26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pilgub Hapus Calon Independen

JAKARTA – Pilgub DKI Jakarta, tampaknya, menjadi Pilkadaterakhir bagi calon independen. Sebab, peluang calon non-parpol untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan Pilgub bakal dihapus. Itu seiring dengan pembahasan RUU Pilkada, khususnya materi Pasal 11.

Pasal 11 menyatakan, peserta pilgub adalah cagub yang diusulkan oleh fraksi atau gabungan fraksi di DPRD provinsi. Dengan demikian, pencalonan menjadi ranah eksklusif dari fraksi yang merupakan kepanjangan partai di DPRD. Pada RUU tersebut, peluang calon independen hanya dibuka dalam pemilihan bupati/wali kota.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengakui adanya konsekuensi tidak ada calon independen dalam Pilgub. “Kan semangatnya bisa saja partai mengajukan orang-orang yang bukan partai kalau dianggap berkualitas,” kata Gamawan setelah rapat koordinasi bidang kesehatan di gedung Kemenkes, kemarin (3/8).

Menurut Gamawan, semangat yang melandasi aturan tersebut adalah tidak harus memaksakan. Misalnya, partai harus mengajukan ketuanya sebagai calon dalam pilkada. “Bisa saja orang-orang independen yang potensial di-hire oleh partai,” ujar Gamawan.

Meski begitu, mantan gubernur Sumbar itu menolak jika peluang calon independen sudah tertutup sama sekali. Sebab, saat ini RUU masih dibahas dengan DPR. “Nanti syaratnya tetap seperti itu, tapi tidak diajukan partai. Tapi, pakai persyaratan plus,” ucap Gamawan.

Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain mengatakan, pemilihan melalui DPRD sejatinya tidak menutup peluang calon independen untuk masuk. Namun, harus dipahami bahwa peluang terpilihnya calon independen jauh lebih kecil dalam pemilihan yang dilakukan antar-fraksi.
“Sebetulnya DPRD justru menghilangkan kesempatan independen.

Meskipun tetap boleh,” kata Malik di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (3/8).
Malik menilai, harus ada syarat yang berbeda untuk tetap mengakomodasi calon independen. Meski, dia saat ini cenderung tetap setuju pada pola pemilihan langsung. “Meski tetap pemilihan langsung, harus efisien,” ujarnya.

Salah satu cara efisiensi Pilkada adalah pesta demokrasi daerah tersebut cukup dilakukan satu putaran. Itu bisa dilakukan dengan menaikkan syarat persentase parpol pengusung pasangan calon. “Kalau sekarang 15 persen, nanti bisa jadi 25 persen. Lalu, bisa dilakukan Pilkada serentak,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Dengan Pilkada satu putaran dan dilakukan serentak, Malik memprediksi akan terjadi penghematan 30-40 persen. Petugas pemilu yang bekerja satu kali dalam satu waktu tentu lebih irit daripada kinerja dengan dua putaran. “Dari situ terlihat sangat irit. Begitu pula biaya-biaya lain, pasti irit,” tukasnya.
Sebelumnya peryataan berbeda disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman di sela acara berbuka puasa dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di kediamannya di Jakarta, Rabu (1/8).

Menurut Irman, sudah saatnya dilakukan perubahan dalam sistem Pemilu di Indonesia. Hal ini tidak hanya didasarkan pada penghematan anggaran dan waktu serta mengurangi konflik yang kerap terjadi pascaPilkada.

“Saya memahami adanya usulan penundaan Pilkada itu karena ada agenda nasional, yakni Pilpres 2014. Tapi, mungkin sudah saatnya dilakukan perubahan sistem penyelenggaraan Pilkada menjadi serentak,” ujar Irman.

Dia menambahkan, pemerintah sebenarnya dapat melakukan simulasi terhadap wilayah-wilayah yang memiliki jadwal penyelenggaraan Pilkadapada 2014. Hal ini juga sebagai bahan pertimbangan dalam perubahan sistem Pemilu di Indonesia. (fal/bay/jpnn)

JAKARTA – Pilgub DKI Jakarta, tampaknya, menjadi Pilkadaterakhir bagi calon independen. Sebab, peluang calon non-parpol untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan Pilgub bakal dihapus. Itu seiring dengan pembahasan RUU Pilkada, khususnya materi Pasal 11.

Pasal 11 menyatakan, peserta pilgub adalah cagub yang diusulkan oleh fraksi atau gabungan fraksi di DPRD provinsi. Dengan demikian, pencalonan menjadi ranah eksklusif dari fraksi yang merupakan kepanjangan partai di DPRD. Pada RUU tersebut, peluang calon independen hanya dibuka dalam pemilihan bupati/wali kota.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengakui adanya konsekuensi tidak ada calon independen dalam Pilgub. “Kan semangatnya bisa saja partai mengajukan orang-orang yang bukan partai kalau dianggap berkualitas,” kata Gamawan setelah rapat koordinasi bidang kesehatan di gedung Kemenkes, kemarin (3/8).

Menurut Gamawan, semangat yang melandasi aturan tersebut adalah tidak harus memaksakan. Misalnya, partai harus mengajukan ketuanya sebagai calon dalam pilkada. “Bisa saja orang-orang independen yang potensial di-hire oleh partai,” ujar Gamawan.

Meski begitu, mantan gubernur Sumbar itu menolak jika peluang calon independen sudah tertutup sama sekali. Sebab, saat ini RUU masih dibahas dengan DPR. “Nanti syaratnya tetap seperti itu, tapi tidak diajukan partai. Tapi, pakai persyaratan plus,” ucap Gamawan.

Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain mengatakan, pemilihan melalui DPRD sejatinya tidak menutup peluang calon independen untuk masuk. Namun, harus dipahami bahwa peluang terpilihnya calon independen jauh lebih kecil dalam pemilihan yang dilakukan antar-fraksi.
“Sebetulnya DPRD justru menghilangkan kesempatan independen.

Meskipun tetap boleh,” kata Malik di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (3/8).
Malik menilai, harus ada syarat yang berbeda untuk tetap mengakomodasi calon independen. Meski, dia saat ini cenderung tetap setuju pada pola pemilihan langsung. “Meski tetap pemilihan langsung, harus efisien,” ujarnya.

Salah satu cara efisiensi Pilkada adalah pesta demokrasi daerah tersebut cukup dilakukan satu putaran. Itu bisa dilakukan dengan menaikkan syarat persentase parpol pengusung pasangan calon. “Kalau sekarang 15 persen, nanti bisa jadi 25 persen. Lalu, bisa dilakukan Pilkada serentak,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Dengan Pilkada satu putaran dan dilakukan serentak, Malik memprediksi akan terjadi penghematan 30-40 persen. Petugas pemilu yang bekerja satu kali dalam satu waktu tentu lebih irit daripada kinerja dengan dua putaran. “Dari situ terlihat sangat irit. Begitu pula biaya-biaya lain, pasti irit,” tukasnya.
Sebelumnya peryataan berbeda disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman di sela acara berbuka puasa dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di kediamannya di Jakarta, Rabu (1/8).

Menurut Irman, sudah saatnya dilakukan perubahan dalam sistem Pemilu di Indonesia. Hal ini tidak hanya didasarkan pada penghematan anggaran dan waktu serta mengurangi konflik yang kerap terjadi pascaPilkada.

“Saya memahami adanya usulan penundaan Pilkada itu karena ada agenda nasional, yakni Pilpres 2014. Tapi, mungkin sudah saatnya dilakukan perubahan sistem penyelenggaraan Pilkada menjadi serentak,” ujar Irman.

Dia menambahkan, pemerintah sebenarnya dapat melakukan simulasi terhadap wilayah-wilayah yang memiliki jadwal penyelenggaraan Pilkadapada 2014. Hal ini juga sebagai bahan pertimbangan dalam perubahan sistem Pemilu di Indonesia. (fal/bay/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/