SUMUTPOS.CO – Ternyata belum semua orang mengambil pelajaran dari kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Kemarin (5/9), Polda Lampung mengungkap kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Lampung Tengah. Kepala SPKT Polsek Way Pengubuan Lampung Tengah Aipda RS diduga menembak Aipda Ahmad Karnain, Bhabinkamtibmas Putra Lempuyang.
KABIDHUMAS Polda Lampung Kombespol Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan, penembakan terjadi Minggu (4/9), sekitar pukul 21.15 WIB, saat Aipda Ahmad berada di rumahnya. Seorang saksi bernama Mahmuda mendengar suara letusan yang diikuti suara anak-anak meminta tolong.
“Saat saksi keluar rumah, melihat sebuah sepeda motor dan beberapa orang menuju ke arah Barat,” ujarnya.
Saksi yang lainnya bernama Wayan yang membantu menolong Aipda Ahmad. Korban sudah tertembak dalam posisi duduk di lantai dan bersandar di kursi. “Istri korban lantas membawanya ke RS Harapan Bunda,” terangnya.
Namun, korban tidak tertolong kendati telah sampai di RS tersebut. Menurutnya, Tim Polda Lampung langsung bergerak cepat mendapatkan laporan tersebut. “Petugas ke TKP dan melakukan penyelidikan,” paparnya.
Petugas melakukan pendalaman terhadap lingkungan kerja, tempat tinggal dan keluarga korban. Dia mengatakan, diketahui korban memiliki hubungan yang tidak baik dengan seseorang di lingkungan kerja. “Saat dilakukan upaya paksa, dihadapkan dengan fakta-fakta, Aipda RS tidak bisa mengelak dan mengakui perbuatannya membunuh Aipda Ahmad,” ujarnya.
Menurutnya, Aipda RS diduga menembak korban dengan senjata api jenis revolver. Untuk motif dari pelaku, diduga karena dendam. Pelaku menyebut bahwa korban sering membuka aib dari pelaku. “Aibnya disebar ke kawan-kawannya,” jelasnya.
Salah satunya, soal istri pelaku yang dikabarkan ke grup whatsapp belum membayar arisan online. Namun, petugas masih mendalami motif yang sebenarnya. “Kita tunggu hasil pendalaman penyidik,” ujarnya kemarin.
Menurutnya, karena perbuatan Aipda RS yang keji dengan membunuh temannya sendiri, maka dijerat dengan Pasal 338 dengan ancaman hukuman lima belas tahun penjara. “Kepolisin juga akan menggelar sidang kode etik untuk pelaku,” ujarnya.
Sementara Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, kultur militeristik yang memunculkan arogansi personal sudah sangat mendesak untuk dibongkar. Sanksi etik berat dan PTDH harus segera dilakukan bagi personel yang melanggar pidana. “Apalagi ini soal penghilangan nyawa personel,” jelasnya.
Yang juga penting, kejadian polisi tembak polisi ini menjadi bukti bahwa benar kasus Sambo adalah puncak gunung es. “Kejadiannya sebenarnya banyak,” tuturnya.
Sementara, muncul informasi keterlibatan tiga kapolda dalam menyebar isu tembak-tembakan dan pelecehan seksual untuk mendukung Sambo. Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa informasi tersebut belum ada dari Tim Khusus. Timsus ini bekerja sesuai dengan fakta-fakta yang dikumpulkan. “belum ada dari timsus,” urainya.
Menurutnya, soal informasi yang menyebut bahwa Timsus telah mengetahui keterlibatan tiga kapolda itu tidak benar. “Tidak sinkron itu, saya bilang belum kok. Malah disebut timsus mengetahui,”jelasnya. (idr/jpg)