JAKARTA-Meski batas waktu kontrak kepemilikan saham Nippon Asahan Aluminium (NAA) akan berakhir Oktober 2013 mendatang, namun perundingan antara Indonesia dengan NAA terkait pengambilalihan PT Inalum, belum juga menghasilkan keputusan final. Padahal pertemuan telah digelar hingga beberapa kali sejak awal tahun 2013 lalu.
“Kalau sudah final, tentu saya senang sekali. Tapi ini belum kok, masih ada beberapa poin yang belum disepakati bersama,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahyono kepada koran ini di Jakarta, Rabu (3/7).
Menurutnya, poin yang menjadi fokus kedua belah pihak untuk dibicarakan kembali lebih kepada masalah biaya kompensasi. Dimana masih ada perbedaan pandangan terkait tata cara perhitungan penetapan nilai buku. Di satu sisi pemerintah Indonesia mengharapkan nilai buku tanpa revaluasi, sementara di sisi lain NAA meminta agar penetapannya berdasarkan revaluasi aset yang ada.
“Jadi permasalahannya sampai saat ini masih seperti kemarin, yaitu masalah biaya kompensasi. Tapi ini lagi diupayakan terus, agar dapat segera dicapai kesepakatan bersama,” ujarnya. (gir/ram)
Sementara, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan Indonesia saat sudah menyiapkan tim perunding. Dan Rabu, (3/6) kemarin tim dari Indonesia bertemu dengan Jepang di Singapura untuk merundingkan nilai buku ini. “Ada 10 kementrian yang terlibat dalam tim perundingan ini. Karena kita ingin, pada 31 Oktober mendatang semua akan selesai. Dan Inalum seutuhnya milik kita,” ujarnya.(gir/ram)
Pembahasan Inalum Indonesia-Jepang Masih Alot
JAKARTA-Meski batas waktu kontrak kepemilikan saham Nippon Asahan Aluminium (NAA) akan berakhir Oktober 2013 mendatang, namun perundingan antara Indonesia dengan NAA terkait pengambilalihan PT Inalum, belum juga menghasilkan keputusan final. Padahal pertemuan telah digelar hingga beberapa kali sejak awal tahun 2013 lalu.
“Kalau sudah final, tentu saya senang sekali. Tapi ini belum kok, masih ada beberapa poin yang belum disepakati bersama,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahyono kepada koran ini di Jakarta, Rabu (3/7).
Menurutnya, poin yang menjadi fokus kedua belah pihak untuk dibicarakan kembali lebih kepada masalah biaya kompensasi. Dimana masih ada perbedaan pandangan terkait tata cara perhitungan penetapan nilai buku. Di satu sisi pemerintah Indonesia mengharapkan nilai buku tanpa revaluasi, sementara di sisi lain NAA meminta agar penetapannya berdasarkan revaluasi aset yang ada.
“Jadi permasalahannya sampai saat ini masih seperti kemarin, yaitu masalah biaya kompensasi. Tapi ini lagi diupayakan terus, agar dapat segera dicapai kesepakatan bersama,” ujarnya. (gir/ram)
Sementara, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan Indonesia saat sudah menyiapkan tim perunding. Dan Rabu, (3/6) kemarin tim dari Indonesia bertemu dengan Jepang di Singapura untuk merundingkan nilai buku ini. “Ada 10 kementrian yang terlibat dalam tim perundingan ini. Karena kita ingin, pada 31 Oktober mendatang semua akan selesai. Dan Inalum seutuhnya milik kita,” ujarnya.(gir/ram)