25.6 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Jangan Paksa Inalum Pasok Listrik

JAKARTA-Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa mengingatkan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) jangan terlalu dipaksa untuk memasok kebutuhan listrik Sumut.

inalumSejumlah alasan disampaikan koordinator Working Group on Power Restructuring Sector (WGPRS) itu. Pertama, PT Inalum didirikan bukan sebagai perusahaan pemasok listrik.

“Pembangkit yang dimiliki Inalum itu tujuan awalnya adalah untuk menggerakkan smelter. Jadi, kalau terlalu dipaksa memberikan tambahan pasokan listrik, malah bisa memunculkan persoalan baru di Inalum,” terang Fabby kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/3)n
Alasan kedua, defisit kebutuhan listrik di Sumut juga berkaitan erat dengan masalah-masalah pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan pembangkit. Menurutnya, masalah lahan inilah yang mestinya menjadi fokus untuk segera diselesaikan.

Jika persoalan yang sudah jelas ini tidak diselesaikan, tapi malah membebani Inalum, maka masalah bisa bertambah lagi. Yakni pembangunan pembangkit tidak kelar-kelar, di lain sisi rencana Inalum mengembangkan diri sebagai perusahaan yang kini telah dikelola BUMN, bisa terganggu.

“Jadi jangan hanya pertimbangan politis untuk minta listrik ke Inalum. Aspek ekonomi juga harus dihitung karena Inalum ini juga memberikan dampak positif bagi perekonomian Sumut ke depannya,” ulas Fabby.

Karenanya, dia berharap pemda segera menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan masalah lahan untuk pembangkit. “Di Pangkalan Susu, Langkat itu misalnya. Di sana ada jalur transmisi yang belum tersambung karena warga mempersoalkan lahannya. Ini kewenangan pemda untuk menyelesaikannya,” urainya.

Meski demikian, dia tidak menampik masih adanya peluang Inalum memberikan tambahan pasokan listrik, dari yang selama ini sudah diberikan sebesar 90 MW. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan.

Pertama, Inalum menghitung terlebih dahulu berapa kebutuhan energi listrik di angka yang paling aman, dengan memperhitungkan rencana pengembangan perusahaan ke depan.

“Kalau memang masih ada sisa, baru berikan untuk kebutuhan listrik Sumut. Tapi jika memang tidak ada sisa, ya jangan dipaksakan,” ulasnya.

Kedua, menurut Fabby, mesim smelter Inalum tidak berproduksi selama 24 jam setiap harinya. Jadi beban kebutuhan listrik Inalum tidak sama dalam 24 jam sehari. Di jam-jam tertentu, kebutuhan istrik Inalum tidak dalam posisi puncak.

“Nah, itu bisa dihitung dan dirundingkan antara operator Inalum dengan operator PLN. Nanti di jam-jam di luar beban puncak, bisa dijual ke PLN untuk kebutuhan masyarakat Sumut,” terangnya.

Sebelumnya, Dirut PLN Nur Pamudji kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjelaskan, pihaknya sudah pernah meminta pasokan 135 MW ke Inalum, namun pihak Inalum tidak berkenan memberikan.

“PLN telah mengajukan pasokan daya sampai 135 MW sesuai dengan kapasitas penyaluran PLN, namun masih belum dapat dipenuhi oleh Inalum. Oleh karenanya PLN mengharapkan dukungan dari pemda,” tulis Nur Pamudji dalam suratnya ke DPD tertanggal 28 Oktober 2013.

Dalam surat jawabannya, Direktur Divisi Perencanaan dan Keuangan Inalum, Akio Kurosaka terang-terangan menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan PLN itu.

“Our maxiumum supply to PLN is 90 MW,” demikian petikan surat jawaban yang diteken Akio Kurosaka.

Menurut Fabby, setelah Inalum sahamnya 100 persen dikuasasi pemerintah RI, PLN bisa berembug lagi dengan Inalum. Dengan catatan, kata Fabby, jangan sampai membebani rencana pengembangan Inalum.

Dari Medan, solusi krisis listrik yang ditelurkan Komisi VII DPR RI, PT PLN (Persero) dan Gubernur Sumatera Utara, seperti rapat tikus mau menangkap kucing. Ada cara jitu menyelesaikan masalah, tapi tidak jelas siapa yang bakal mengeksekusi. Apalagi tidak ada jaminan bahwa krisis listrik di Sumatera Utara akan berakhir. Dari beberapa kesepakatan bersama yang akan menjadi solusi jangka pendek dan menengah mengatasi krisis listrik tidak ada solusi yang terukur.

“Jika yang diprioritaskan adalah rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum cuma sebesar 90 MW, tidaklah menyelesaikan masalah. Seterusnya penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkitan listrik yang ada mestinya telah tuntas,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi.

Ironisnya, sebut Farid, ketika didesak apakah solusi krisis listrik itu bisa direalisasikan, ternyata tidak ada jawaban pasti. Gubsu setali tiga uang karena menyerahkan sepenuhnya penyelesaian krisis listrik kepada PLN.

“Mestinya pemerintah daerah memastikan dan mengawal kesepakatan itu berjalan dan terjadual dengan baik. Tak elok senantiasa mengelak dengan alasan krisis listrik adalah tanggung jawab PT PLN. Kesannya gubsu lupa dengan janji kampanye, menyelesaikan persoalan krisis listrik,” ucap Farid.

Menurut dia, Komisi VII DPR pun mestinya memfasilitasi dan membantu seluruh proses penyelesaian krisis listrik dari apa yang telah disepakati dalam kesepakatan itu. Nah, kemarin Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana Siregar, meminta semua pihak terkait bekerjasama menuntaskan persoalan listrik di Sumut. Diperlukan support terhadap kemungkinan munculnya kendala, untuk proyek PLTU 2×200 MW Tanjungpasir kecamatan Pangkalansusu-Langkat.

Bahkan, politisi asal Partai Demokrat (PD) yang belakangan disoroti berkaitan dugaan kasus gratifikasi tunjangan hari raya (THR) dari SKK Migas yang menyeret namanya, memberikan kelonggaran terhadap pengerjaan megaproyek tersebut.

“Kedatangan kita untuk men-support, sekaligus memberikan kelonggaran kepada PLN untuk menyelesaikan proyek ini. Kalau pembangunan proyek ini selesai, maka kebutuhan energi listrik berkekuatan 400 MW untuk Sumut dapat diatasi,” kata Sutan kepada sejumlah awak media ketika berkunjung ke lokasi proyek, Selasa (4/3) siang.

Didesak apa kendala itu, seusai mendapat penjelasan lewat persentase segenap pejabat PT PLN di aula proyek, Sutan menjelaskan terdapat satu tiang tower jaringan transmisi belum terbangun karena masih ada persoalan sosial dengan masyarakat serta tanaman milik warga dilalui kabel transmisi.

“Hendaknya masalah ini dapat segera teratasi, sehingga pembangunan sambungan transmisi segera diselesaikan. Makanya, seluruh pihak termasuk pemerintah daerahnya harus bekerja sama menuntaskan persoalan yang mungkin ada sampai akhirnya menimbulkan kendala,” ujarnya.

Sedikit berbeda dengan gaya biasa diperlihatkan pria memakai bekhel di giginya ini yang selalu berapi-api dalam setiap kesempatan, Ketua Komisi VII DPR-RI kepada wartawan di teras kantor proyek dibawah teriknya mentari terkesan membela PT PLN ketika disinggung jadwal penyelesaian megaproyek berbiaya triliunan rupiah yang terus molor dengan melimpahkan kendalanya kepada salah satu kontraktor.

“Macam mana kita mau membangun kalau pondasinya saja tidak ada, kemoloran itu karena kontraktornya berbuat wanprestasi,” jelasnya berdiplomasi serta akui pergantian kontraktor akhirnya memakan waktu atau durasi pengerjaan. Menjelang tinggalkan lokasi, Sutan ketika diminta transparan siapa kontraktor dimaksudkan sebelumnya sudah melakukan wanprestasi hanya melengos naik ke bus. (sam/mag-6/jie)

JAKARTA-Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa mengingatkan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) jangan terlalu dipaksa untuk memasok kebutuhan listrik Sumut.

inalumSejumlah alasan disampaikan koordinator Working Group on Power Restructuring Sector (WGPRS) itu. Pertama, PT Inalum didirikan bukan sebagai perusahaan pemasok listrik.

“Pembangkit yang dimiliki Inalum itu tujuan awalnya adalah untuk menggerakkan smelter. Jadi, kalau terlalu dipaksa memberikan tambahan pasokan listrik, malah bisa memunculkan persoalan baru di Inalum,” terang Fabby kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/3)n
Alasan kedua, defisit kebutuhan listrik di Sumut juga berkaitan erat dengan masalah-masalah pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan pembangkit. Menurutnya, masalah lahan inilah yang mestinya menjadi fokus untuk segera diselesaikan.

Jika persoalan yang sudah jelas ini tidak diselesaikan, tapi malah membebani Inalum, maka masalah bisa bertambah lagi. Yakni pembangunan pembangkit tidak kelar-kelar, di lain sisi rencana Inalum mengembangkan diri sebagai perusahaan yang kini telah dikelola BUMN, bisa terganggu.

“Jadi jangan hanya pertimbangan politis untuk minta listrik ke Inalum. Aspek ekonomi juga harus dihitung karena Inalum ini juga memberikan dampak positif bagi perekonomian Sumut ke depannya,” ulas Fabby.

Karenanya, dia berharap pemda segera menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan masalah lahan untuk pembangkit. “Di Pangkalan Susu, Langkat itu misalnya. Di sana ada jalur transmisi yang belum tersambung karena warga mempersoalkan lahannya. Ini kewenangan pemda untuk menyelesaikannya,” urainya.

Meski demikian, dia tidak menampik masih adanya peluang Inalum memberikan tambahan pasokan listrik, dari yang selama ini sudah diberikan sebesar 90 MW. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan.

Pertama, Inalum menghitung terlebih dahulu berapa kebutuhan energi listrik di angka yang paling aman, dengan memperhitungkan rencana pengembangan perusahaan ke depan.

“Kalau memang masih ada sisa, baru berikan untuk kebutuhan listrik Sumut. Tapi jika memang tidak ada sisa, ya jangan dipaksakan,” ulasnya.

Kedua, menurut Fabby, mesim smelter Inalum tidak berproduksi selama 24 jam setiap harinya. Jadi beban kebutuhan listrik Inalum tidak sama dalam 24 jam sehari. Di jam-jam tertentu, kebutuhan istrik Inalum tidak dalam posisi puncak.

“Nah, itu bisa dihitung dan dirundingkan antara operator Inalum dengan operator PLN. Nanti di jam-jam di luar beban puncak, bisa dijual ke PLN untuk kebutuhan masyarakat Sumut,” terangnya.

Sebelumnya, Dirut PLN Nur Pamudji kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjelaskan, pihaknya sudah pernah meminta pasokan 135 MW ke Inalum, namun pihak Inalum tidak berkenan memberikan.

“PLN telah mengajukan pasokan daya sampai 135 MW sesuai dengan kapasitas penyaluran PLN, namun masih belum dapat dipenuhi oleh Inalum. Oleh karenanya PLN mengharapkan dukungan dari pemda,” tulis Nur Pamudji dalam suratnya ke DPD tertanggal 28 Oktober 2013.

Dalam surat jawabannya, Direktur Divisi Perencanaan dan Keuangan Inalum, Akio Kurosaka terang-terangan menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan PLN itu.

“Our maxiumum supply to PLN is 90 MW,” demikian petikan surat jawaban yang diteken Akio Kurosaka.

Menurut Fabby, setelah Inalum sahamnya 100 persen dikuasasi pemerintah RI, PLN bisa berembug lagi dengan Inalum. Dengan catatan, kata Fabby, jangan sampai membebani rencana pengembangan Inalum.

Dari Medan, solusi krisis listrik yang ditelurkan Komisi VII DPR RI, PT PLN (Persero) dan Gubernur Sumatera Utara, seperti rapat tikus mau menangkap kucing. Ada cara jitu menyelesaikan masalah, tapi tidak jelas siapa yang bakal mengeksekusi. Apalagi tidak ada jaminan bahwa krisis listrik di Sumatera Utara akan berakhir. Dari beberapa kesepakatan bersama yang akan menjadi solusi jangka pendek dan menengah mengatasi krisis listrik tidak ada solusi yang terukur.

“Jika yang diprioritaskan adalah rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum cuma sebesar 90 MW, tidaklah menyelesaikan masalah. Seterusnya penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkitan listrik yang ada mestinya telah tuntas,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi.

Ironisnya, sebut Farid, ketika didesak apakah solusi krisis listrik itu bisa direalisasikan, ternyata tidak ada jawaban pasti. Gubsu setali tiga uang karena menyerahkan sepenuhnya penyelesaian krisis listrik kepada PLN.

“Mestinya pemerintah daerah memastikan dan mengawal kesepakatan itu berjalan dan terjadual dengan baik. Tak elok senantiasa mengelak dengan alasan krisis listrik adalah tanggung jawab PT PLN. Kesannya gubsu lupa dengan janji kampanye, menyelesaikan persoalan krisis listrik,” ucap Farid.

Menurut dia, Komisi VII DPR pun mestinya memfasilitasi dan membantu seluruh proses penyelesaian krisis listrik dari apa yang telah disepakati dalam kesepakatan itu. Nah, kemarin Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana Siregar, meminta semua pihak terkait bekerjasama menuntaskan persoalan listrik di Sumut. Diperlukan support terhadap kemungkinan munculnya kendala, untuk proyek PLTU 2×200 MW Tanjungpasir kecamatan Pangkalansusu-Langkat.

Bahkan, politisi asal Partai Demokrat (PD) yang belakangan disoroti berkaitan dugaan kasus gratifikasi tunjangan hari raya (THR) dari SKK Migas yang menyeret namanya, memberikan kelonggaran terhadap pengerjaan megaproyek tersebut.

“Kedatangan kita untuk men-support, sekaligus memberikan kelonggaran kepada PLN untuk menyelesaikan proyek ini. Kalau pembangunan proyek ini selesai, maka kebutuhan energi listrik berkekuatan 400 MW untuk Sumut dapat diatasi,” kata Sutan kepada sejumlah awak media ketika berkunjung ke lokasi proyek, Selasa (4/3) siang.

Didesak apa kendala itu, seusai mendapat penjelasan lewat persentase segenap pejabat PT PLN di aula proyek, Sutan menjelaskan terdapat satu tiang tower jaringan transmisi belum terbangun karena masih ada persoalan sosial dengan masyarakat serta tanaman milik warga dilalui kabel transmisi.

“Hendaknya masalah ini dapat segera teratasi, sehingga pembangunan sambungan transmisi segera diselesaikan. Makanya, seluruh pihak termasuk pemerintah daerahnya harus bekerja sama menuntaskan persoalan yang mungkin ada sampai akhirnya menimbulkan kendala,” ujarnya.

Sedikit berbeda dengan gaya biasa diperlihatkan pria memakai bekhel di giginya ini yang selalu berapi-api dalam setiap kesempatan, Ketua Komisi VII DPR-RI kepada wartawan di teras kantor proyek dibawah teriknya mentari terkesan membela PT PLN ketika disinggung jadwal penyelesaian megaproyek berbiaya triliunan rupiah yang terus molor dengan melimpahkan kendalanya kepada salah satu kontraktor.

“Macam mana kita mau membangun kalau pondasinya saja tidak ada, kemoloran itu karena kontraktornya berbuat wanprestasi,” jelasnya berdiplomasi serta akui pergantian kontraktor akhirnya memakan waktu atau durasi pengerjaan. Menjelang tinggalkan lokasi, Sutan ketika diminta transparan siapa kontraktor dimaksudkan sebelumnya sudah melakukan wanprestasi hanya melengos naik ke bus. (sam/mag-6/jie)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/