25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pembatasan Solar Subsidi Cuma Kebijakan Konyol

FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS Truk kontainer melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Belawan, Selasa (5/8). Pemerintah menetapkan, mulai Senin (4/8) 2014 penjualan Solar bersubsidi di SPBU hanya dilayani antara pukul 08.00 Wib sampai 18.00 Wib. Kebijakan ini dijalankan di sejumlah SPBU di wilayah Medan Utara.
FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS
Truk kontainer melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Belawan, Selasa (5/8). Mulai Senin (4/8) 2014 penjualan Solar bersubsidi di SPBU hanya dilayani antara pukul 08.00 Wib sampai 18.00 Wib. Kebijakan ini dijalankan di sejumlah SPBU di wilayah Medan Utara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – YLKI lebih memilih opsi kenaikan harga solar bersubsidi ketimbang dibatasi penjualannya. Pembatasan solar subsidi hanya menjadi kebijakan konyol sepanjang disparitas harga masih ada. Alhasil, banyak BBM subsidi yang diselundupkan dan dijual ke industri melalui pemegang izin niaga yang sudah tak aktif. PT Pertamina juga bertanggungjawab atas penerbitan izin operasional SPBU dan izin angkut BBM (transporter) kepada para pemilik industri.

***

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebutkan pembatasan BBM tidak ditemukan di negara-negara lain. “Ini cara yang konyol dan tidak solutif,” tambahnya. Menurut dia, masalah BBM adalah masalah makro sehingga kebijakan yang diambil juga harusnya bersifat makro.

Merujuk kajian sebuah lembaga penelitian Universitas Indonesia tercatat kelompok yang tidak masuk kategori miskin mengonsumsi BBM jenis premium 8,2 kali lebih banyak dibandingkan kelompok miskin. Sedangkan untuk BBM jenis solar, kelompok yang tidak termasuk kategori miskin mengonsumsi 99,4 kali lebih banyak daripada kelompok miskin.

Kenaikan harga BBM bersubsidi akan lebih memberikan manfaat kepada negara maupun masyarakat. Bagi negara, kata dia, akan lebih mudah mengawasi peredaran BBM bersubsidi karena tidak ada insentif bagi para penyelundup.

Penikmat BBM bersubsidi, lanjutnya, kebanyakan berasal dari kalangan mampu. “Tiga puluh juta rakyat miskin Indonesia apakah mereka punya mobil apalagi truk?” tanyanya.

Jika pemerintah berniat menyejahterakan masyarakat kelas bawah maka hendaknya subsidi BBM dipangkas dan dialihkan ke sektor lain yang lebih vital.

“Masyarakat miskin problemnya adalah masalah kesehatan, pendidikan, dan pangan,” ujar Tulus. Oleh karena itu, ketiga sektor itulah yang perlu disubsidi pemerintah.

Ia menuturkan bahwa masalah subsidi BBM akan menyandera pemerintahan yang baru. Negara-negara luar, katanya, telah banyak yang mencabut subsidi BBM. “Negara yang surplus minyak masih disubsidi tapi Indonesia sendiri saja masih impor,” ujarnya.

Tulus menegaskan pemerintah harus lebih memihak rakyat miskin. Jika pemerintah terus berpihak pada masyarakat kaya maka selamanya BBM akan disubsidi.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim mengakui masih maraknya penyelundupan disebabkan tingginya disparitas harga antara BBM bersubsidi dan non-subsidi.

”Tapi bagi masyarakat, hasil penghematan dari subsidi itu bisa dinikmati dalam bentuk perbaikan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lainnya,” katanya.

Terkait modus perpindahan tangan BBM subsidi ke tangan yang tak berhak, Wakil Ketua BPH Migas, Fanshurullah Asa mengatakan, saat ini ada 200 badan usaha yang memiliki izin niaga penjualan BBM non-subsidi. Dari 200 badan usaha itu hanya 60 badan usaha yang masih aktif berbisnis.

Menurut dia, data tersebut merupakan hasil verifikasi BPH migas. Setiap diundang untuk melakukan pertemuan, dari 200 itu hanya 60 yang datang. Ditambah, banyak alamat badan usaha yang mempunyai izin niaga itu tidak jelas.

“Mereka (badan usaha) tidak pernah datang ketika kita undang,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos), kemarin.

Fanshurullah menyatakan, selama ini BPH Migas selalu memverifikasi transaksi bisnis BBM badan usaha tersebut setiap bulannya. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) langsung masuk ke Kementerian Keuangan.

Bekas anggota DPR ini mengatakan, seharusnya 140 badan usaha yang sudah tidak aktif tersebut segera dicabut izin usahanya oleh Ditjen Migas yang berwenang mengeluarkan izin niaga dan distribusi BBM.

“Seharusnya Dirjen Migas berani memberikan punishment sampai opsi terakhir mencabut izin niaga badan usaha tersebut,” tegasnya.

Apalagi, berdasarkan temuannya banyak BBM subsidi yang diselundupkan dan dijual ke industri melalui badan usaha yang sudah tidak aktif ini. Padahal, industri dilarang pakai BBM subsidi.

“Karena saat diverifikasi BPH Migas, badan usaha tersebut tidak ada aktivitas, tetapi di lapangan kita mendapat info perusahaan tersebut ada transaksi,” tutupnya.

Dia memaparkan, modus penyelundupan yang dilakukan badan usaha tersebut adalah dengan membeli BBM subsidi atau solar di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan menampungnya dalam satu tempat untuk dijual lagi ke industri, seperti yang terjadi di Medan, Palembang, Tangerang, dan kota lain.

“Ketika ditanya juga mereka selalu berlindung dari izin niaganya. Dengan punya izin niaga, mereka seolah-olah menjual BBM non-subsidi. Padahal itu solar BBM subsidi,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) Sofyano Zakaria. Dia mendesak Ditjen Migas mencabut izin badan usaha yang terbukti sudah tidak aktif lagi.

“Mereka rawan melakukan penyelundupan. Harus ada langkah tegas dari Kementerian ESDM terhadap badan usaha nakal itu,” katanya.

Dia mengaku, sangat mudah mengetahui adanya penyelundupan yang dilakukan badan usaha izin niaga. BPH Migas tinggal melakukan pengecekan impor BBM yang dilakukan badan usaha tersebut. Pasalnya, mereka memenuhi kebutuhannya dengan impor.

Jika tidak ada kegiatan impor BBM sementara mereka tetap berjualan BBM, itu sudah mengindikasi adanya penyelundupan. Atau dengan kata lain mereka membelinya dari SPBU untuk dijual lagi ke industri.

“Pemerintah tinggal minta data impor ke Bea dan Cukai, badan usaha mana yang masih impor dan tidak,” ungkapnya.

Penyelundupan yang paling parah terjadi di laut. Pada April tahun ini, pihak Bea dan Cukai Kepulauan Riau bersama kepolisian dan satgas BBM menangkap dan menggagalkan penyelundupan BBM dan minyak mentah terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Sebanyak 59.888 metrik ton BBM tertangkap tangan berada di dalam kapal tanker penyelundup, dan 650.000 ton yang sudah dijual ke kapal-kapal juga berhasil diamankan. Kapal ditangkap di perairan Karimun.

Minyak yang diselundupkan tersebut ada yang berupa BBM, dan ada pula yang masih dalam bentuk minyak mentah. Nilai dari minyak yang akan diselundupkan itu diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

“Jumlahnya besar, triliunan, minyak-minyak kita ini mau diselundupkan ke luar negeri dan ke kapal-kapal yang tidak boleh menggunakan BBM subsidi. Yang mau diselundupkan ini mulai dari solar subsidi sampai minyak mentah,” ungkap Kepala Pusdik Reksrim Polri, Kombes Alex Sampe, dalam pemaparan kepada wartawan.

Penangkapan dilakukan saat kapal tanker tersebut sedang bernegosiasi harga dan sudah menyalurkan minyak mentah kurang lebih sebanyak 1.000 ton ke kapal lainnya. Minyak mentah itu berasal dari sumur Chevron Dumai,yang akan dikirim ke kilang Balongan milik Pertamina. “Muatan minyak mentah dari Chevron Dumai untuk PT Pertamina Balongan, tercantum dalam manifest,” ujarnya.

Kapal MT Jelita tersebut harusnya mengirim minyak ke Balongan. Namun dalam perjalanan dibelokkan ke perairan Malaysia untuk diselundupkan ke Malaysia.

“Kapal itu ada GPS-nya, ternyata dia belok ke perairan Malaysia untuk diselundupkan ke Malaysia. Di perjalanan bertemu serta bernegosiasi dengan MT Ocean Maju dan dilakukan transer secara ship to ship atau dikencingkan dari MT Jelita Bangsa ke MT Ocean Maju dengan jumlah kurang lebih 1.000 ton minyak mentah dan diakui asal cargo muatan dari MT Jelita Bangsa,” ujar Kombes Alex.

Dalam informasi yang dilansir dari BPH Migas tercatat telah terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi pada tahun 2012 sebanyak 600 kasus, lalu tahun 2013 meningkat menjadi 945 kasus, tahun ini hingga April 2014 sudah ada 150 kasus.

Dalam catatan BPH Migas, estimasi nilai penyelundupan tersebut mencapai kisaran lebih dari Rp16,15 miliar. Masing-masing terdiri dari 90.100 liter atau sekitar Rp900 juta nilai untuk Premium. Kemudian 976.484.944 liter atau sekitar Rp9 miliar untuk solar, 63.883 liter atau sekitar Rp600 juta untuk minyak tanah dan 815.000 liter atau sekitar Rp7 miliar nilai penyelundupan untuk minyak solar non-subsidi.

Dari sisi wilayah, kasus penyelundupan paling banyak terjadi di Kalimantan, Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi. Sedangkan jenis BBM yang paling banyak menjadi target penyelewengan adalah solar.

Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto, menegaskan ada oknum Pertamina ikut terlibat dalam kasus penyelundupan BBM. Namun hingga kini diakui proses hukum kasus tersebut tidak pernah jelas, khususnya yang melibatkan oknum Pertamina.

Ditjen Bea Cukai juga punya catatan sembilan kasus penyelundupan minyak mentah dan BBM sepanjang 2011-2012.

“Paling banyak adalah usaha penyelundupan ke Malaysia,” ungkap Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono saat rapat dengan Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi dan sumber daya mineral, beberapa waktu lalu.

Upaya penyelundupan melalui laut mungkin masih cukup banyak karena yang tercatat hanya sebagian kecil. Sebagai contoh, pihak Bea dan Cukai pernah menggagalkan penyelundupan 700 metrik ton BBM jenis solar yang dilakukan kapal MT Admiralty Dasri berbendera Malaysia dengan kapal SB Siga-Siga dari Batam.

Selain itu, pernah juga kapal Malaysia MT Hornet melakukan pemuatan minyak MFO (solar untuk kapal) dari kapal tanker pengangkut BBM MT VOSCO dengan selang. Kemudian, MT Sakhti tanpa izin mengangkut 700 metrik ton minyak mentah, lalu MT Martha Global mengangkut 35.500 kiloliter minyak mentah dari Dumai, Riau, secara ilegal.

Anggota Komisi Hukum DPR, Bambang Soesatyo menduga ada konspirasi besar di balik kasus dugaan penyelundupan BBM di perairan.

“Institusi Penegak harus memberi respons maksimal terhadap konspirasi penyelundupan BBM. Jika terus minimalis seperti selama ini, masyarakat akan curiga bahwa oknum pimpinan institusi penegak hukum menjadi bagian dari konspirasi itu,” kata Bambang.

Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, publik sudah sangat yakin bahwa ada konspirasi besar yang mengotaki penyelundupan BBM selama ini. Sebab, indikasi permainannya sangat terasa.

Bambang lantas menguraikan, indikasi pertama adanya konspirasi besar itu karena para pelaku tak pernah jera sehingga penyelundupan terus terjadi. Kedua, pelaku yang tertangkap hanya dikenai denda dan sama sekali tak pernah dibui.

“Ketiga, identitas penyelundup tak pernah dipublikasikan. Karena itu, bukan kejutan besar ketika pihak berwajib, awal Juni lalu, bisa menggagalkan penyelundupan minyak mentah dan BBM dari kapal MT Jelita Bangsa di perairan Karimun, Kepulaun Riau,” ulas Bambang.

Wakil Bendahara Partai Golkar yang dikenal vokal di DPR itu pun mengingatkan penyelundupan BBM sudah berlangsung tahunan dengan total kerugian negara yang sangat besar, tetapi pemerintah dan penegak hukum tak mampu mengatasinya.

”Karena itulah masyarakat meyakini bahwa penyelundupan BBM dilakukan oleh konspirasi yang melibatkan oknum birokrat lintas sektoral,” pungkasnya.

Mengenai adanya dugaan pihak internal Pertamina atau luar yang terlibat, Meneg BUMN Dahlan Iskan tak mau berprasangka. Yang pasti, mantan Dirut PLN itu menekankan bahwa siapapun pelaku penyelundupan harus segera dicari tahu dan diungkap. “Saya tidak tahu ada yang main atau tidak. Ya, tangkap saja,” tegasnya. (bbs/val)

FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS Truk kontainer melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Belawan, Selasa (5/8). Pemerintah menetapkan, mulai Senin (4/8) 2014 penjualan Solar bersubsidi di SPBU hanya dilayani antara pukul 08.00 Wib sampai 18.00 Wib. Kebijakan ini dijalankan di sejumlah SPBU di wilayah Medan Utara.
FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS
Truk kontainer melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Belawan, Selasa (5/8). Mulai Senin (4/8) 2014 penjualan Solar bersubsidi di SPBU hanya dilayani antara pukul 08.00 Wib sampai 18.00 Wib. Kebijakan ini dijalankan di sejumlah SPBU di wilayah Medan Utara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – YLKI lebih memilih opsi kenaikan harga solar bersubsidi ketimbang dibatasi penjualannya. Pembatasan solar subsidi hanya menjadi kebijakan konyol sepanjang disparitas harga masih ada. Alhasil, banyak BBM subsidi yang diselundupkan dan dijual ke industri melalui pemegang izin niaga yang sudah tak aktif. PT Pertamina juga bertanggungjawab atas penerbitan izin operasional SPBU dan izin angkut BBM (transporter) kepada para pemilik industri.

***

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebutkan pembatasan BBM tidak ditemukan di negara-negara lain. “Ini cara yang konyol dan tidak solutif,” tambahnya. Menurut dia, masalah BBM adalah masalah makro sehingga kebijakan yang diambil juga harusnya bersifat makro.

Merujuk kajian sebuah lembaga penelitian Universitas Indonesia tercatat kelompok yang tidak masuk kategori miskin mengonsumsi BBM jenis premium 8,2 kali lebih banyak dibandingkan kelompok miskin. Sedangkan untuk BBM jenis solar, kelompok yang tidak termasuk kategori miskin mengonsumsi 99,4 kali lebih banyak daripada kelompok miskin.

Kenaikan harga BBM bersubsidi akan lebih memberikan manfaat kepada negara maupun masyarakat. Bagi negara, kata dia, akan lebih mudah mengawasi peredaran BBM bersubsidi karena tidak ada insentif bagi para penyelundup.

Penikmat BBM bersubsidi, lanjutnya, kebanyakan berasal dari kalangan mampu. “Tiga puluh juta rakyat miskin Indonesia apakah mereka punya mobil apalagi truk?” tanyanya.

Jika pemerintah berniat menyejahterakan masyarakat kelas bawah maka hendaknya subsidi BBM dipangkas dan dialihkan ke sektor lain yang lebih vital.

“Masyarakat miskin problemnya adalah masalah kesehatan, pendidikan, dan pangan,” ujar Tulus. Oleh karena itu, ketiga sektor itulah yang perlu disubsidi pemerintah.

Ia menuturkan bahwa masalah subsidi BBM akan menyandera pemerintahan yang baru. Negara-negara luar, katanya, telah banyak yang mencabut subsidi BBM. “Negara yang surplus minyak masih disubsidi tapi Indonesia sendiri saja masih impor,” ujarnya.

Tulus menegaskan pemerintah harus lebih memihak rakyat miskin. Jika pemerintah terus berpihak pada masyarakat kaya maka selamanya BBM akan disubsidi.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim mengakui masih maraknya penyelundupan disebabkan tingginya disparitas harga antara BBM bersubsidi dan non-subsidi.

”Tapi bagi masyarakat, hasil penghematan dari subsidi itu bisa dinikmati dalam bentuk perbaikan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lainnya,” katanya.

Terkait modus perpindahan tangan BBM subsidi ke tangan yang tak berhak, Wakil Ketua BPH Migas, Fanshurullah Asa mengatakan, saat ini ada 200 badan usaha yang memiliki izin niaga penjualan BBM non-subsidi. Dari 200 badan usaha itu hanya 60 badan usaha yang masih aktif berbisnis.

Menurut dia, data tersebut merupakan hasil verifikasi BPH migas. Setiap diundang untuk melakukan pertemuan, dari 200 itu hanya 60 yang datang. Ditambah, banyak alamat badan usaha yang mempunyai izin niaga itu tidak jelas.

“Mereka (badan usaha) tidak pernah datang ketika kita undang,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos), kemarin.

Fanshurullah menyatakan, selama ini BPH Migas selalu memverifikasi transaksi bisnis BBM badan usaha tersebut setiap bulannya. Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) langsung masuk ke Kementerian Keuangan.

Bekas anggota DPR ini mengatakan, seharusnya 140 badan usaha yang sudah tidak aktif tersebut segera dicabut izin usahanya oleh Ditjen Migas yang berwenang mengeluarkan izin niaga dan distribusi BBM.

“Seharusnya Dirjen Migas berani memberikan punishment sampai opsi terakhir mencabut izin niaga badan usaha tersebut,” tegasnya.

Apalagi, berdasarkan temuannya banyak BBM subsidi yang diselundupkan dan dijual ke industri melalui badan usaha yang sudah tidak aktif ini. Padahal, industri dilarang pakai BBM subsidi.

“Karena saat diverifikasi BPH Migas, badan usaha tersebut tidak ada aktivitas, tetapi di lapangan kita mendapat info perusahaan tersebut ada transaksi,” tutupnya.

Dia memaparkan, modus penyelundupan yang dilakukan badan usaha tersebut adalah dengan membeli BBM subsidi atau solar di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan menampungnya dalam satu tempat untuk dijual lagi ke industri, seperti yang terjadi di Medan, Palembang, Tangerang, dan kota lain.

“Ketika ditanya juga mereka selalu berlindung dari izin niaganya. Dengan punya izin niaga, mereka seolah-olah menjual BBM non-subsidi. Padahal itu solar BBM subsidi,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) Sofyano Zakaria. Dia mendesak Ditjen Migas mencabut izin badan usaha yang terbukti sudah tidak aktif lagi.

“Mereka rawan melakukan penyelundupan. Harus ada langkah tegas dari Kementerian ESDM terhadap badan usaha nakal itu,” katanya.

Dia mengaku, sangat mudah mengetahui adanya penyelundupan yang dilakukan badan usaha izin niaga. BPH Migas tinggal melakukan pengecekan impor BBM yang dilakukan badan usaha tersebut. Pasalnya, mereka memenuhi kebutuhannya dengan impor.

Jika tidak ada kegiatan impor BBM sementara mereka tetap berjualan BBM, itu sudah mengindikasi adanya penyelundupan. Atau dengan kata lain mereka membelinya dari SPBU untuk dijual lagi ke industri.

“Pemerintah tinggal minta data impor ke Bea dan Cukai, badan usaha mana yang masih impor dan tidak,” ungkapnya.

Penyelundupan yang paling parah terjadi di laut. Pada April tahun ini, pihak Bea dan Cukai Kepulauan Riau bersama kepolisian dan satgas BBM menangkap dan menggagalkan penyelundupan BBM dan minyak mentah terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Sebanyak 59.888 metrik ton BBM tertangkap tangan berada di dalam kapal tanker penyelundup, dan 650.000 ton yang sudah dijual ke kapal-kapal juga berhasil diamankan. Kapal ditangkap di perairan Karimun.

Minyak yang diselundupkan tersebut ada yang berupa BBM, dan ada pula yang masih dalam bentuk minyak mentah. Nilai dari minyak yang akan diselundupkan itu diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

“Jumlahnya besar, triliunan, minyak-minyak kita ini mau diselundupkan ke luar negeri dan ke kapal-kapal yang tidak boleh menggunakan BBM subsidi. Yang mau diselundupkan ini mulai dari solar subsidi sampai minyak mentah,” ungkap Kepala Pusdik Reksrim Polri, Kombes Alex Sampe, dalam pemaparan kepada wartawan.

Penangkapan dilakukan saat kapal tanker tersebut sedang bernegosiasi harga dan sudah menyalurkan minyak mentah kurang lebih sebanyak 1.000 ton ke kapal lainnya. Minyak mentah itu berasal dari sumur Chevron Dumai,yang akan dikirim ke kilang Balongan milik Pertamina. “Muatan minyak mentah dari Chevron Dumai untuk PT Pertamina Balongan, tercantum dalam manifest,” ujarnya.

Kapal MT Jelita tersebut harusnya mengirim minyak ke Balongan. Namun dalam perjalanan dibelokkan ke perairan Malaysia untuk diselundupkan ke Malaysia.

“Kapal itu ada GPS-nya, ternyata dia belok ke perairan Malaysia untuk diselundupkan ke Malaysia. Di perjalanan bertemu serta bernegosiasi dengan MT Ocean Maju dan dilakukan transer secara ship to ship atau dikencingkan dari MT Jelita Bangsa ke MT Ocean Maju dengan jumlah kurang lebih 1.000 ton minyak mentah dan diakui asal cargo muatan dari MT Jelita Bangsa,” ujar Kombes Alex.

Dalam informasi yang dilansir dari BPH Migas tercatat telah terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi pada tahun 2012 sebanyak 600 kasus, lalu tahun 2013 meningkat menjadi 945 kasus, tahun ini hingga April 2014 sudah ada 150 kasus.

Dalam catatan BPH Migas, estimasi nilai penyelundupan tersebut mencapai kisaran lebih dari Rp16,15 miliar. Masing-masing terdiri dari 90.100 liter atau sekitar Rp900 juta nilai untuk Premium. Kemudian 976.484.944 liter atau sekitar Rp9 miliar untuk solar, 63.883 liter atau sekitar Rp600 juta untuk minyak tanah dan 815.000 liter atau sekitar Rp7 miliar nilai penyelundupan untuk minyak solar non-subsidi.

Dari sisi wilayah, kasus penyelundupan paling banyak terjadi di Kalimantan, Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi. Sedangkan jenis BBM yang paling banyak menjadi target penyelewengan adalah solar.

Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto, menegaskan ada oknum Pertamina ikut terlibat dalam kasus penyelundupan BBM. Namun hingga kini diakui proses hukum kasus tersebut tidak pernah jelas, khususnya yang melibatkan oknum Pertamina.

Ditjen Bea Cukai juga punya catatan sembilan kasus penyelundupan minyak mentah dan BBM sepanjang 2011-2012.

“Paling banyak adalah usaha penyelundupan ke Malaysia,” ungkap Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono saat rapat dengan Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi dan sumber daya mineral, beberapa waktu lalu.

Upaya penyelundupan melalui laut mungkin masih cukup banyak karena yang tercatat hanya sebagian kecil. Sebagai contoh, pihak Bea dan Cukai pernah menggagalkan penyelundupan 700 metrik ton BBM jenis solar yang dilakukan kapal MT Admiralty Dasri berbendera Malaysia dengan kapal SB Siga-Siga dari Batam.

Selain itu, pernah juga kapal Malaysia MT Hornet melakukan pemuatan minyak MFO (solar untuk kapal) dari kapal tanker pengangkut BBM MT VOSCO dengan selang. Kemudian, MT Sakhti tanpa izin mengangkut 700 metrik ton minyak mentah, lalu MT Martha Global mengangkut 35.500 kiloliter minyak mentah dari Dumai, Riau, secara ilegal.

Anggota Komisi Hukum DPR, Bambang Soesatyo menduga ada konspirasi besar di balik kasus dugaan penyelundupan BBM di perairan.

“Institusi Penegak harus memberi respons maksimal terhadap konspirasi penyelundupan BBM. Jika terus minimalis seperti selama ini, masyarakat akan curiga bahwa oknum pimpinan institusi penegak hukum menjadi bagian dari konspirasi itu,” kata Bambang.

Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, publik sudah sangat yakin bahwa ada konspirasi besar yang mengotaki penyelundupan BBM selama ini. Sebab, indikasi permainannya sangat terasa.

Bambang lantas menguraikan, indikasi pertama adanya konspirasi besar itu karena para pelaku tak pernah jera sehingga penyelundupan terus terjadi. Kedua, pelaku yang tertangkap hanya dikenai denda dan sama sekali tak pernah dibui.

“Ketiga, identitas penyelundup tak pernah dipublikasikan. Karena itu, bukan kejutan besar ketika pihak berwajib, awal Juni lalu, bisa menggagalkan penyelundupan minyak mentah dan BBM dari kapal MT Jelita Bangsa di perairan Karimun, Kepulaun Riau,” ulas Bambang.

Wakil Bendahara Partai Golkar yang dikenal vokal di DPR itu pun mengingatkan penyelundupan BBM sudah berlangsung tahunan dengan total kerugian negara yang sangat besar, tetapi pemerintah dan penegak hukum tak mampu mengatasinya.

”Karena itulah masyarakat meyakini bahwa penyelundupan BBM dilakukan oleh konspirasi yang melibatkan oknum birokrat lintas sektoral,” pungkasnya.

Mengenai adanya dugaan pihak internal Pertamina atau luar yang terlibat, Meneg BUMN Dahlan Iskan tak mau berprasangka. Yang pasti, mantan Dirut PLN itu menekankan bahwa siapapun pelaku penyelundupan harus segera dicari tahu dan diungkap. “Saya tidak tahu ada yang main atau tidak. Ya, tangkap saja,” tegasnya. (bbs/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/