JAKARTA- Pemerintah Indonesia hingga awal Maret ini, dipastikan masih belum melakukan pembicaraan terkait pembagian saham antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah di Sumatera Utara. Padahal sebagaimana diketahui, batas waktu kontrak perusahaan konsorsium Jepang atas perusahaan tersebut akan berakhir November mendatang.
Hal tersebut bahkan dipastikan dua menteri sekaligus. Baik Menteri Keuangan Agus Martowardojo maupun Menteri Perindustrian, MS.Hidayat. “Untuk Inalum belum ada pembicaraan pembagian saham,” ujar Agus saat dihubungi koran ini di Jakarta, Selasa (5/3). Karena itu saat ditanya seperti apa kemungkinan persentase pembagian antara pusat-daerah nantinya, ia juga belum bersedia menjawab.
Agus hanya menerangkan jika Inalum nantinya akan diperlakukan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan status khusus. “Yang pasti Inalum akan menjadi BUMN tersendiri,” ujarnya sembari menaiki mobil usai menggelar pembicaraan dengan sejumlah menteri bidang perekonomian di Gedung Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta.
Hal senada juga dikemukakan Ketua tim negosiasi Indonesia, yang juga menjabat Menteri Perindustrian, MS Hidayat. “Sampai saat ini fokus utama kita bagaimana agar proses pengambilalihan saham milik konsorsium Jepang, berjalan lancar. Jadi untuk masalah pembagian saham nantinya, saya kira belum sampai kesana,” ujarnya yang saat dihubungi mengaku tengah berada di Berlin, mendampingi kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Jerman.
Karena itu Hidayat meminta masyarakat Sumut dapat bersabar terlebih dahulu, mengingat pengambilalihan belum seutuhnya rampung. Menurutnya, saat ini masih terdapat beberapa hal yang memerlukan pembicaraan intensif antara Jepang dan Indonesia. Salah satunya terkait penghitungan nilai aset Inalum yang sebenarnya. Namun begitu, terkait pasca-pengambilalihan, Hidayat mengaku hal tersebut nantinya bukan menjadi kewenangannya lagi. “Tugas utama saya itu mengambilalih dari Jepang,” ujarnya menegaskan.
Ungkapan Hidayat ini memerkuat apa yang sebelumnya dikemukakan Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahyono. Menurutnya, tim negosiasi hanya berperan memastikan proses pengambilalihan berjalan mulus dan Indonesia tidak dirugikan. “Mungkin hal tersebut sebaiknya ditanyakan kepada Kementerian Keuangan. Karena kewenangan kita lebih kepada bagaimana mendapatkannya. Bukan tugas kami membahas pembagiannya. Tapi sekarang ini memang yang terpenting itu bagaimana kita memerolehnya terlebih dahulu,” katanya saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Dari hasil negosiasi antara Indonesia dan Jepang beberapa waktu lalu, Agus memastikan sejumlah kesepakatan telah tercapai. Diantaranya, terkait tata cara pengambilalihan dengan teknis transfer saham, jadi bukan transfer aset. Artinya dalam hal ini, pemerintah Indonesia tinggal membayar secara cash nilai saham Jepang yang mencapai 58,87 persen. Kesepakatan lain, dalam masa transisi, pegawai tetap bekerja semestinya. Karena yang berganti hanya pemilik, sementara produksi tetap terus berjalan.(gir)