26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pemda Sumut Jangan Persulit Penganut Parmalim Urus e-KTP

JAKARTA-Pemerintah Daerah di Sumatera Utara kembali diingatkan agar jangan mempersulit warga penganut aliran kepercayaaan Parmalim, untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Sebab itu merupakan hak setiap warga negara yang telah berusia diatas 17 tahun maupun yang telah menikah, untuk memperoleh e-KTP.

Penegasan tersebut dikemukakan Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Reydonnyzar Moenek di Sumedang, Rabu (5/9). Ia menilai hal ini perlu disampaikan, agar tindakan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang menghentikan pembuatan e-KTP pengikut Ahmadiyah di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tidak meluas hingga ke daerah-daerah lain.

Meskipun alasan penghentian, untuk menjaga kondusifitas, setelah adanya protes sebuah organisasi keagamaan. “Statemen Sekda (Sekretaris Daerah) Kuningan menghentikan sementara e-KTP, itu sama sekali tidak benar,”ungkap kapuspen yang setiap saat memberi keterangan kepada para wartawan ini.

Menurutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang administrasi kependudukan, sangat jelas dikemukakan. Bahwa e-KTP merupakan hak semua warga negara yang berdomisili Indonesia. Dan sama sekali tidak mempersoalkan agama.

“Formulir untuk kolom agama, itu kan hanya boleh diisi dengan salah satu dari enam agama yang diakui negara. Tapi misalnya aliran kepercayaan seperti Parmalim ingin mencantumkan dari salah satunya bisa. Tapi tidak boleh dengan nama aliran kepercayaan tersebut. Karena pilihannya hanya ada hanya enam. Tapi kalau nggak mau, itu bisa dikosongkan kolom tersebut,”ungkapnya.

Oleh sebab dalam kesempatan kali ini, Donny tidak saja hanya mengingatkan Pemkab Kuningan. Namun juga Pemda Sumut, dan sejumlah pemerintah daerah lainnya. “Karena untuk soal keyakinan, negara tidak bisa ikut campur. Dan kalau pun untuk kolom agama itu dikosongkan, itu hak warga negara tersebut. Itu boleh dan dibenarkan. Tapi kalau diisi diluar enam, tidak boleh. Saya sudah kontak dengan Pemkab, kita sudah ingatkan bahwa itu tidak benar,” tegasnya.(gir)

JAKARTA-Pemerintah Daerah di Sumatera Utara kembali diingatkan agar jangan mempersulit warga penganut aliran kepercayaaan Parmalim, untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Sebab itu merupakan hak setiap warga negara yang telah berusia diatas 17 tahun maupun yang telah menikah, untuk memperoleh e-KTP.

Penegasan tersebut dikemukakan Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Reydonnyzar Moenek di Sumedang, Rabu (5/9). Ia menilai hal ini perlu disampaikan, agar tindakan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang menghentikan pembuatan e-KTP pengikut Ahmadiyah di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tidak meluas hingga ke daerah-daerah lain.

Meskipun alasan penghentian, untuk menjaga kondusifitas, setelah adanya protes sebuah organisasi keagamaan. “Statemen Sekda (Sekretaris Daerah) Kuningan menghentikan sementara e-KTP, itu sama sekali tidak benar,”ungkap kapuspen yang setiap saat memberi keterangan kepada para wartawan ini.

Menurutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang administrasi kependudukan, sangat jelas dikemukakan. Bahwa e-KTP merupakan hak semua warga negara yang berdomisili Indonesia. Dan sama sekali tidak mempersoalkan agama.

“Formulir untuk kolom agama, itu kan hanya boleh diisi dengan salah satu dari enam agama yang diakui negara. Tapi misalnya aliran kepercayaan seperti Parmalim ingin mencantumkan dari salah satunya bisa. Tapi tidak boleh dengan nama aliran kepercayaan tersebut. Karena pilihannya hanya ada hanya enam. Tapi kalau nggak mau, itu bisa dikosongkan kolom tersebut,”ungkapnya.

Oleh sebab dalam kesempatan kali ini, Donny tidak saja hanya mengingatkan Pemkab Kuningan. Namun juga Pemda Sumut, dan sejumlah pemerintah daerah lainnya. “Karena untuk soal keyakinan, negara tidak bisa ikut campur. Dan kalau pun untuk kolom agama itu dikosongkan, itu hak warga negara tersebut. Itu boleh dan dibenarkan. Tapi kalau diisi diluar enam, tidak boleh. Saya sudah kontak dengan Pemkab, kita sudah ingatkan bahwa itu tidak benar,” tegasnya.(gir)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/