uang yang dikirim Alex untuk membeli pulsa.

“Saya enggak ada minta uang sama dia (Alex). Saya berteman dengan diadi DPR waktu pansus Otsus Papua,” kata Akil.

Menurut Akil, dirinya sering bergurau dengan Alex. “Namanya teman, bergurau biasa. Telepon jauh, putus-putus (sambungannya). Ditanya kenapa putus, ini enggak ada pulsa,” ujar Akil.

Akil menambahkan, Alex yang berinisiatif mengirim uang untuk memberi pulsa. Uang itu dikirim ke rekening milik Akil. Akan tetapi, lanjut Akil, dalam dakwaan dirinya dituduh memeras.

Hakim Ketua Suwidya menanyakan soal rekening itu. “Rekening dari mana Alex tahu?” tanyanya. “Dulu waktu majun
Pilgub pinjam uang saya, nomor rekening BCA saya waktu jadi anggota DPR sudah sama dia,” jawab Akil.

Dalam dakwaan, Akil disebut menerima duit Rp125 juta untuk memenangkan lima Pilkada di Papua yakni Pilkada Kabupaten Merauke, Pilkada Kabupaten Asmat dan Kabupaten Boven Digoel yang bergulir pada tahun 2010.

Selain itu, pada tahun 2011, Akil juga memainkan sengketa Pilkada Kota Jayapura dan Kabupaten Nduga. Alex pernah dihadirkan sebagai saksi pada 3 April 2014. Ia mengaku mengirim uang ke Akil dengan total nilai Rp125 juta untuk beli pulsa.

Dalam persidangan, Akil menyebutkan dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal penanganan sengketa Kota Palembang dan Empat Lawang di MK adalah imajinasi.

“Itu sesungguhnya hanya imajinasi karena saya tidak pernah meminta atau menyuruh meminta atau dengan cara apapun menghubungi kedua pihak itu,” kata Akil.

Untuk memperkuat bantahannya, Akil menyatakan, perkara Empat Lawang dan Kota Palembang adalah dua perkara pilkada yang perhitungan surat suaranya diulang dan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.

Setelah dilakukan perhitungan kotak suara, Akil menambahkan, pihak yang berperkara sudah tahu siapa yang menang, walapun perkara belum diputuskan.

“Para penasihat hukum masing-masing pihak melakukan perhitungan di persidangan, mencatat sama yang dibuat mahkamah. Sehingga logikanya ketika dia sudah tahu mereka menang buat apa kita minta uang kepada mereka,” tutur Akil.

Untuk Palembang, tambah Akil, perhitungan surat suara dilakukan secara terbuka. Karena itu, semua pihak tahu siapa yang menang. “Pihak-pihak semua hadir. Lakukan perhitungan dicatat secara elektronik,” ujarnya.

Kata Akil, masalah mulai muncul setelah pihak yang dimenangkan Komisi Pemilihan Umum kalah setelah dilakukan perhitungan suara ulang. Akhirnya muncul isu bahwa hakim telah disuap.

“Muncul hakim dikasih duit, padahal itu dihitung terbuka untuk umum, masyarakat bisa melihat,” tandasnya. (gil/jpnn/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/