30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Salahkan Tower Dekat Runway

Foto: dok.JPG Pesawat Hercules.
Foto: dok.JPG
Pesawat Hercules.

SUMUTPOS.CO- Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI, Agus Supriatna menyebutkan hasil sementara penyelidikan atas jatuhnya pesawat buatan tahun 1964 itu disebabkan tiga faktor.

“Pertama, sebelum pesawat jatuh pilot meminta kembali ke pangkalan, jelas ini ada sesuatu yang rusak di pesawat. Kedua, dilihat dari pesawat itu lari ke kanan, di mana pesawat itu secara normal dari offline-nya diperkirakan engine sebelah kanan mati. Kenapa dikatakan mati? Pada saat dicek posisi dari propeller engine pesawat ada yang baling-baling berhenti. Karena saat ketinggiannya normal dan ketika posisi climb pesawat menabrak tower antena,” kata jenderal berbintang 4 ini, kemarin.

Orang nomor satu di Angkatan Udara (AU) ini pun menyalahkan posisi tower yang tidak sesuai. “Ketika dilakukan pengecekan mengenai posisi tower hanya berjarak 3.200 meter dari runway,” jelasnya.

Dia menuturkan, apabila pesawat tidak mengenai tower walaupun keadaan posisi baling-baling kanan mati masih dapat melakukan climb. “Pilot sendiri sudah tahu untuk merecover engine mati. Sehingga ketika dalam posisi climbing sudah dapat direcover apabila tidak menabrak tower itu. Akan tetapi ketika menabrak tower tersebut kecepatan pesawat tersebut masih pelan sehingga jatuh,” tuturnya.

Atas hal itu, Agus menyebutkan saat ini masih dilakukan penyelidikan dan investivigasi. Karena ini masih bersifat sementara dan belum final karena masih melakukan penyelidikan dan analisis. “Mungkin saja hasil penyelidikan ke depannya mungkin karena elektrik maupun hidrolik. Sebab sedang dalam kajian dan dievaluasi tim,” ungkapnya.

Di sisi lain, semakin sulit dibantah bahwa Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting Selasa (30/6) lalu, mengangkut banyak penumpang sipil, bukan dari keluarga anggota TNI. Penumpang dipungut biaya, termasuk yang dari keluarga TNI.

Keterangan dari beberapa keluarga korban, mereka membayar ada yang hingga Rp800 ribu per orang untuk bisa sampai ke Natuna. Serda Sahata Sihombing yang kehilangan dua putrinya, Ester Yosephine Sihombing, 18, dan Rita Yunita Sihombing, 14, yang menjadi korban Hercules nahas itu, menyebut membayar Rp750 ribu per orang.

Pengamat penerbangan yang juga pilot pesawat nonkomersial, Alvin Lie, tidak menyangkal usia pesawat yang sudah uzur menjadi sorotan. Hanya saja, menurutnya, usia tua pesawat tidak sepenuhnya bisa disalahkan.

“Meskipun sudah tua, asal perawatannya disiplin, sesuai manual, tetap tidak masalah. Tapi memang perawatan yang sering juga tidak efektif, terlebih jika sudah ketinggalan teknologi, seperti teknologi bahan bakarnya. Tapi menurut saya, untuk pesawat tua, perawatan itu kuncinya, disiplin atau tidak,” kata Alvin, kemarin.

Di sisi lain, semakin sulit dibantah bahwa Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting, Selasa (30/6), mengangkut banyak penumpang sipil, bukan dari keluarga anggota TNI. Penumpang dipungut biaya, termasuk yang dari keluarga TNI.

Keterangan dari beberapa keluarga korban, mereka membayar ada yang hingga Rp800 ribu per orang untuk bisa sampai ke Natuna. Serda Sahata Sihombing yang kehilangan dua putrinya, Ester Yosephine Sihombing (18) dan Rita Yunita Sihombing (14) yang menjadi korban Hercules nahas itu, menyebut membayar Rp750 ribu per orang.

Pengamat penerbangan yang juga pilot pesawat nonkomersial, Alvin Lie, mengatakan, jika memang terbukti penumpang yang naik Hercules dipungut biaya, maka itu jelas sebuah pelanggaran.

“Kalau ada dugaan pungutan, itu yang harus diusut,” cetus Alvin.

Mantan anggota DPR di komisi perhubungan itu menjelaskan, pesawat Hercules milik TNI kegunaan utamanya adalah untuk mengangkut pasukan dan logistik. Selain itu, digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, seperti mengevakuasi korban bencana.

Dikatakan, keluarga anggota TNI juga boleh ikut menumpang Hercules. Bagaimana dengan orang sipil yang bukan dari keluarga TNI? “Ketika di dalam pesawat masih ada ruang kosong, itu dapat digunakan untuk angkutan umum, tapi harus gratis, dan diutamakan bagi warga tidak mampu. Itu bagian dari layanan masyarakat dari TNI. Jadi, boleh angkut warga sipil yang tidak mampu, gratis, kalau memang masih ada ruang kosong,” bebernya.

Apakah aturan itu ada tertulis? “Saya yakin, itu SOP penerbangan pesawat Hercules. Karena itu bagian dari pengabdian masyarakat TNI. Jadi, kalau ada pungutan, itu yang harus diusut,” cetus pria asal Semarang itu.

Dia mengatakan, jika memang ada tarif yang dipatok bagi penumpang Hercules, hal itu jelas merupakan penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum anggota TNI AU. “Karena secara institusi tidak boleh,” imbuhnya.

Diberitakan, diperkirakan ada puluhan orang warga Natuna yang menumpang di Hercules 130 itu. Selain anggota TNI AU, juga ada pelajar dan mahasiswa.

Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Kolonel (Pnb) Khairil Lubis membenarkan, memang  ada warga sipil yang turut menumpang di pesawat Hercules naas itu. Beberapa diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa. ‘’Namun jumlah dan nama-namanya, belum bisa dipastikan,’’ katanya.

Keikutsertaan warga sipil dalam penerbangan milik militer itu kata Khairil, tidak semuanya karena keluarga anggota TNI AU. ‘’Ada juga yang naik dengan surat rekomendasi paguyuban daerah tertentu,’’ katanya. (gus/sam/rbb)

Foto: dok.JPG Pesawat Hercules.
Foto: dok.JPG
Pesawat Hercules.

SUMUTPOS.CO- Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI, Agus Supriatna menyebutkan hasil sementara penyelidikan atas jatuhnya pesawat buatan tahun 1964 itu disebabkan tiga faktor.

“Pertama, sebelum pesawat jatuh pilot meminta kembali ke pangkalan, jelas ini ada sesuatu yang rusak di pesawat. Kedua, dilihat dari pesawat itu lari ke kanan, di mana pesawat itu secara normal dari offline-nya diperkirakan engine sebelah kanan mati. Kenapa dikatakan mati? Pada saat dicek posisi dari propeller engine pesawat ada yang baling-baling berhenti. Karena saat ketinggiannya normal dan ketika posisi climb pesawat menabrak tower antena,” kata jenderal berbintang 4 ini, kemarin.

Orang nomor satu di Angkatan Udara (AU) ini pun menyalahkan posisi tower yang tidak sesuai. “Ketika dilakukan pengecekan mengenai posisi tower hanya berjarak 3.200 meter dari runway,” jelasnya.

Dia menuturkan, apabila pesawat tidak mengenai tower walaupun keadaan posisi baling-baling kanan mati masih dapat melakukan climb. “Pilot sendiri sudah tahu untuk merecover engine mati. Sehingga ketika dalam posisi climbing sudah dapat direcover apabila tidak menabrak tower itu. Akan tetapi ketika menabrak tower tersebut kecepatan pesawat tersebut masih pelan sehingga jatuh,” tuturnya.

Atas hal itu, Agus menyebutkan saat ini masih dilakukan penyelidikan dan investivigasi. Karena ini masih bersifat sementara dan belum final karena masih melakukan penyelidikan dan analisis. “Mungkin saja hasil penyelidikan ke depannya mungkin karena elektrik maupun hidrolik. Sebab sedang dalam kajian dan dievaluasi tim,” ungkapnya.

Di sisi lain, semakin sulit dibantah bahwa Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting Selasa (30/6) lalu, mengangkut banyak penumpang sipil, bukan dari keluarga anggota TNI. Penumpang dipungut biaya, termasuk yang dari keluarga TNI.

Keterangan dari beberapa keluarga korban, mereka membayar ada yang hingga Rp800 ribu per orang untuk bisa sampai ke Natuna. Serda Sahata Sihombing yang kehilangan dua putrinya, Ester Yosephine Sihombing, 18, dan Rita Yunita Sihombing, 14, yang menjadi korban Hercules nahas itu, menyebut membayar Rp750 ribu per orang.

Pengamat penerbangan yang juga pilot pesawat nonkomersial, Alvin Lie, tidak menyangkal usia pesawat yang sudah uzur menjadi sorotan. Hanya saja, menurutnya, usia tua pesawat tidak sepenuhnya bisa disalahkan.

“Meskipun sudah tua, asal perawatannya disiplin, sesuai manual, tetap tidak masalah. Tapi memang perawatan yang sering juga tidak efektif, terlebih jika sudah ketinggalan teknologi, seperti teknologi bahan bakarnya. Tapi menurut saya, untuk pesawat tua, perawatan itu kuncinya, disiplin atau tidak,” kata Alvin, kemarin.

Di sisi lain, semakin sulit dibantah bahwa Hercules C-130 yang jatuh di Jalan Jamin Ginting, Selasa (30/6), mengangkut banyak penumpang sipil, bukan dari keluarga anggota TNI. Penumpang dipungut biaya, termasuk yang dari keluarga TNI.

Keterangan dari beberapa keluarga korban, mereka membayar ada yang hingga Rp800 ribu per orang untuk bisa sampai ke Natuna. Serda Sahata Sihombing yang kehilangan dua putrinya, Ester Yosephine Sihombing (18) dan Rita Yunita Sihombing (14) yang menjadi korban Hercules nahas itu, menyebut membayar Rp750 ribu per orang.

Pengamat penerbangan yang juga pilot pesawat nonkomersial, Alvin Lie, mengatakan, jika memang terbukti penumpang yang naik Hercules dipungut biaya, maka itu jelas sebuah pelanggaran.

“Kalau ada dugaan pungutan, itu yang harus diusut,” cetus Alvin.

Mantan anggota DPR di komisi perhubungan itu menjelaskan, pesawat Hercules milik TNI kegunaan utamanya adalah untuk mengangkut pasukan dan logistik. Selain itu, digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, seperti mengevakuasi korban bencana.

Dikatakan, keluarga anggota TNI juga boleh ikut menumpang Hercules. Bagaimana dengan orang sipil yang bukan dari keluarga TNI? “Ketika di dalam pesawat masih ada ruang kosong, itu dapat digunakan untuk angkutan umum, tapi harus gratis, dan diutamakan bagi warga tidak mampu. Itu bagian dari layanan masyarakat dari TNI. Jadi, boleh angkut warga sipil yang tidak mampu, gratis, kalau memang masih ada ruang kosong,” bebernya.

Apakah aturan itu ada tertulis? “Saya yakin, itu SOP penerbangan pesawat Hercules. Karena itu bagian dari pengabdian masyarakat TNI. Jadi, kalau ada pungutan, itu yang harus diusut,” cetus pria asal Semarang itu.

Dia mengatakan, jika memang ada tarif yang dipatok bagi penumpang Hercules, hal itu jelas merupakan penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum anggota TNI AU. “Karena secara institusi tidak boleh,” imbuhnya.

Diberitakan, diperkirakan ada puluhan orang warga Natuna yang menumpang di Hercules 130 itu. Selain anggota TNI AU, juga ada pelajar dan mahasiswa.

Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Kolonel (Pnb) Khairil Lubis membenarkan, memang  ada warga sipil yang turut menumpang di pesawat Hercules naas itu. Beberapa diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa. ‘’Namun jumlah dan nama-namanya, belum bisa dipastikan,’’ katanya.

Keikutsertaan warga sipil dalam penerbangan milik militer itu kata Khairil, tidak semuanya karena keluarga anggota TNI AU. ‘’Ada juga yang naik dengan surat rekomendasi paguyuban daerah tertentu,’’ katanya. (gus/sam/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/