JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penerima bantuan subsidi upah (BSU) harus bergegas mencairkan dana bantuan yang diterima. Jika tidak, dana Rp600 ribu tersebut bakal hangus.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memberi batas waktu pencairan BSU hingga 20 Desember 2022. Lebih dari itu, dana bakal ditarik dan disetor kembali ke rekening kas negara. Ketentuan tersebut sebagaimana diamanatkan Permenaker Nomor 10 Tahun 2022 Pasal 8 Ayat (5).
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker n
Indah Anggoro Putri mengimbau agar pekerja penerima BSU segera mengambilnya. “Sebab, batas akhir pengambilan dana BSU adalah 20 Desember 2022,” ujarnya kemarin.
Hingga akhir November 2022, tercatat 1,2 juta orang yang dananya masih mengendap di Bank Himbara, Bank Syariah Indonesia, dan Kantor Pos Indonesia. Sementara itu, 11,6 juta pekerja/buruh lainnya telah memperoleh BSU melalui transfer bank maupun pengambilan langsung ke PT Pos.
Untuk mengetahui apakah termasuk dalam penerima BSU tahun 2022, pekerja atau buruh dapat melakukan cek mandiri melalui sejumlah tautan. Yakni, http://www.kemnaker.go.id, https://bsu.bpjsketenagakerjaan.go.id, atau aplikasi Pos Pay yang dapat diunduh pada Play Store maupun App Store. “Sekali lagi, pekerja/buruh yang telah ditetapkan dan belum melakukan pencairan agar segera mengambil dana BSU di kantor pos terdekat dengan membawa kartu tanda penduduk,” ujarnya.
Proses penyaluran BSU 2022 sempat molor beberapa kali dari target yang ditentukan. Sejak tahap pertama dicairkan pertengahan September 2022, penyaluran BSU diharapkan rampung dalam waktu sebulan. Namun, hingga Oktober 2022, target tersebut tak juga terpenuhi. Kemenaker pun kembali menjanjikan rampung pada akhir November 2022.
Jumlah target penerima juga beberapa kali berganti. Di awal, jumlah penerima diperkirakan mencapai 16 juta pekerja/buruh. Kemudian, target berubah setelah payung hukum penyaluran diketok, yakni 14,6 juta orang. Terakhir, seusai pemadanan data, jumlah penerima BSU ditetapkan menjadi 12,8 juta orang.
Sementara itu, serikat pekerja/buruh menuntut agar tahun depan pemerintah kembali menyiapkan bantalan-bantalan untuk pekerja. Salah satunya, BSU. Desakan itu muncul lantaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 tidak sesuai harapan. Terlebih, untuk Provinsi DKI Jakarta yang hanya menyentuh angka 5,6 persen, di bawah inflasi Januari–Desember 2022 sebesar 6,5 persen.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, kenaikan tersebut jauh dari kelayakan hidup buruh yang tinggal di Jakarta. Dengan angka tersebut, buruh akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, bahkan akan selalu miskin. Karena itu, dia mendesak agar UMP DKI Jakarta direvisi menjadi 10 persen. (mia/c6/fal/jpg)