JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik soal rencana Kementerian Agama (Kemenag) melakukan standarisasi khatib terus menggelinding. Kali ini parlemen mengusulkan ada revisi dan penyempurnaan terkait program tersebut. Tujuannya supaya tidak bertentangan dengan variasi pendakwah yang sangat banyak di Indonesia.
Usul revisi dan penyempurnaan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Sodik Mudjahid. Dia menjelaskan, standarisasi maupun sertifikasi khatib dilarang jika tujuannya mengarah pada pembatasan hak dan kegiatan berdakwah. ’’Tetapi selama tujuannya untuk peningkatan mutu dan kompetensi pendakwah, silakan,’’ paparnya, Minggu (5/2).
Sodik menegaskan, urusan dakwah atau ceramah itu murni kegiatan keagamaan. Sehingga tidak boleh ada intervensi dalam bentuk pembatasan dari pemerintah. Sebab materi dakwah umumnya terkait dengan internalisasi nilai dan ajaran keagamaan. Kalaupun nanti diberlakukan standarisasi, Sodik berharap tidak dilakukan Kemenag. Tetapi dijalankan lembaga keagamaan masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa kegiatan berdakwah itu adalah panggilan jiwa. Program sertifikasi khatib oleh Kemenag jangan sampai menjadi media melahirkan para pekerja dakwah. ’’Apalagi melahirkan pendakwah yang membawa misi sebagai juru bicara pemerintah, jangan sampai,’’ tuturnya.
Jika Kemenag fokus menggarap peningkatan mutu pendakwah, maka bisa mencontoh program sertifikasi profesi guru atau dosen. Yakni dilaksanakan secara terencana, berjenjang, berkesinambungan, dan dilengkapi materi keagamaan yang komperhensif. ’’Dalam proses sertifikasi, tidak boleh dipenuhi materi pesanan pemerintah,’’ jelasnya. Materi-materi pesanan pemerintah seperti penanaman pendidikan karakter atau empat pilar kebangsaan menurutnya masih wajar.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa program sertifikasi khatib bukan bertujuan untuk intervensi khotbah Jumat. Lukman menyatakan, peran pemerintah adalah sebagai fasilitator. Dalam hal ini, Kemenag berperan dalam menjembatani aspirasi yang berkembang di masyarakat.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polemik soal rencana Kementerian Agama (Kemenag) melakukan standarisasi khatib terus menggelinding. Kali ini parlemen mengusulkan ada revisi dan penyempurnaan terkait program tersebut. Tujuannya supaya tidak bertentangan dengan variasi pendakwah yang sangat banyak di Indonesia.
Usul revisi dan penyempurnaan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Sodik Mudjahid. Dia menjelaskan, standarisasi maupun sertifikasi khatib dilarang jika tujuannya mengarah pada pembatasan hak dan kegiatan berdakwah. ’’Tetapi selama tujuannya untuk peningkatan mutu dan kompetensi pendakwah, silakan,’’ paparnya, Minggu (5/2).
Sodik menegaskan, urusan dakwah atau ceramah itu murni kegiatan keagamaan. Sehingga tidak boleh ada intervensi dalam bentuk pembatasan dari pemerintah. Sebab materi dakwah umumnya terkait dengan internalisasi nilai dan ajaran keagamaan. Kalaupun nanti diberlakukan standarisasi, Sodik berharap tidak dilakukan Kemenag. Tetapi dijalankan lembaga keagamaan masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa kegiatan berdakwah itu adalah panggilan jiwa. Program sertifikasi khatib oleh Kemenag jangan sampai menjadi media melahirkan para pekerja dakwah. ’’Apalagi melahirkan pendakwah yang membawa misi sebagai juru bicara pemerintah, jangan sampai,’’ tuturnya.
Jika Kemenag fokus menggarap peningkatan mutu pendakwah, maka bisa mencontoh program sertifikasi profesi guru atau dosen. Yakni dilaksanakan secara terencana, berjenjang, berkesinambungan, dan dilengkapi materi keagamaan yang komperhensif. ’’Dalam proses sertifikasi, tidak boleh dipenuhi materi pesanan pemerintah,’’ jelasnya. Materi-materi pesanan pemerintah seperti penanaman pendidikan karakter atau empat pilar kebangsaan menurutnya masih wajar.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa program sertifikasi khatib bukan bertujuan untuk intervensi khotbah Jumat. Lukman menyatakan, peran pemerintah adalah sebagai fasilitator. Dalam hal ini, Kemenag berperan dalam menjembatani aspirasi yang berkembang di masyarakat.