26.8 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Soal Blok Mahakam, Dahlan Tuai Pujian

JAKARTA-Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menyambut baik dan berterima kasih kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan, yang dengan terbuka dan gamblang telah menyatakan Pertamina mampu mengelola Blok Mahakam 100 persen segera setelah kontrak dengan Total dan Inpex berakhir.

“Pernyataan Dahlan Iskan soal Blok Mahakam sekaligus mengonfirmasi gagasan dan sikap yang sudah diadvokasi oleh para pakar, tokoh masyarakat, Ormas, LSM, Serikat Pekerja Pertamina dan gerakan mahasiswa serta IRESS selama 4 tahun terakhir, bahwa ditinjau dari aspek-aspek SDM, teknis, operasi, finansial, Pertamina mampu mengelola Blok Mahakam,” kata Marwan, di Jakarta, Kamis (4/4).

Sebaliknya lanjut Marwan, IRESS menyayangkan sikap Menteri ESDM Jero Wacik yang masih saja terus mencari-cari alasan dan justifikasi guna memberi kesempatan kepada Total untuk tetap menjadi operator Blok Mahakam. “Oleh sebab itu, kami meminta Presiden SBY untuk segera memutuskan dan membuat pernyataan resmi bahwa sejak 2017 Pemerintah RI akan menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada perusahaan milik negara, Pertamina,” harapnya.

IRESS mengingatkan bahwa keputusan tentang kontrak Blok Mahakam merupakan masalah yang mudah untuk ditetapkan tanpa banyak perdebatan jika pemilik kekuasaan berpegang konstitusi, kepentingan strategis negara, ketahanan energi nasional, kehormatan bangsa dan kepentingan seluruh rakyat. “Keputusan menjadi sulit jika Pemerintah terpengaruh kepentingan asing atau ada oknumnya yang justru menghambat dominasi BUMN atau terlibat dalam upaya pemburuan rente,” ujarnya.

Presiden SBY dan para pemegang kekuasaan lanjut Marwan, mestinya paham bahwa masalah Blok Mahakam ini, bangsa kita telah menghabiskan energi sangat banyak, termasuk untuk membodohi dan membohongi rakyat. Semua ini merupakan tindakan pemborosan energi dan kesia-siaan massal secara nasional yang harus segera dihentikan.

“Blok Mahakam ini, disamping kasus-kasus Blok Cepu, Blok WMO, Blok Siak, merupakan contoh bagaimana rakyat harus berjuang untuk memperoleh manfaat optimal dari pengelolaan kekayaan SDA negara yang dijamin konstitusi. Rakyat justru harus berhadapan dengan pemerintahan bangsanya sendiri. Sementara, kontraktor asing dan para pemilik modal tinggal menunggu hasil, sambil melabel pelaku advokasi sebagai orang-orang nasionalis, ultra-nasionalis atau barisan sakit hati,” tegas mantan Anggota DPD itu.

Adu Kepentingan Menentukan Penguasa Blok Mahakam

Seperti diketahui, masa akhir kontrak pengelolaan blok migas Mahakam memang masih 2017, empat tahun lagi. Namun, masa depan kepemilikan blok di Kalimantan Timur tersebut sudah menjadi polemik luas. Ada pihak dengan segala alasannya yang menginginkan perusahaan asing kembali ‘berkuasa’, sementara di pihak lain menginginkan BUMN Pertamina yang tampil sebagai pengelola.

Sejak ditemukan lima puluh tahun lalu, area produksi minyak dan gas tersebut menghabiskan lebih dari setengah dari cadangan minyak dan gas. Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 persen (13,5 triliun kubik/tcf) cadangan telah dieksploitasi dengan pendapatan kotor sekitar USD 100. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf dengan harga gas yang terus naik. Blok Mahakam berpotensi menghasilkan pendapatan kotor hingga USD 187 miliar.
Kontrak blok Mahakam itu telah ditandatangani pada 31 Maret 1967 dan habis pada 31 Maret 1997. Sebelum Presiden Soeharto lengser, kontrak blok Mahakam diperpanjang selama 20 tahun lagi hingga berakhir pada 31 Maret 2017.

Namun, pamor blok yang menjadikan Indonesia sebagai eksporter LNG terbesar selama 20 tahun itu tak juga redup. Seperti kembang desa, hak kelola blok migas tersebut masih diperebutkan perusahaan migas. Lebih tepatnya, antara perusahaan migas pelat merah PT Pertamina Indonesia dan kontraktor saat ini.

Blok Mahakam saat ini dikelola dua perusahaan asing dengan pembagian saham masing-masing 50 persen. Yakni, Total EP Indonesie dari Prancis dan Inpex Corporation asal Jepang. Dua perusahaan tersebut mendapat total 15 persen atas hak operator dan biaya cost recovery yang biasanya 30 persen dari pendapatan negara.

Tahun lalu misalnya, total nilai pendapatan dari blok Mahakam mencapai USD 11,23 miliar (Rp106 triliun). Di antara total pendapatan itu, Rp63 triliun masuk ke kantong pemerintah. Sementara itu, kontraktor memperoleh pendapatan Rp22 triliun dan cost recovery (pengembalian biaya operasional, Red) Rp21 triliun.

Hal itu dianggap beberapa pihak menguntungkan bagi kontraktor yang notabene pihak asing. Karena itulah, PT Pertamina mengusulkan untuk mengambil alih penuh hak kelola blok Mahakam. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menyatakan, pihaknya sangat siap mengambil alih blok Mahakam. “Investasi untuk blok Mahakam sangat memungkinkan. Karena blok tersebut sudah berproduksi. Jadi, sudah pasti balik modal karena langsung ada pendapatan. Kalau mau pinjam pun gampang karena blok produksi bankable,” ujarnya.

Itu juga didukung pertumbuhan laba Pertamina, Menurut dia, laba Pertamina bakal mencapai Rp120 triliun pada 2018. Target tersebut dikalkulasi dari upaya akuisisi blok, termasuk blok luar negeri. Termasuk pengembangan bisnis Petrokimia. “Target ini belum termasuk keuntungan jika usul pengolahan blok Mahakam diterima,” tegasnya.

Faktor optimisme lainnya, lanjut Ali, adalah capital expenditure (belanja modal, Red) Pertamina yang selalu meningkat. Pada 2011, realisasi investasi Pertamina mencapai USD 2,4 miliar. Angka tersebut tumbuh 79 persen menjadi USD 4,3 miliar pada tahun berikutnya. “Dan tahun ini kami menganggarkan USD 6,7 miliar untuk investasi. Jelas itu pertanda bagus,” ungkapnya.

Niat tersebut didukung penuh oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Setelah bertemu dengan Pertamina, Dahlan menyatakan yakin dengan usul tersebut. “Saya sudah rapat dengan direksi Pertamina. Saya tanya sanggup atau tidak dan mereka bilang sanggup. Perkiraan labanya mencapai Rp15 triliun per tahun,” ujarnya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (3/4) lalu.

Menurut dia, upaya tersebut juga bakal memperkuat kinerja Pertamina di persaingan global perusahaan migas. Dengan langkah itu, Pertamina bisa menyaingi perusahaan gas milik Malaysia, Petronas. “Tapi, ini bukan soal pemutusan. Ini soal kontrak yang akan habis tiga tahun lagi. Diurus sekarang supaya tidak terlalu mepet,” katanya.

Orang boleh berhitung. Namun, nasib kontrak blok Mahakam yang dibumbui isu nasionalisme itu akan berujung di meja Menteri ESDM Jero Wacik. Bagaimana sikapnya? Menteri yang juga politikus senior tersebut mengatakan, pemerintah siap memberikan hak pengelolaan blok Mahakam kepada Pertamina. Namun, ternyata syaratnya tidak mudah. “Pertamina harus bisa meyakinkan pemerintah. Sebutkan (kemampuan) engineer-nya, yang senior berapa, (kemampuan) finance, teknologi. Jangan hanya lihat labanya (kalau dipercaya mengelola blok Mahakam,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin.

Rupanya, Jero belum begitu yakin Pertamina mampu mengelola untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan laju produksi gas di blok Mahakam. Sebab, jika Pertamina dipercaya mengelola dan gagal sehingga produksi gas turun, yang rugi adalah negara. “Kepentingan negara lebih penting dibanding Pertamina,” katanya.

Lantas, kapan pemerintah menentukan sikap? Menurut Jero, paling lambat, status blok Mahakam harus sudah diputuskan pada 2014 atau sebelum pemerintahan berganti setelah Pemilu 2014. “Kita akan bereskan (pada periode pemerintahan) sekarang,” ujarnya. (bil/owi/c6/kim/jpnn)

JAKARTA-Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menyambut baik dan berterima kasih kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan, yang dengan terbuka dan gamblang telah menyatakan Pertamina mampu mengelola Blok Mahakam 100 persen segera setelah kontrak dengan Total dan Inpex berakhir.

“Pernyataan Dahlan Iskan soal Blok Mahakam sekaligus mengonfirmasi gagasan dan sikap yang sudah diadvokasi oleh para pakar, tokoh masyarakat, Ormas, LSM, Serikat Pekerja Pertamina dan gerakan mahasiswa serta IRESS selama 4 tahun terakhir, bahwa ditinjau dari aspek-aspek SDM, teknis, operasi, finansial, Pertamina mampu mengelola Blok Mahakam,” kata Marwan, di Jakarta, Kamis (4/4).

Sebaliknya lanjut Marwan, IRESS menyayangkan sikap Menteri ESDM Jero Wacik yang masih saja terus mencari-cari alasan dan justifikasi guna memberi kesempatan kepada Total untuk tetap menjadi operator Blok Mahakam. “Oleh sebab itu, kami meminta Presiden SBY untuk segera memutuskan dan membuat pernyataan resmi bahwa sejak 2017 Pemerintah RI akan menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada perusahaan milik negara, Pertamina,” harapnya.

IRESS mengingatkan bahwa keputusan tentang kontrak Blok Mahakam merupakan masalah yang mudah untuk ditetapkan tanpa banyak perdebatan jika pemilik kekuasaan berpegang konstitusi, kepentingan strategis negara, ketahanan energi nasional, kehormatan bangsa dan kepentingan seluruh rakyat. “Keputusan menjadi sulit jika Pemerintah terpengaruh kepentingan asing atau ada oknumnya yang justru menghambat dominasi BUMN atau terlibat dalam upaya pemburuan rente,” ujarnya.

Presiden SBY dan para pemegang kekuasaan lanjut Marwan, mestinya paham bahwa masalah Blok Mahakam ini, bangsa kita telah menghabiskan energi sangat banyak, termasuk untuk membodohi dan membohongi rakyat. Semua ini merupakan tindakan pemborosan energi dan kesia-siaan massal secara nasional yang harus segera dihentikan.

“Blok Mahakam ini, disamping kasus-kasus Blok Cepu, Blok WMO, Blok Siak, merupakan contoh bagaimana rakyat harus berjuang untuk memperoleh manfaat optimal dari pengelolaan kekayaan SDA negara yang dijamin konstitusi. Rakyat justru harus berhadapan dengan pemerintahan bangsanya sendiri. Sementara, kontraktor asing dan para pemilik modal tinggal menunggu hasil, sambil melabel pelaku advokasi sebagai orang-orang nasionalis, ultra-nasionalis atau barisan sakit hati,” tegas mantan Anggota DPD itu.

Adu Kepentingan Menentukan Penguasa Blok Mahakam

Seperti diketahui, masa akhir kontrak pengelolaan blok migas Mahakam memang masih 2017, empat tahun lagi. Namun, masa depan kepemilikan blok di Kalimantan Timur tersebut sudah menjadi polemik luas. Ada pihak dengan segala alasannya yang menginginkan perusahaan asing kembali ‘berkuasa’, sementara di pihak lain menginginkan BUMN Pertamina yang tampil sebagai pengelola.

Sejak ditemukan lima puluh tahun lalu, area produksi minyak dan gas tersebut menghabiskan lebih dari setengah dari cadangan minyak dan gas. Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 persen (13,5 triliun kubik/tcf) cadangan telah dieksploitasi dengan pendapatan kotor sekitar USD 100. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf dengan harga gas yang terus naik. Blok Mahakam berpotensi menghasilkan pendapatan kotor hingga USD 187 miliar.
Kontrak blok Mahakam itu telah ditandatangani pada 31 Maret 1967 dan habis pada 31 Maret 1997. Sebelum Presiden Soeharto lengser, kontrak blok Mahakam diperpanjang selama 20 tahun lagi hingga berakhir pada 31 Maret 2017.

Namun, pamor blok yang menjadikan Indonesia sebagai eksporter LNG terbesar selama 20 tahun itu tak juga redup. Seperti kembang desa, hak kelola blok migas tersebut masih diperebutkan perusahaan migas. Lebih tepatnya, antara perusahaan migas pelat merah PT Pertamina Indonesia dan kontraktor saat ini.

Blok Mahakam saat ini dikelola dua perusahaan asing dengan pembagian saham masing-masing 50 persen. Yakni, Total EP Indonesie dari Prancis dan Inpex Corporation asal Jepang. Dua perusahaan tersebut mendapat total 15 persen atas hak operator dan biaya cost recovery yang biasanya 30 persen dari pendapatan negara.

Tahun lalu misalnya, total nilai pendapatan dari blok Mahakam mencapai USD 11,23 miliar (Rp106 triliun). Di antara total pendapatan itu, Rp63 triliun masuk ke kantong pemerintah. Sementara itu, kontraktor memperoleh pendapatan Rp22 triliun dan cost recovery (pengembalian biaya operasional, Red) Rp21 triliun.

Hal itu dianggap beberapa pihak menguntungkan bagi kontraktor yang notabene pihak asing. Karena itulah, PT Pertamina mengusulkan untuk mengambil alih penuh hak kelola blok Mahakam. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menyatakan, pihaknya sangat siap mengambil alih blok Mahakam. “Investasi untuk blok Mahakam sangat memungkinkan. Karena blok tersebut sudah berproduksi. Jadi, sudah pasti balik modal karena langsung ada pendapatan. Kalau mau pinjam pun gampang karena blok produksi bankable,” ujarnya.

Itu juga didukung pertumbuhan laba Pertamina, Menurut dia, laba Pertamina bakal mencapai Rp120 triliun pada 2018. Target tersebut dikalkulasi dari upaya akuisisi blok, termasuk blok luar negeri. Termasuk pengembangan bisnis Petrokimia. “Target ini belum termasuk keuntungan jika usul pengolahan blok Mahakam diterima,” tegasnya.

Faktor optimisme lainnya, lanjut Ali, adalah capital expenditure (belanja modal, Red) Pertamina yang selalu meningkat. Pada 2011, realisasi investasi Pertamina mencapai USD 2,4 miliar. Angka tersebut tumbuh 79 persen menjadi USD 4,3 miliar pada tahun berikutnya. “Dan tahun ini kami menganggarkan USD 6,7 miliar untuk investasi. Jelas itu pertanda bagus,” ungkapnya.

Niat tersebut didukung penuh oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Setelah bertemu dengan Pertamina, Dahlan menyatakan yakin dengan usul tersebut. “Saya sudah rapat dengan direksi Pertamina. Saya tanya sanggup atau tidak dan mereka bilang sanggup. Perkiraan labanya mencapai Rp15 triliun per tahun,” ujarnya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (3/4) lalu.

Menurut dia, upaya tersebut juga bakal memperkuat kinerja Pertamina di persaingan global perusahaan migas. Dengan langkah itu, Pertamina bisa menyaingi perusahaan gas milik Malaysia, Petronas. “Tapi, ini bukan soal pemutusan. Ini soal kontrak yang akan habis tiga tahun lagi. Diurus sekarang supaya tidak terlalu mepet,” katanya.

Orang boleh berhitung. Namun, nasib kontrak blok Mahakam yang dibumbui isu nasionalisme itu akan berujung di meja Menteri ESDM Jero Wacik. Bagaimana sikapnya? Menteri yang juga politikus senior tersebut mengatakan, pemerintah siap memberikan hak pengelolaan blok Mahakam kepada Pertamina. Namun, ternyata syaratnya tidak mudah. “Pertamina harus bisa meyakinkan pemerintah. Sebutkan (kemampuan) engineer-nya, yang senior berapa, (kemampuan) finance, teknologi. Jangan hanya lihat labanya (kalau dipercaya mengelola blok Mahakam,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin.

Rupanya, Jero belum begitu yakin Pertamina mampu mengelola untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan laju produksi gas di blok Mahakam. Sebab, jika Pertamina dipercaya mengelola dan gagal sehingga produksi gas turun, yang rugi adalah negara. “Kepentingan negara lebih penting dibanding Pertamina,” katanya.

Lantas, kapan pemerintah menentukan sikap? Menurut Jero, paling lambat, status blok Mahakam harus sudah diputuskan pada 2014 atau sebelum pemerintahan berganti setelah Pemilu 2014. “Kita akan bereskan (pada periode pemerintahan) sekarang,” ujarnya. (bil/owi/c6/kim/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/