25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Syamsul Rindu Wartawan Medan

JAKARTA- Apa kabar gubernur Sumatera Utara nonaktif, Syamsul Arifin? Menurut kuasa hukumnya, Syamsul dalam keadaan sehat. Namun, ada sesuatu yang mengganggu Syamsul, yakni rasa rindu pada wartawan di Medan.

WARTAWAN: Syamsul Arifin (kiri) berinteraksi  wartawan, beberapa waktu lalu.
WARTAWAN: Syamsul Arifin (kiri) berinteraksi dengan wartawan, beberapa waktu lalu.

“Pak Syamsul merasa dekat dengan seluruhnya, dari pemred hingga reporter di lapangan. Itu yang membuat Pak Syamsul rindu. Pak Syamsul titip salam ke saya buat kawan-kawan wartawan,” jelas Abdul Hakim Siagian, seorang anggota tim pengacara Syamsul, kepada Sumut Pos, kemarin (5/10).

Hal ini diungkapkan Syamsul pada Siagian saat pertemuan mereka beberapa waktu lalu. Saat itu, Syamsul sempat curhat mengenai rasa kengennya dengan para wartawan, khususnya yang ada di Langkat dan Medan.

Syamsul merasa bahwa berkat dukungan para wartawan, dirinya bisa menjadi politisi ternama, bisa menjadi bupati, dan akhirnya menjadi gubernur Sumut. Bahkan, lanjut Abdul Siagian bercerita, pemberitaan persidangan kasusnya juga dianggap oleh Syamsul telah membantunya.
“Membantu menyampaikan informasi ke masyarakat mengenai duduk persoalannya. Itu juga dianggap Pak Syamsul sebagai hal yang positif dari kawan-kawan media,” urai Siagian.

Syamsul juga mengakui kekuatan media. “Setelah berakhirnya Dwifungsi ABRI, ya media sekarang yang kuat. Begitu kata Pak Syamsul ke saya,” imbuhnya sembari mengulangi kalau Syamsul rindu untuk bertemu lagi dengan kalangan jurnalis di Langkat dan Medan.

Hingga kini, sudah dua tahun sudah Syamsul berada di rumah tahanan (rutan) Salemba, Jakarta Pusat. Sejak ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Oktober 2010, hingga kemarin (5/10) mantan bupati Langkat itu tetap saja di rutan Salemba.

Putusan kasasi MA pada awal Mei 2012 yang menghukumnya enam tahun penjara, belum dieksekusi. Mestinya, pria yang suka melawak kelahiran 25 September 1952 itu sudah dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan (LP), sebagai tanda eksekusi badan. Jaksa KPK baru mengeksekusi ganti kerugian negara berdasar putusan kasasi MA, yakni Rp88 miliar, yang ditandai pengembalian resmi uang oleh jaksa KPK ke Pemkab Langkat, beberapa waktu lalu.
Memang, Syamsul mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi dimaksud. Karena ada PK itu lah yang kemungkinan menjadi sebab mengapa jaksa KPK membiarkan saja Syamsul tetap di rutan Salemba. “Eksekusi merupakan kewenangan jaksa KPK. Memang Pak Syamsul masih di Salemba. Barangkali karena kita masih mengajukan PK,” ujar Siagian.

Dugaan lain, lantaran Syamsul kooperatif dalam menjalani proses persidangan perkara korupsi APBD Langkat. Abdul Siagian menduga, lantaran jaksa KPK beranggapan kooperatif itulah, kliennya beberapa kali mendapat pembantaran, dirawat di rumah sakit karena komplikasi penyakitnya.
“Karena pembantaran itu juga didasarkan faktor subyktif dan obyektif, mungkin lebih banyak subyektifnya karena Pak Syamsul kooperatif, tak bakal melarikan diri,” imbuh Siagiaan, pengacara yang dekat dengan kalangan jurnalis itu. Sementara, jaksa KPK yang dulunya menangani kasus ini, Muhibudin, tak gampang dihubungi untuk dimintai konfirmasi hal ini.

Dalam catatan Sumut Pos, Syamsul dibantarkan sebanyak delapan kali. Pembantaran pertama kali pada 30 Mei 2011 sampai tanggal 5 Juni 2011. Selanjutnya, pembantaran kedua sejak 6 Juni 2011 hingga 12 Juni 2011. Disambung lagi yang ketiga, sejak tanggal 13 Juni 2011 hingga 26 Juni 2011.
Keempat, 27 Juni 2011 hingga10 Juli 2011. Kelima, 11 Juni 2011 hingga 17 Juni 2012. Keenam, 18 Juli 2011 hingga 25 Juli 2011. Ketujuh, 26 Juli 2011 hingga 31 Juli 2011. Dan terakhir, kedelapan, 27 Juli 2011 hingga 14 Agustus 2011. Ini karena Syamsul keluar masuk RS, bahkan sempat pindah RS untuk perawatan. (sam)

JAKARTA- Apa kabar gubernur Sumatera Utara nonaktif, Syamsul Arifin? Menurut kuasa hukumnya, Syamsul dalam keadaan sehat. Namun, ada sesuatu yang mengganggu Syamsul, yakni rasa rindu pada wartawan di Medan.

WARTAWAN: Syamsul Arifin (kiri) berinteraksi  wartawan, beberapa waktu lalu.
WARTAWAN: Syamsul Arifin (kiri) berinteraksi dengan wartawan, beberapa waktu lalu.

“Pak Syamsul merasa dekat dengan seluruhnya, dari pemred hingga reporter di lapangan. Itu yang membuat Pak Syamsul rindu. Pak Syamsul titip salam ke saya buat kawan-kawan wartawan,” jelas Abdul Hakim Siagian, seorang anggota tim pengacara Syamsul, kepada Sumut Pos, kemarin (5/10).

Hal ini diungkapkan Syamsul pada Siagian saat pertemuan mereka beberapa waktu lalu. Saat itu, Syamsul sempat curhat mengenai rasa kengennya dengan para wartawan, khususnya yang ada di Langkat dan Medan.

Syamsul merasa bahwa berkat dukungan para wartawan, dirinya bisa menjadi politisi ternama, bisa menjadi bupati, dan akhirnya menjadi gubernur Sumut. Bahkan, lanjut Abdul Siagian bercerita, pemberitaan persidangan kasusnya juga dianggap oleh Syamsul telah membantunya.
“Membantu menyampaikan informasi ke masyarakat mengenai duduk persoalannya. Itu juga dianggap Pak Syamsul sebagai hal yang positif dari kawan-kawan media,” urai Siagian.

Syamsul juga mengakui kekuatan media. “Setelah berakhirnya Dwifungsi ABRI, ya media sekarang yang kuat. Begitu kata Pak Syamsul ke saya,” imbuhnya sembari mengulangi kalau Syamsul rindu untuk bertemu lagi dengan kalangan jurnalis di Langkat dan Medan.

Hingga kini, sudah dua tahun sudah Syamsul berada di rumah tahanan (rutan) Salemba, Jakarta Pusat. Sejak ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Oktober 2010, hingga kemarin (5/10) mantan bupati Langkat itu tetap saja di rutan Salemba.

Putusan kasasi MA pada awal Mei 2012 yang menghukumnya enam tahun penjara, belum dieksekusi. Mestinya, pria yang suka melawak kelahiran 25 September 1952 itu sudah dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan (LP), sebagai tanda eksekusi badan. Jaksa KPK baru mengeksekusi ganti kerugian negara berdasar putusan kasasi MA, yakni Rp88 miliar, yang ditandai pengembalian resmi uang oleh jaksa KPK ke Pemkab Langkat, beberapa waktu lalu.
Memang, Syamsul mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi dimaksud. Karena ada PK itu lah yang kemungkinan menjadi sebab mengapa jaksa KPK membiarkan saja Syamsul tetap di rutan Salemba. “Eksekusi merupakan kewenangan jaksa KPK. Memang Pak Syamsul masih di Salemba. Barangkali karena kita masih mengajukan PK,” ujar Siagian.

Dugaan lain, lantaran Syamsul kooperatif dalam menjalani proses persidangan perkara korupsi APBD Langkat. Abdul Siagian menduga, lantaran jaksa KPK beranggapan kooperatif itulah, kliennya beberapa kali mendapat pembantaran, dirawat di rumah sakit karena komplikasi penyakitnya.
“Karena pembantaran itu juga didasarkan faktor subyktif dan obyektif, mungkin lebih banyak subyektifnya karena Pak Syamsul kooperatif, tak bakal melarikan diri,” imbuh Siagiaan, pengacara yang dekat dengan kalangan jurnalis itu. Sementara, jaksa KPK yang dulunya menangani kasus ini, Muhibudin, tak gampang dihubungi untuk dimintai konfirmasi hal ini.

Dalam catatan Sumut Pos, Syamsul dibantarkan sebanyak delapan kali. Pembantaran pertama kali pada 30 Mei 2011 sampai tanggal 5 Juni 2011. Selanjutnya, pembantaran kedua sejak 6 Juni 2011 hingga 12 Juni 2011. Disambung lagi yang ketiga, sejak tanggal 13 Juni 2011 hingga 26 Juni 2011.
Keempat, 27 Juni 2011 hingga10 Juli 2011. Kelima, 11 Juni 2011 hingga 17 Juni 2012. Keenam, 18 Juli 2011 hingga 25 Juli 2011. Ketujuh, 26 Juli 2011 hingga 31 Juli 2011. Dan terakhir, kedelapan, 27 Juli 2011 hingga 14 Agustus 2011. Ini karena Syamsul keluar masuk RS, bahkan sempat pindah RS untuk perawatan. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/