26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Wakil Ketua MPR Kritik Larangan Parpol Daftar DPD

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota dewan perwakilan daerah (DPD) tidak diberlakukan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Mahyudin berpendapat, sebaiknya aturan itu diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang.

“Berlaku untuk yang akan datang saja, tidak usah diberlakukan sekarang,” kata Mahyudin di gedung parlemen, Jakarta, Jumat (3/8).

Menurut Mahyudin, seharusnya putusan MK itu dikeluarkan sebelum adanya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal pencalonan legislatif. Namun, putusan ini dikeluarkan MK ketika proses pencalonan legislatif sudah memasuki saat-saat akhir.

“Seharusnya sebelum (caleg) mendaftar itu sudah ada putusannya,” katanya.

Mahyudin mengatakan, memang MK ini kadang-kadang mengeluarkan putusan yang sedikit membuat masalah di tengah-tengah tahun politik.

Misalnya, kata dia, dulu pernah mengeluarkan putusan bahwa anggota DPR harus mundur ketika menjadi calon kepala daerah. Akibat putusan itu, kata dia, banyak daerah-daerah menjadi kekurangan calon kepala daerah karena rata-rata yang dicalonkan partai itu duduk di DPRD dan DPR.

“Sehingga mengakibatkan banyaknya calon tunggal, ada yang melawan kotak kosong. Ini menjadi problema tersendiri,” katanya.

Mahyudin setuju pendapat Ketua DPD Oesman Sapta Odang bahwa sebuah UU adalah buah kerja keras 500 lebih anggota DPR bersama pemerintah.

“Tapi, tiba-tiba dipatahkan begitu saja oleh Mahkamah Konstitusi yang sembilan orang,” katanya.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, seharusnya MK memperhitungkan masalah waktu dalam mengambil keputuan. Menurut dia, MK jangan hanya mempertimbangkan gugatan hukum dengan logika mereka, tapi harus melihat kondisi di lapangan.

“Kalau mengeluarkan putusan misalnya membuat di lapangan menjadi ramai dan banyak masalah, ya untuk apa,” ujarnya.

Lebih lanjut Mahyudin juga mengatakan hal ini harus menjadi perhatian ketika hendak memutuskan gugatan persoalan presidential threshold (PT) dan masa jabatan presiden-wakil presiden.

Mahyudin berharap putusan itu bisa keluar sebelum masa pendaftaran pasangan capres-cawapres.

“Kalau memang mau diputuskan, kalau tidak ya sudah, ikut undang-undang yang ada saja,” katanya.

Dia mengatakan, kalau putusan dikeluarkan setelah pendaftaran pasangan calon, sebaiknya diberlakukan untuk persyaratan pilpres yang akan datang supaya tidak menimbulkan polemik lagi di lapangan. “Negara inikan butuh tenang, jangan dibuat jadi dalam ketidakpastian hukum,” jelasnya. (boy/azw/jpnn)

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota dewan perwakilan daerah (DPD) tidak diberlakukan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Mahyudin berpendapat, sebaiknya aturan itu diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang.

“Berlaku untuk yang akan datang saja, tidak usah diberlakukan sekarang,” kata Mahyudin di gedung parlemen, Jakarta, Jumat (3/8).

Menurut Mahyudin, seharusnya putusan MK itu dikeluarkan sebelum adanya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal pencalonan legislatif. Namun, putusan ini dikeluarkan MK ketika proses pencalonan legislatif sudah memasuki saat-saat akhir.

“Seharusnya sebelum (caleg) mendaftar itu sudah ada putusannya,” katanya.

Mahyudin mengatakan, memang MK ini kadang-kadang mengeluarkan putusan yang sedikit membuat masalah di tengah-tengah tahun politik.

Misalnya, kata dia, dulu pernah mengeluarkan putusan bahwa anggota DPR harus mundur ketika menjadi calon kepala daerah. Akibat putusan itu, kata dia, banyak daerah-daerah menjadi kekurangan calon kepala daerah karena rata-rata yang dicalonkan partai itu duduk di DPRD dan DPR.

“Sehingga mengakibatkan banyaknya calon tunggal, ada yang melawan kotak kosong. Ini menjadi problema tersendiri,” katanya.

Mahyudin setuju pendapat Ketua DPD Oesman Sapta Odang bahwa sebuah UU adalah buah kerja keras 500 lebih anggota DPR bersama pemerintah.

“Tapi, tiba-tiba dipatahkan begitu saja oleh Mahkamah Konstitusi yang sembilan orang,” katanya.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, seharusnya MK memperhitungkan masalah waktu dalam mengambil keputuan. Menurut dia, MK jangan hanya mempertimbangkan gugatan hukum dengan logika mereka, tapi harus melihat kondisi di lapangan.

“Kalau mengeluarkan putusan misalnya membuat di lapangan menjadi ramai dan banyak masalah, ya untuk apa,” ujarnya.

Lebih lanjut Mahyudin juga mengatakan hal ini harus menjadi perhatian ketika hendak memutuskan gugatan persoalan presidential threshold (PT) dan masa jabatan presiden-wakil presiden.

Mahyudin berharap putusan itu bisa keluar sebelum masa pendaftaran pasangan capres-cawapres.

“Kalau memang mau diputuskan, kalau tidak ya sudah, ikut undang-undang yang ada saja,” katanya.

Dia mengatakan, kalau putusan dikeluarkan setelah pendaftaran pasangan calon, sebaiknya diberlakukan untuk persyaratan pilpres yang akan datang supaya tidak menimbulkan polemik lagi di lapangan. “Negara inikan butuh tenang, jangan dibuat jadi dalam ketidakpastian hukum,” jelasnya. (boy/azw/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/