JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kesehatan menyatakan telah menemukan satu kasus varian corona eek atau E484K di Indonesia. Mutasi tersebut diduga berkembang dari Jepang. Kasus mutasi corona Eek didapati di DKI Jakarta, berdasarkan hasil tes spesimen pada Februari 2021.
“Ini kasus pertama untuk varian E484K ya. Di DKI Jakarta ya, dari spesimen bulan Februari. Kita sedang lakukan pelacakan kasus kontak,” tutur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, Senin (5/4).
Nadia mengatakan, saat ini individu yang terkonfirmasi positif terpapar mutasi virus dari Jepang itu sudah sehat dan terus dipantau Kemenkes.
Menurut laporan Nadia, individu yang terpapar tidak habis bepergian ke luar negeri. Ia menyatakan penularan kasus terjadi secara lokal. “Nggak (habis bepergian). Iini kasus (penularan) lokal,” kata dia.
Namun begitu, Nadia menegaskan pihaknya masih melakukan pemantauan terhadap penularan kasus E488K. Hingga hari ini, belum ada kasus serupa yang didapati di lokasi lain. “Dan varian ini single mutasi ya. Jadi tidak perlu dikhawatirkan, tetapi diwaspadai karena ada mutasi yang lain muncul pada satu kasus,” tambah dia.
Nadia meminta masyarakat lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan dan membatasi mobilitas selama pandemi. “Segera vaksin sesuai waktunya dan prokes dan batasi mobilitas dan segera kenali deteksi dini dan obati segera kalau kita ada gejala Covid-19,” kata dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan virus E484K merupakan mutasi dari varian B117, mutasi corona dari Inggris. Mutasi virus E484K ini lebih mudah menular. Namun begitu, mutasi umum terjadi pada perkembangan suatu virus.
“Pada prinsipnya, mutasi adalah hal yang wajar, akan terus berlangsung. Sehingga dari masyarakat lah yang harus menekan peluang penyebarannya dengan peningkatan disiplin protokol kesehatan,” jelas Wiku.
Mulanya, penemuan kasus tersebut diungkap oleh Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio yang mengaku mendapati laporan satu kasus E484K di Indonesia melalui lembaga GISAID.
Untuk diketahui, lembaga tersebut rutin melakukan pemantauan dan melaporkan hasil pemeriksaan genome sequencing untuk melacak mutasi corona.
Kemampuan Vaksin mRNA Terbatas
Diberitakan News Medical, studi terbaru yang dilakukan peneliti di Swiss, China, dan Inggris menemukan bahwa kemanjuran vaksin mRNA Pfizer-BioNTech dalam mengidentifikasi mutated receptor-binding domain (RBDs) dari protein spike SARS-CoV-2 yang memiliki varian B.1.351 dan P.1, terbatas.
Untuk diketahui, protein spike yang berbentuk paku di permukaan virus corona adalah pintu masuk virus ke sel manusia. Varian B.1.351 pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, dan varian P.1 di Brasil. Kedua varian tersebut memiliki mutasi E484K. Mutasi ini mampu menurunkan respons antibodi penetral yang dihasilkan oleh vaksin, terapi antibodi monoklonal, plasma pemulihan, dan infeksi alami.
Sementara itu, vaksin mRNA telah terbukti efektif melawan varian lain yang mengkhawatirkan seperti B.1.1.7. Varian B.1.1.7 pertama kali ditemukan di Inggris pada musim gugur lalu. Temuan studi mungkin berimplikasi pada umur panjang model vaksin saat ini, yang didasarkan pada galur nenek moyang virus.
“Kemanjuran (vaksin mRNA) dalam mengenali (virus) berkurang hingga 10 kali lipat untuk varian B.1.351 dan P.1. Menunjukkan bahwa perlu pengembangan vaksin baru,” tulis peneliti.
“Mutasi E484K adalah rintangan utama untuk pengenalan kekebalan tubuh, plasma penyembuhan, terapi antibodi monoklonal, serta tes serologis berdasarkan urutan tipe liar.” Studi ini tersedia sebagai laporan pracetak di laman bioRxiv dan masih menjalani tinjauan sejawat.
Varian ‘Eek’ Hebohkan Jepang
Mutasi E484K, yang dijuluki “Eek” oleh beberapa ilmuwan, ditemukan pada 10 dari 14 orang yang dites positif terkena virus di Rumah Sakit Medis Universitas Kedokteran dan Gigi Tokyo pada Maret.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengatakan pada hari Minggu bahwa ia akan memperluas langkah-langkah darurat yang diperlukan untuk menahan gelombang baru infeksi virus korona, di tengah kekhawatiran penyebaran mutasi virus.
Sekitar 70 persen pasien virus COVID-19 yang dites di rumah sakit Tokyo bulan lalu membawa mutasi yang diketahui mengurangi perlindungan vaksin, kata penyiar publik Jepang NHK pada hari Minggu (4/4/2021).
Selama dua bulan hingga Maret, 12 dari 36 pasien COVID-19 membawa mutasi, disebutkan pula tidak ada dari mereka yang baru-baru ini bepergian ke luar negeri atau melaporkan kontak dengan orang yang mengalaminya.
Pada hari Jumat (2/4/2021), ada 446 infeksi baru dilaporkan di Tokyo, meskipun itu masih jauh di bawah puncak lebih dari 2.500 pada bulan Januari lalu.
Di Osaka, tercatat 666 kasus dilaporkan. Pakar kesehatan telah menyatakan keprihatinan tentang penyebaran di sekitar kota metropolitan barat itu dari galur mutan yang diketahui telah muncul di Inggris. (cnn/kps)