Setelah 363 Hari Menjanda
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka korupsi. Penetapan ini tepat setelah 363 hari dia ditinggal sang suami, Adjie Massaid. Ya, Adjie Massaid meninggal dunia pada 5 Februari 2011 lalu.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Angelina juga sudah dimasukkan dalam daftar cegah di Imigrasi agar tidak bepergian ke luar negeri Wakil Sekjen Partai Demokrat itu disangka menerima sogokan terkait pembahasan anggaran untuk proyek Wisma Atlet SEA Games.
Penetapan Angelina sebagai tersangka diumumkan oleh Ketua KPK, Abraham Samad dalam jumpa pers di KPK, Jumat (3/2). Abraham mengatakan, ada perkembangan baru dalam proses penyidikan kasus Wisma Atlet, termasuk adanya bukti-bukti untuk menjerat Angelina Sondakh.“Ada tersangka baru, AS. Seorang perempuan yang tadinya saksi,” katanya.
Oleh KPK, anggota Komisi Olahraga DPR itu dijerat dengan pasal 5 ayat (2) atau atau pasal 11 atau pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman maksimalnya adalah lima tahun penjara.
“Sprindiknya (Surat Perintah Penyidikan, Red) sejak kemarin (Kamis, 2/2),” sebutnya. “Yang bersangkutan juga sudah kita lakukan pencekalan bersama seseorang berinisial WK (Wayan Koster),” tambah Abraham.
Seperti diketahui, nama Angelina dan Wayan Koster pada persidangan kasus suap Wisma Atlet disebut mendapat uang Rp5 miliar dari perusahaan Nazaruddin. Uang dari Nazaruddin itu dimaksudkan untuk meloloskan anggaran proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang yang tengah dibahas di Banggar DPR.
Dari beberapa kesaksian di persidangan atas M Nazaruddin, uang untuk Angelina dan Wayan diantar pada hari yang sama pada 5 Mei 2010. Kiriman dibagi dalam dua tahap, yakni Rp2 miliar di pagi hari dan Rp3 miliar pada sore harinya.
Penetapan ini tidak hanya menyebabkan jabatannya sebagai wakil sekretaris jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat dicopot. Status Angelina sebagai kader Demokrat juga akan segera hilang.
Penegasan itu disampaikan Sekretaris Departemen HAM DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik. Menurutnya, kode etik Demokrat jelas akan mencopot kadernya yang menjadi tersangka seperti mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, M Nazaruddin.
“Iya dong, kode etik kami bilang begitu. Jadi partai akan menghentikan setiap kadernya yang menjadi tersangka.
Apalagi kasusnya korupsi. Ini berlaku kepada setiap kader, fungsionaris termasuk juga kepada ketua umumnya,” katanya.
Lanjut Rachland, beda halnya dengan status Anas Urbaningrum yang hingga saat ini tidak tersangkut dengan hukum tapi didesak mengundurkan diri.
“Selama tidak ada sangkaan, siapa pun kader dan fungsionaris itu tetap punya hak penuh untuk tinggal sebagai keluarga besar Partai Demokrat. Anas tetap sebagai ketua umum, makanya desakan (mundur) orang-orang itu tidak berdasar,” pungkasnya. (ara/awa/jpnn)