Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya hasil Munas Bali, Nurdin Halid mengklaim pimpinan partainya di daerah tak menyetujui usulan penyelenggaraan munas bersama. Menurut Nurdin, munas bersama dengan kubu Agung Laksono guna mendapatkan legitimasi kepengurusan partai oleh pemerintah tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Golkar.
“Dewan Pimpinan Daerah I sama sekali tidak setuju, karena mereka sudah munas di Bali. Bukan hanya DPD I, DPD II se-Indonesia juga. Ngapain munas lagi. Dasarnya apa munas bersama dengan mereka (Golkar kubu Agung Laksono hasil Munas Ancol)?” ujar Nurdin.
Dia menuturkan MA memiliki dasar yang kuat saat memutuskan membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly bagi kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol. “Hasil Munas Ancol itu tidak sah karena tidak sesuai dengan AD/ART, makanya diminta dicabut,” katanya.
Mestinya, menurut Nurdin, Menteri Hukum membaca secara utuh keputusan MA, termasuk pertimbangan hukumnya. “Kan, mereka tidak ujug-ujug (tiba-tiba) minta mencabut,” ucapnya.
Menurut Nurdin, sudah tidak ada lagi dualisme kepengurusan dalam tubuh Golkar. Karena itu, Menteri Hukum harus memproses pendaftaran kepengurusan Golkar hasil Munas Bali berdasarkan permohonan kubu Aburizal Bakrie.
Nurdin juga menjelaskan, setelah masa libur tahun baru usai, kubunya akan kembali mengirimkan surat kepada Kementerian Hukum untuk mendaftarkan kepengurusan Golkar hasil Munas Bali. “Kami daftar ulang lagi,” ujarnya.
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar menyampaikan Agung Laksono dan Aburizal Bakrie ‘Ícal’ telah sepakat untuk menggelar Munas guna menyelesaikan kisruh internal.
“Sebenarnya sih soal waktu. Kita sudah setuju Pak Agung dan Pak Ical sudah setuju sebenarnya akhir tahun lalu untuk merumuskan penyatuan pengurus,” kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta.
Sebagai bukti, JK menunjukan sebuah kertas yang berisi kesepakatan antara dua kubu yang telah menyepakati untuk dilakukannya penyatuan. Dalam kertas tersebut terlihat telah ditandatangani oleh JK, Agung Laksono, serta Aburizal Bakrie pada 9 November 2015.
Dalam kertas tersebut juga tertulis opsi jika kembali ke DPP Munas Riau, maka harus dilakukan rekonsiliasi pengurus DPP-DPD serta pencabutan, pemecatan, dan normalisasi DPR-DPRD. Setelah itu, baru dapat dilakukan Rapimnas untuk pengesahan dan rencana Munas. Sehingga pada akhirnya akan digelar Munas. (rka/bbs/jpg)