30.1 C
Medan
Tuesday, June 25, 2024

Bersaing Kelola Sertifikasi Produk Halal

Sertifikasi halal
Sertifikasi halal

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perdebatan pengelolaan sertifikasi produk halal antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Kementerian Agama (Kemenag) masih alot. Kedua belah pihak masih merasa paling pas untuk mengelola sertifikasi produk halal itu.

Menag Suryadharma Ali menuturkan, tidak benar terjadi kisruh atau rebutan hak pengelolaan sertifikasi produk halal antara Kemenag dengan MUI. “Yang terjadi adalah perdebatan. Khususnya terkait pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH, red),” katanya kemarin.

Menteri yang akrab disapa SDA itu mengatakan, MUI memiliki konsep bahwa pencatatan atau pelabelan halal adalah wajib. Alasan MUI adalah, label halal itu untuk memenuhi hak konsumen.

Sedangkan pemerintah menyebutkan hanya sukarela. Alasan pemerintah adalah, jika aturan pelabelan halal ini diwajibkan bisa memukul usaka kecil dan mikro. “Usaha-usaha kecil akan tersandung permasalahan hukum. Karena tidak memiliki label halal,” katanya.

Akibatnya ke depan usaha kecil dan mikro bisa jadi memilih gulung tikar. “Kemenag tidak mau gara-gara aturan itu, mengganggu roda ekonomi,” jelas SDA.

Perdebatan berikutnya adalah siapa yang berhak mengeluarkan sertifikat label halal. Perdebatan saat ini mengarah pada, pemerintah atau MUI yang menjalankan pelabelan itu. Posisi saat ini, kata SDA, pemerintah berpendapat mereka yang berhak. Sedangkan MUI juga mengklaim hal serupa.

SDA mengatakan pemerintah merasa berhak menangani sertifikasi halal karena sifatnya sebagai pelaksanaan UU. Sedangkan pemerintah memandang bahwa MUI adalah organisasi massa (ormas). Jika nanti MUI ditetapkan sebagai pelaksana pelabelan halal, menimbulkan kecemburuhan di ormas-ormas yang lainnya.

Menurut SDA ketika nanti pelabelan halal ditangani pemerintah, peran MUI tetap ada. Diantaranya adalah MUI yang mengeluarkan rekomendasi halal atau tidak terhadap produk tertentu. Tetapi badan pengujinya ada di bawah komando pemerintah.

Sementara terkait biaya pelabelan halal, SDA mengatakan pemerintah nanti tetap akan menariknya. Tetapi uang itu akan masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara yang terjadi saat ini, MUI tidak perlu mempertanggungjawabkan kepada pemerintah melalui Menteri Agama. Sebab MUI itu sejenis pihak swasta yang ada di luar institusi pemerintah. (wan)

Sertifikasi halal
Sertifikasi halal

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perdebatan pengelolaan sertifikasi produk halal antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Kementerian Agama (Kemenag) masih alot. Kedua belah pihak masih merasa paling pas untuk mengelola sertifikasi produk halal itu.

Menag Suryadharma Ali menuturkan, tidak benar terjadi kisruh atau rebutan hak pengelolaan sertifikasi produk halal antara Kemenag dengan MUI. “Yang terjadi adalah perdebatan. Khususnya terkait pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH, red),” katanya kemarin.

Menteri yang akrab disapa SDA itu mengatakan, MUI memiliki konsep bahwa pencatatan atau pelabelan halal adalah wajib. Alasan MUI adalah, label halal itu untuk memenuhi hak konsumen.

Sedangkan pemerintah menyebutkan hanya sukarela. Alasan pemerintah adalah, jika aturan pelabelan halal ini diwajibkan bisa memukul usaka kecil dan mikro. “Usaha-usaha kecil akan tersandung permasalahan hukum. Karena tidak memiliki label halal,” katanya.

Akibatnya ke depan usaha kecil dan mikro bisa jadi memilih gulung tikar. “Kemenag tidak mau gara-gara aturan itu, mengganggu roda ekonomi,” jelas SDA.

Perdebatan berikutnya adalah siapa yang berhak mengeluarkan sertifikat label halal. Perdebatan saat ini mengarah pada, pemerintah atau MUI yang menjalankan pelabelan itu. Posisi saat ini, kata SDA, pemerintah berpendapat mereka yang berhak. Sedangkan MUI juga mengklaim hal serupa.

SDA mengatakan pemerintah merasa berhak menangani sertifikasi halal karena sifatnya sebagai pelaksanaan UU. Sedangkan pemerintah memandang bahwa MUI adalah organisasi massa (ormas). Jika nanti MUI ditetapkan sebagai pelaksana pelabelan halal, menimbulkan kecemburuhan di ormas-ormas yang lainnya.

Menurut SDA ketika nanti pelabelan halal ditangani pemerintah, peran MUI tetap ada. Diantaranya adalah MUI yang mengeluarkan rekomendasi halal atau tidak terhadap produk tertentu. Tetapi badan pengujinya ada di bawah komando pemerintah.

Sementara terkait biaya pelabelan halal, SDA mengatakan pemerintah nanti tetap akan menariknya. Tetapi uang itu akan masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara yang terjadi saat ini, MUI tidak perlu mempertanggungjawabkan kepada pemerintah melalui Menteri Agama. Sebab MUI itu sejenis pihak swasta yang ada di luar institusi pemerintah. (wan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/